BAMBU BUNTU

Sabtu, 27 Oktober 2012


BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Tingginya kematian anak pada usia hingga satu tahun atau lebih, yaitu sepertiganya terjadi dalam satu bulan pertama setelah kelahiran dan sekitar 80 persen kematian neonatal ini terjadi pada minggu pertama, menunjukkan masih rendahnya status kesehatan ibu dan bayi baru lahir; rendahnya akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya pada masa persalinan dan segera sesudahnya; serta perilaku (baik yang bersifat preventif maupun kuratif) ibu hamil dan keluarga serta masyarakat yang belum            mendukung perilaku hidup bersih dan sehat  .
            Angka kematian bayi pada kelompok termiskin adalah 61 per 1.000 kelahiran hidup, jauh lebih tinggi daripada golongan terkaya sebesar 17 per 1.000 kelahiran hidup. Penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian balita dan bayi seperti infeksi saluran pernafasan akut, diare dan tetanus, lebih sering terjadi pada kelompok miskin. Rendahnya status kesehatan penduduk miskin ini terutama disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap pelayanan karena kendala kendala biaya (cost barrier), geografis dan transportasi.
            Perubahan perilaku merupakan penyebab langsung kematian bayi dan balita sebenarnya relatif dapat ditangani secara mudah, dibandingkan upaya untuk meningkatkan perilaku masyarakat dan keluarga yang dapat menjamin kehamilan, kelahiran, dan perawatan bayi baru lahir yang lebih sehat. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana memperbaiki perilaku keluarga dan masyarakat, terutama perilaku hidup bersih dan sehat, termasuk upaya mencari pelayanan kesehatan serta memperbaiki akses, memperkuat mutu manajemen terpadu penyakit bayi dan balita, memperbaiki kesehatan lingkungan termasuk air bersih dan sanitasi, pengendalian penyakit menular, dan pemenuhan gizi yang cukup.  

    
            Rumusan Masalah
1.      apa yang dimaksud dengan neonatus?
2.      penyakit apa saja yang lazim terjadi pada neonatus?
3.      bagaimana cara  penanganan dan pengobatannya?

            Tujuan Penulisan

1.  untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan neonatus
2.  untuk mengetahui jenis-jenis dan penyakit yang lazim terjadi pada  neonatus.
3.  untuk mengetahui cara penanganan dan pengobatan pada berbagai penyakit yang terjadi pada neonatus.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Definisi
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua system. Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan pula miniatur anak. Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri. Masa perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi anestesi adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah diperlukan penataan dan persiapan yang matang untuk melakukan suatu tindakan anestesi terhadap neonatus
Berbagai penyakit banyak dijumpai pada neonatus, bayi dan balita, antara lain, demam, ikterus, infeksi saluran napas, dan diare,dll.
2.2 Penyakit Yang Lazim Terjadi pada Neonatus
       2.2.1. INFEKSI/SEPSIS
Sepsis adalah istilah bagi infeksi berat. Anak-anak tertentu berisiko besar mengalaminya. Sepsis disebabkan oleh mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh. Namun, sepsis berbeda dari penyakit infeksi biasa. Infeksi biasa hanya menyerang daerah yang terkena infeksi. sepsis berarti bakteri penyebab infeksi ditemukan dalam peredaran darah. Ini mengakibatkan infeksi bisa terjadi di seluruh organ tubuh.
Sepsis Neonatorium
Sepsis neonatorium adalah suatu infeksi bakteri berat yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Terjadi kurang dari 1% pada bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri ini 5x lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2x lebih sering menyerang bayi laki-laki.
Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam setelah lahir. Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih, kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit). Penyebabnya adalah infeksi bakteri.
Beberapa kasus sepsis pada bayi baru lahir yang disebut dengan sepsis neonatorum dapat disebabkan oleh faktor ibu. Mikroorganisme memasuki tubuh bayi melalui ibu selama kehamilan atau proses kelahiran, seperti perdarahan, demam atau infeksi pada ibu, ketuban pecah lebih dari 12 jam sebelum persalinan, dan proses persalinan yang lama. Risiko terjadinya sepsis meningkat pada kasus ketuban pecah sebelum waktunya dan perdarahan atau infeksi pada ibu.
Gejala Bayi Sepsis
Gejala yang umum adalah bayi tampak lesu, tidak kuat mengisap ASI, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala lainnya adalah gangguan pernapasan, kejang, jaundice (sakit kuning), muntah, diare, perut kembung, kadang juga ditemukan bercak-bercak merah di kulit.
Akibat
Beragam gejala tersebut tergantung pada sumber infeksi dan penyebarannya. Misal, infeksi pada tali pusat (omfalitis) bisa menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusar. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak bisa menyebabkan koma, kejang, dan opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena. Infeksi pada persendian bisa menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan, dan sendi yang terkena teraba hangat. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) bisa menyebabkan pembengkakan perut dan diare berdarah.
Pengobatan
Untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan mikroskopis maupun pembiakan bakteri terhadap contoh darah, air kemih maupun cairan dari telinga dan lambung. Sedangkan pengobatannya dengan memberikan antibiotik  (Injeksi Benzil Penisilin di kombinasikan dengan Injeksi Aminoglikosida dan Eritromisin) melalui infus. Pada kasus tertentu, mungkin perlu diberikan antibodi yang dimurnikan atau sel darah putih.

       2.2.2. IKTERUS (penyakit kuning)
Ikterus adalah perubahan warna kulit / sclera mata (normal beerwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis (normal), terdapat pada 25% – 50% pada bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga bisa merupakan hal yang patologis (tidak normal) misalnya akibat berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis (infeksi berat), penyumbatan saluran empedu, dan lain-lain.
Selain pada bayi baru lahir ikterus juga dapat terjadi pada bayi dan balita.
  • Ikterus fisiologis 
-Ikterus yang timbul pada hari ke dua dan ke tiga.
-Tidak mempunyai dasar patologis.
-Kadarnya tidak melampaui kadar yang membahayakan.
-Tidak mempunyai potensi menjadi kern-icterus.
-Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.

  • Ikterus patologis ialah
-Ikterus yang mempunyai dasar patologis.
-Kadar bilirubinnya mencapai nilai hiperbilirubinemia.
            Ikterus baru dapat dikatakan fisiologis apabila sesudah pengamatan dan pemeriksaan selanjutnya tidak menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi kern-icterus
            Yang sangat berbahaya pada ikterus ini adalah keadaan yang disebut “Kernikterus”. Kernikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Gejalanya antara lain: mata yang berputar, kesadaran menurun, tak mau minum atau menghisap, ketegangan otot, leher kaku, dan akhirnya kejang, Pada umur yang lebih lanjut, bila bayi ini bertahan hidup dapat terjadi spasme (kekakuan) otot, kejang, tuli, gangguan bicara dan keterbelakangan mental.

Hiperbillirubinemia
Hiperbillirubinemia ialah suatu keadaan dmana kadar hiperbilirubinea mencapai suatu nilai yang mempunyai suatu potensi kern-ikterus apabila tidak ditanggulangi dengan baik. Sebagian besar hiperbillirubinea ini proses erjadinya mempunyai dasar patologik. 
Mengatasi hiperbilirubinemia
  • Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi.
  • Transfusi tukar darah.
Indikasi transfusi tukar darah
  • Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≥ 20 mg%.
  • Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3 – 1 mg% per jam.
  • Anemia yang berat pada bayi baru lahir dengan gejala gagal jantung.
  • Kadar Hb tali pusat < 14 mg% dan uji Coombs direk positif.
Penyebab Ikterus
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
  1. Produksi yang berlebihan, misalnya pada pemecahan darah (hemolisis) yang berlebihan pada incompatibilitas (ketidaksesuaian) darah bayi dengan ibunya.
  2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi liver.
  3. Gangguan transportasi karena kurangnya albumin yang mengikat bilirubin.
  4. Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau kerusakan sel liver).
Penatalaksanaan
  1. Bawa segera ke tenaga kesehatan untuk memastikan kondisi ikterus pada bayi kita masih dalam batas normal (fisiologis) ataukah sudah patologis.
  2. Dokter akan memberikan pengobatan sesuai dengan analisa penyebab yang mungkin. Bila diduga kadar bilirubin bayi sangat tinggi atau tampak tanda-tanda bahaya, dokter akan merujuk ke RS agar bayi mendapatkan pemeriksaan dan perawatan yang memadai.
  3. Di rumah sakit, bila diperlukan akan dilakukan pengobatan dengan pemberian albumin, fototerapi (terapi sinar), atau tranfusi tukar pada kasus yang lebih berat.
Terapi sinar pada ikterus bayi baru lahir:
Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama-tama diperhatikan oleh salah seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat tersebut melihat bahwa bayi yang mendapatkan sinar matahari di bangsalnya ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan dengan bayi lainnya. Cremer (1958) yang mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penelitian mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya terbukti bahwa disamping sinar matahari, sinar lampui tertentu juga mempunyai pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi prematur yang diselidikinya.
Terapi sinar tidak hanya bermanfaat untuk bayi kurang bulan tetapi juga efektif terhadap hiperbilirubinemia oleh sebab lain. Pengobatan cara ini menunjukkan efek samping yang minimal, dan belum pernah dilaporkan efek jangka panjang yang berbahaya.
Pencegahan Ikterus
Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan cara pengawasan kehamilan dengan baik dan teratur, untuk mencegah sedini mungkin infeksi pada janin, dan hipoksia(kekurangan oksigen) pada janin di dalam rahim. Pada masa persalinan, jika terjadi hipoksia, misalnya karena kesulitan lahir, lilitan tali pusat, dan lain-lain, segera diatasi dengan cepat dan tepat. Sebaiknya, sejak lahir, biasakan anak dijemur dibawah sinar matahari pagi sekitar jam 7 – jam 8 pagi setiap hari selama 15 menit dengan membuka pakaiannya.
       2.2.3  KEJANG
Kejang  terjadi akibat adanya kontraksi otot yang berlebihan dalam waktu tertentu tanpa bisa dikendalikan. Salah satu penyebab terjadinya kejang demam yaitu tingginya suhu badan anak. Timbulnya kejang yang disertai demam ini diistilahkan sebagai kejang demam (convalsio febrillis) atau stuip/step.
Masalahnya, toleransi masing-masing anak terhadap demam sangatlah bervariasi. Pada anak yang toleransinya rendah, maka demam pada suhu tubuh 38 C pun sudah bisa membuatnya kejang. Sementara pada anak-anak yang toleransinya normal, kejang baru dialami jika suhu badan sudah mencapai 39 C atau lebih.
Ciri – Ciri Kejang
Tentu saja dalam hal ini orang tua harus bisa membaca ciri-ciri seorang anak yang terkena kejang demam. Di antaranya:
* kedua kaki dan tangan kaku disertai gerakan-gerakan kejut yang kuat dan kejang-kejang selama 5 menit . bola mata berbalik ke atas
* gigi terkatup
* muntah
* tak jarang si anak berhenti napas sejenak.
* pada beberapa kasus tidak bisa mengontrol pengeluaran buang air besar/kecil.
* pada kasus berat, si kecil kerap tak sadarkan diri. Adapun intensitas waktu kejang juga sangat bervariasi, dari beberapa detik sampai puluhan menit.
KEJANG TANPA DEMAM
“Kejang-kejang kemungkinan bisa terjadi bila suhu badan bayi atau anak terlalu tinggi atau bisa juga tanpa disertai demam.”
Kejang yang disertai demam disebut kejang demam (convalsio febrilis). Biasanya disebabkan adanya suatu penyakit dalam tubuh si kecil. Misal, demam tinggi akibat infeksi saluran pernapasan, radang telinga, infeksi saluran cerna, dan infeksi saluran kemih. Sedangkan kejang tanpa demam adalah kejang yang tak disertai demam. Juga banyak terjadi pada anak-anak.
Kondisi kejang umum tampak dari badan yang menjadi kaku dan bola mata berbalik ke atas. Kondisi ini biasa disebut step atau kejang toniklonik (kejet-kejet). Kejang tanpa demam bisa dialami semua anak balita. Bahkan juga bayi baru lahir.
Umumnya karena ada kelainan bawaan yang mengganggu fungsi otak sehingga dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang. Bisa juga akibat trauma lahir, adanya infeksi-infeksi pada saat-saat terakhir lahir, proses kelahiran yang susah sehingga sebagian oksigen tak masuk ke otak, atau menderita kepala besar atau kecil.
Bayi yang lahir dengan berat di atas 4.000 gram bisa juga berisiko mengalami kejang tanpa demam pada saat melalui masa neonatusnya (28 hari sesudah dilahirkan). Ini biasanya disebabkan adanya riwayat ibu menderita diabetes, sehingga anaknya mengalami hipoglemi (ganggguan gula dalam darah). Dengan demikian, tidak demam pun, juga bisa kejang.”
Bayi dengan gangguan hipoglemik akibat kencing manis ini akan rentan terhadap kejang. “Contohnya, telat diberi minum saja, dia langsung kejang.” Uniknya, bayi prematur justru jarang sekali menderita kejang. “Penderitanya lebih banyak bayi yang cukup bulan. Diduga karena sistem sarafnya sudah sempurna sehingga lebih rentan dibandingkan bayi prematur yang memang belum sempurna.”
Penyebab
“Kejang tanpa demam bisa berasal dari kelainan di otak, bukan berasal dari otak, atau faktor keturunan,” penjabarannya satu per satu di bawah ini.
* Kelainan neurologis Setiap penyakit atau kelainan yang mengganggu fungsi otak bisa menimbulkan bangkitan kejang.
Contoh, akibat trauma lahir, trauma kepala, tumor otak, radang otak, perdarahan di otak, atau kekurangan oksigen dalam jaringan otak (hipoksia).
* Bukan neurologis Bisa disebabkan gangguan elektrolit darah akibat muntah dan diare, gula darah rendah akibat sakit yang lama, kurang asupan makanan, kejang lama yang disebabkan epilepsi, gangguan metabolisme, gangguan peredaran darah, keracunan obat/zat kimia, alergi dan cacat bawaan.
* Faktor keturunan Kejang akibat penyakit lain seperti epilepsi biasanya berasal dari keluarga yang memiliki riwayat kejang demam sama. Orang tua yang pernah mengalami kejang sewaktu kecil sebaiknya waspada karena anaknya berisiko tinggi mengalami kejang yang sama.
Penatalaksanaan
Penatalaksaan kejang meliputi :
1.  Penanganan saat kejang
* Menghentikan kejang : Diazepam dosis awal 0,3 – 0,5 mg/kgBB/dosis IV (Suntikan Intra Vena) (perlahan-lahan) atau 0,4-0,6mg/KgBB/dosis REKTAL SUPPOSITORIA. Bila kejang belum dapat teratasi dapat diulang dengan dosis yang sama 20 menit kemudian.
* Turunkan demam :
Anti Piretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO (Per Oral / lewat mulut) diberikan 3-4 kali sehari.
Kompres ; suhu >39º C dengan air hangat, suhu > 38º C dengan air biasa.
* Pengobatan penyebab : antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya.
* Penanganan sportif lainnya meliputi : bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, memberikan keseimbangan air dan elektrolit, pertimbangkan keseimbangan tekanan darah.
2. Pencegahan Kejang
* Pencegahan berkala (intermiten) untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam 0,3 mg/KgBB/dosis PO (Per Oral / lewat mulut) dan anti piretika  pada saat anak menderita  penyakit yang disertai demam.
* Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam vaproat 15-40 mg/KgBB/dosis PO (per oral / lewat mulut) dibagi dalam 2-3 dosis.

         2.2.4 GANGGUAN PERNAPASAN / respiratory distress syndrome (RDS)
Penyakit saluran pernapasan adalah salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang paling sering pada anak terutama pada bayi
RDS adalah perkembangan yang immature pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru.
RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disease.
(Suryadi dan Yuliani, 2001)
            RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnea (>60 x/menit), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. (Stark, 1986)
            Sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN) atau respiratory distress syndrome (RDS), merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea.
Etiologi
penyebab gangguan pernafasan pada bayi baru lahir antara lain:
·         Obstruksi jalan nafas
·         Penyakit parenkim paru-paru
·         Kelainan perkembangan organ
·         Kelainan susunan saraf pusat, asidosis metabolic, asfiksia
Patofisiologi
        
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%).
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi dan kehamilan kembar. Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi.  Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung, penurunan aliran darah ke paru, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.

Manifestasi klinik
Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA. (Stark, 1986). Syndrom ini berhubungan dengan kerusakan awal paru-paru yang terjadi di membran kapiler alveolar. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat masuknya cairan ke dalam ruang interstitial yang dipengaruhi oleh aktifitas surfaktan, akibatnya terjadi tanda-tanda atelektasis. Cairan juga masuk dalam alveoli dan mengakibatkan oedema paru.  Plasma dan sel darah merah keluar dari kapiler-kapiler yang rusak, oleh karena itu mungkin perdarahan merupakan manifestasi patologi yang umum.
2.2.5 Tetanus neonatorium
Etiologi
Penyebab penyakit ini ialah Clostridium tetani.  Kuman ini bersifat anaerobic dan mengeluarkan eksotoksin yang neorotropik.
Epidemiologi
Clostridium tetani terdapat di tanah dan traktus digestivus manusia serta hewan. Kuman ini dapat membuat spora yang tahan lama dan dapat berkembang baik dalam luka yang kotor atau jaringan nekrotik yang mempunyai suasana anaerobic.
Pada bayi penyakit ini di tularkan biasanya melalui tali pusat, yaitu karena pemotongan dengan alat yang tidak steril. Selain itu, infeksi dapat juga melalui pemakaian obat,bubuk,atau daun-daunan yang digunakan dalam perawatan tali pusat.
Penyakit ini masih banyak terdapat di Indonesia dan Negara-negara lain yang sedang berkembang. Mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya baru mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Penanganan yang sempurna memegang peranan penting dalam menurunkan angka mortalitas. Angka kematian tetanus neonatorum di rumah sakit besar di Indonesia dapat mencapai 80%. Tingginya angka kematian ini sangat bervariasi dan sangat tergantung pada saat pengobatan di mulai serta pada fasilitas dan tenaga perawatan yang ada di rumah sakit.


Patologi
Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak, pada sum-sum tulang belakang, dan terutama pada nukleus motorik. Kematian di sebabkan oleh asfiksia akibat spasmus laring pada kejang yang lama. Selain itu kematian dapat di sebabkan oleh pengaruh  langsung pada pusat pernafasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang lain ialah pneumonia aspirasi dan sepsis. Kedua sebab terakhir ini mungkin sekali merupaka sebab utama kematian tetanus neonatorum di Indonesia
Gambaran klinik
Masa inkubasi biasanya 3 sampai 10 hari. Gejala permulaan ialah kesulitan minum karena terjadinya trismus. Mulut mencucu seperti ikan (karpermond), sehingga bayi tidak dapat minum dengan baik. Kemudian dapat terjadi spasmus otot yang luas dan kejang umum. Leher menjadi kaku dan dapat terjadi opistotonus. Dinding abdomen kaku, mengeras dan kalu terdapat kejang otot pernafasan, dapat terjadi sianosis. Suhu dapat meningkat. Naiknya suhu ini mempunyai prognosis yang tidak baik.
Diagnosis
Diagnosis tetanus neonatorum tidak susah. Trismus, kejang umum dan mengakakunya otot-otot merupakan gejala utama tetanus neonatorum. Kejang mengkakunya otot-otot dapat pula di temukan misalnya pada  kernicterus, hipokalsemia, meningitis, trauma, trauma lahir, dan lain-lain. Gejala trismus biasanya hanya tetanus terdapat  pada tetanus.
Pengobatan
Pengobatan terutama untuk memperbaiki keadaan umum, menghilangkan kejang, mengikat toksin yang masih beredar, dan pemberian antibiotika terhadap infeksi.


·      Perawatan
1)      Bayi sebaiknya di rawat oleh perawat yang cakap dan berpengalaman. Sebaiknya disediakan 1 orang perawat untuk seorang bayi. Bayi harus di rawat di tempat yang tenang dengan penerangan dikurangi agar rangsangan bayi bagi timbulnya kejang kurang.
2)      Saluran pernafasan di jaga agar selalu bersih.
3)      Harus bersedia zat asam. Zat asam di berikan kalu terdapat sianosis, atau serangan apnea, dan pada waktu ada kejang.
4)      Pemberian makanan harus hati-hati dengan memakai pipa yang di buat dari polietilen atau karet
5)      Kalau pemberian makanan per os tidak mungkin, maka di beri makanan atau cairan intravena
·         Mengatasi kejang
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan aatu pemberian obat anti kejang. Obat yang dapat dipakai ialah kombinasi Fenobarbital dan Largaktil. Fenobarbital dapat di beriakan mula-mula 30 sampai 60mg parenteral, kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama nominal, mula-mula 7,5mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6x2,5mg setiap harinya. Kombinasi yang lain adalah nominal dan diazepam dan dosis setengah mg/kg berat badan. Obat anti kejang yang lain adalah kloralhidrat yang diberikan lewat rectum.
·         Pemberian antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S (anti tetanus serum) dengan dosis 10.000 satuan setiap hari selama 2 hari.
·         Pemberian antibiotika
Untuk mengatasi infeksi dapat digunakan pinisilin 200.000 satuan tiap hari dan diteruskan sampai 3 hari sesudah panas turun
Pencegahan
Pencegahan yang paling baik ialah pemotongan dan perawatan tali pusat yang baik, harus digunakan bahan-bahan dan alat-alat yang steril. Pemberian vaksinasi dengan suntikan toksoit pada ibu hamil dalam triwulan terakhir dapat memberi proteksi pada bayi.

       2.2.6  Diarea epidemic
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah.(Aziz,2006).
             Diare dapat juga didefenisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari. (Ramaiah,2002).
            Diare merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan. (Ngastiyah, 2003).

Patogenesis
         Mekanisme dasar yang menyebabkab timbulnya diare ialah :
1.Gangguan osmotik
         Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolik ke dalam rongga usus.
2. Gangguan sekresi
         Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolik ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

3.Gangguan motilitisusus
          Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.

Patofisiologi
          Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia)
2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah)
3. Hipoglikemia
4. Gangguan sirkulasi darah (Ngastiyah, 2003).

Gambaran Klinis
         
Mula-mula bayi atau balita cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tak ada, kemudian timbul diare, tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karenna sering defeksi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorsi oleh usus selama diare. (Ngastiyah, 2003)

Diagnosis
Diagnosi ditegakknan dengan melakukan pemeriksaan mikrobiologi yaitu biakan feses, darah, dan likuor serebrospinalis. Namun pada tempat – tempat yang endemis bila terdapat gejala klinis seperti gejala klinis seperti diare, panas, dan ikterus terapi yang terarah terhadap salmonelosis dapat dibenarkan.
Pengobatan
Tahap pertama pengobatan ialah memberikan cairan dan elektrolit untuk mengatasi dehidrasi dan asidosis.antibiotika perlu segera diberikan karena kuman ini toksisdan mudah menyebar secara hematogen. Antibiotika perlu segera diberikan karena kuman ini toksis dan mudah menyebar secara hematogen. Antibiotika harus sesuai dengan pemantauan resistensi kuman,pada saat ini obat yang efektif adalah Kloromisetin dengan dosis 50 mg/kg berat-badan, Sefalosporin generasi ketiga misalnya Sefatriaxone dan Amikasin. Ko-trimoksaso, cukup efektif tetapi tidak dapat diberikan pada bayi kurang bulan, neonatus di bawah 2 minggu, dan yang menderita ikterus.
Prognosis

                  
1      Pengertian :
Ada lima definisi dari miliariasis yaitu : Pendapat pertama Miliariasis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh tertutupnya saluran kelenjar keringat.(Hassan, 1984).
 Pendapat kedua, Miliariasis adalah kelainan kulit akibat retensi keringat, ditandai dengan adanya vesikel milier. (Adhi Djuanda, 1987).
Sedangkan yang ketiga, Milliariasis adalah dermatosis yang disebabkan oleh retens keringat akibat tersumbatnya pori kelenjar keringat. (Vivian, 2010)
Pendapat keemapat, mengatakan bahwa miliariasis adalah dermatosis yang timbul akibat penyumbatan kelenjar keringat dan porinya, yang lazim timbul dalam udara panas lembab seperti daerah tropis atau selama awal musim panas atau akhir musim hujan yang suhunya panas dan lembab. Karena sekresinya terhambat maka menimbulkan tekanan yang menyebabkan pecahnya kelenjar atau duktus kelenjar keringat. Keringat yang masuk ke jaringan sekelilingnya menimbulkan perubahan anatomi. Sumbatan disebabkan oleh bakteri yang menimbulkan peradangan dan oleh edema akibat keringat yang tak keluar (E.Sukardi dan Petrus Andrianto, 1988).
Pada pendapat kelima yaitu Miliariasis atau biang keringat adalah kelainan kulit yang timbul akibat keringat berlebihan disertai sumbatan saluran kelenjar keringat, yaitu di dahi, leher, bagian-bagian badan yang tertutup pakaian (dada dan punggung), serta tempat yang mengalami tekanan atau gesekan pakaian dan dapat juga dikepala. Keadaan ini biasanya di dahului oleh produksi keringat yang berlebihan, dapat diikuti rasa gatal seperti ditusuk, kulit menjadi kemerahan dan disertai banyak gelembung kecil berair. (Arjatmo Tjoktronegoro dan Hendra Utama, 2000).
Milliariasis disebut juga sudamina, biang keringat, keringat buntet, liken tropikus, atau pickle heat . ( Adhi Djuanda, 1987)

2.2      ETIOLOGI :
Penyebab terjadinya miliariasis ini adalah udara yang panas dan lembab.
Sering terjadi pada cuaca yang panas dan kelembaban yang tinggi. Akibat tertutupnya saluran kelenjar keringat terjadilah tekanan yang menyebabkan pembengkakan saluran atau kelenjar itu sendiri, keringat yang menembus ke jaringan sekitarnya menimbulkan perubahan-perubahan anatomis pada kulit berupa papul atau vesikel.



2.3      PATOFSIOLOGI :

          Patofisiologi terjadinya milliariasis diawali dengan tersumbatnya pori-pori kelenjar keringat, sehingga pengeluaran keringat tertahan. Tertahannya pengeluaran keringat ditandai dengan adanya vesikel miliar di muara kelenjar keringat lalu disusul dengan timbulnya radang dan edema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar kemudian diabsorpsi oleh stratum korneum.
Milliariasis sering terjadi pada bayi prematur karena proses diferensiasi sel epidermal dan apendiks yang belum sempurna. Kasus milliariasis terjadi pada 40-50% bayi baru lahir. Muncul pada usia 2-3 bulan pertama dan akan menghilang dengan sendirinya pada 3-4 minggu kemudian. Terkadang kasus ini menetap untuk beberapa lama dan dapat menyebar ke daerah sekitarnya.


2.4. DIAGNOSA:

Adanya papul dan vesikel miliar terutama didaerah yang banyak kelenjar ekrin, dengan atau tanpa eritem, kadang-kadang ada pustel miliar tidak pada folikel rambut.


2.5      KLASIFIKASI MILIARIS :

Tergantung dari letak kelainan, maka terdapat beberapa bentuk miliaria, diantaranya yaitu:


1.     Miliaria kristalina :
Pada penyakit ini terlihat vesikel berukuran 1-2 mm  berisi cairan jernih tanpa disertai kulit kemerahan, terutama pada badan setelah banyak berkeringat, misalnya karena hawa panas. Vesikel bergerombol tidak disertai tanda-tanda radang atau inflamasi pada bagian badan yang tertutup pakaian. Umumnya tidak memberi keluhan subjektif dan sembuh dengan sisik yang halus. Pada gambaran histopatologik terlihat gelembung intra/subkorneal. Pengobatan tidak diperlukan, cukup dengan menghindari panas yang berlebihan, mengusahakan ventilasi yang baik, pakaian tipis dan menyerap keringat.

2.   Miliaria rubra :

Penyakit ini lebih berat daripada miliariasis kristalina. Terdapat pada badan dan tempat-tempat tekanan ataupun gesekan pakaian. Terlihat papul merah atau papul vesikular ekstrafolikular yang sangat gatal dan pedih. Milliaria jenis ini terdapat pada orang yang tidak biasa pada daerah tropik. Kelainan bentuknya dapat berupa gelembung merah kecil, 1-2 mm, dapat tersebar dan dapat berkelompok.
Patogenesisnya belum diketahui pasti, terdapat dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan primer, banyak keringat dan perubahan kualitatif, penyebabnya adanya sumbatan keratin pada muara kelenjar keringat dan perforasi sekunder pada bendungan keringat di epidermis. Pendapat kedua mengatakan bahwa primer kadar garam yang tinggi pada kulit menyebabkan spongiosis dan sekunder terjadi pada muara kelenjar keringat. Staphylococcus juga diduga memiliki peranan. Pada gambaran histopatologik gelembung terjadi pada stratum spinosum sehingga menyebabkan peradangan pada kulit dan perifer kulit di epidermis.
Daerah predileksi sama seperti pada miliaria kristalina. Lesinya berupa papulo vesikula eritematosa yang sangat gatal dan diskrit, kemudian konfluens dengan dasar merah, sering terjadi maserasi karena terhalangnya penguapan kelembaban. Keringat keluar ke stratum spinosum. Bisa terjadi infeksi sekunder dengan impetigo dan furunkulosis, terutama pada anak-anak. Terutama timbul pada bagian tubuh yang tertutup pakaian seperti punggung dan dada.



3.  Miliaria profunda :

Bentuk ini agak jarang terjadi kecuali didaerah tropis. Kelainan ini biasanya timbul setelah miliaria rubra.ditandai dengan papula putih, kecil, keras, berukuran 1-3 mm. Terutama terdapat di badan ataupun ekstremitas. Karena letak retensi keringat lebih dalam maka secara klinik lebih banyak berupa papula daripada vesikel. Tidak gatal, dan tidak terdapat eritema.
Pada gambaran histopatologik tampak saluran kelenjar keringat yang pecah pada dermis bagian atas atau tanpa infiltrasi sel radang. Pengobatan dengan cara menghindari panas dan kelembaban yang berlebihan, mengusahakan regulasi suhu yang baik, menggunakan pakaian yang tipis, pemberian losio calamin dengan atau tanpa menthol 0,25% dapat pula resorshin 3% dalam alkohol.
Daerah predileksi dapat dimana saja, kecuali muka, ketiak, tangan, dan kaki. Lesi berupa vesikel yang berwarna merah daging, disertai gejala inflamasi maupun keluhan rasa gatal, disebabkan penyumbatan di bagian atas kutis. Kelenjar-kelenjar keringat tersebut sama sekali tidak berfungsi. Biasanya timbul setelah menderita milliaria rubra yang hebat.

4.   Miliaria pustulosa :

Pada umumnya didahului oleh dermatosis yang menyebabkan gangguan saluran kelenjar ekrin dan terjadi pustel superfisial. Lesinya berupa pustula steril yang gatal, tegas, superfisial dan tak berhubungan dengan folikel rambut.


Bila pengobatan terlambat maka angka kematian dapat mencapai 50%, karena kuman ini cepat menyebar menjadi sepsis. Setiap diare pada neonatus yang disertai dengan panas dan ikterus maka Salmoneolosis harus dipikirkan.



BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
            Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua system
Masa perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Maka dari itu masa-masa neonatus adalah masa yang diperlukan pengawasan ketat baik dari tenaga medis maupun dari orang tunya sendiri. Karena apabila pengawasan itu tidak dilakukan dengan baik akan berakibat fatal yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit.
            Penyakit yang lazim terjadi pada neonatus antara lain ikterus, infeksi / sepsis, kejang, gangguan pernafasan, diare, dll.
            Dimana ikterus merupakan perubahan warna kulit / sclera mata (normal beerwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah.  Kejang  terjadi akibat adanya kontraksi otot yang berlebihan dalam waktu tertentu tanpa bisa dikendalikan.sedangkan  Infeksi atau sepsis merupakn suatu infeksi bakteri berat yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir .Sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam setelah lahir. Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih, kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit). Penyebabnya adalah infeksi bakteri.
            Adapun penyakit yang terjadi pada neonatus adalah gangguan system pernapasan yang merupakan gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnea (>60 x/menit), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam (Stark, 1986). Serta yang sering terjadi yaitu penyakit diare. Semua penyakit ini tidak hanya dapat terjadi pada neonatus saja tetapi pada bayi dan balita.
2.1 BERCAK MONGOL
2.1.1. Definisi
Bercak Mongol adalah bercak berwarna biru yang biasanya terlihat di bagian atau daerah sacral, walaupun kadang terlihat di bagian tubuh yang lain. Bercak mongol biasanya terjadi pada anak-anak yang dilahirkan oleh orang tua Asia dan Afrika, kadang-kadang terjadi pada anak-anak dengan orangtua mediterania. ( Mayes Midwifery Textbook).
Bercak mongol adalah bercak berwarna biru yang terlihat di daerah lumbo sacral pada bayi yang memiliki pigmentasi kulit (kulit berwarna), warnanya seperti memar. Bercak mongol adalah lesi-lesi muskular berwarna abu-abu atau biru dengan batas tepi bervariasi, paling sering pada daerah prasakral, tapi dapat juga ditemukan di daerah posterior paha, tungkai, punggung, dan bahu. (Nelso, 1993)
Bintik Mongolia, daerah pigmentasi biru-kehitaman, dapat terlihat pada semua permukaan tubuh, termasuk pada ekstremitas. Bercak ini lebih sering terlihat di punggung dan bokong. Daerah pigmentasi ini terlihat pada bayi-bayi yang berasal dari Mediterania, Amerika Latin, Asia, Afrika, atau beberapa wilayah lain di dunia. Bercak-bercak ini lebih sering terlihat pada individu berkulit lebih gelap tanpa memperhatikan kebangsaannya. Bercak ini secara bertahap akan lenyap dengan sendirinya dalam hitungan bulan atau tahun (Dasar-dasar Keperawatan Maternitas Edisi 6, Persis Mary Hilton, EGC)
Bercak mongol adalah bercak datar normal berwarna hijau kebiruan atau abu kebiruan yang ditemukan pada 90% bayi Amerika, Asia, Hispanik dan Afrika Amerika dan 10%nya terjadi pada bayi Kaukasia, khususnya keturunan Mediterania. Paling sering pada daerah punggung, bokong, tapi dapat pula ditemukan pada bagian tubuh lain. Memiliki bermacam ukuran dan bentuk, tidak memiliki hubungan dengan penyakit tertentu. Kebanyakan akan memudar pada usia 2 atau 3 tahun, walaupun bekasnya akan bertahan sampai dewasa. (www.legachyhealth.org)
Bercak mongol terlihat seperti bercak rata berwarna biru, biru hitam, atau abu-abu dengan batas tegas, bisa berukuran sangat besar dan mirip dengan tanda lebam. Umumnya terdapat pada sisi punggung bawah, juga paha belakang, kaki, punggung atas dan bahu. Biasanya dimiliki pada 9 dari 10 anak berkulit hitam, keturunan Mediterania dan keturunan Indian dan sangat jarang terjadi pada bayi berambut pirang dan berwarna biru. (www.conectique.com)
Bercak mongol merupakan sekumpulan padat melanosit, sel kulit yang mengandung melanin, pigmen normal kulit. Saat melanosit muncul ke permukaan kulit, akan terlihat coklat tua. Semakin jauh dari permukaan kulit, melanosit akan terlihat semakin biru. Selain itu, bercak mongol tidak berhubungan dengan memar atau kondisi medis lainnya. Bercak mongol tidak menjurus pada kanker ataupun masalah lain. (www.drgreene.com)

2.1.2. Etiologi
Bercak mongol adalah bawaan sejak lahir, warna khas dari bercak mongol ditimbulkan oleh adanya melanosit yang mengandung melanin pada dermis yang terhambat selama proses migrasi dari krista neuralis ke epidermis. Lebih dari 80% bayi yang berkulit hitam. Orang Timur dan India Timur memiliki lesi ini, sementara kejadian pada bayi yang kulit putih kurang dari 10%. Lesi-lesi yang tersebar luas, terutama pada tempat-tempat yang tidak biasa cenderung tidak menghilang.
Hampir 90% bayi dengan kulit berwarna atau kulit Asia (Timur) lahir dengan bercak ini,namun pada bayi Kaukasia hanya 5 %. Lesi ini biasanya berisi sel melanosit yang terletak di lapisan dermis sebelah dalam atau di sekitar folikel rambut. Kadang-kadang tersebar simetris, dapat juga unilateral. Bercak ini hanya merupakan lesi jinak dan tidak berhubungan dengan kelainan-kelainan sistemik. (iskandar, 1985)

2.1.3. Gejala Klinis
Tanda lahir ini biasanya berwarna coklat tua, abu-abu batu, atau biru kehitaman. Terkadang bintik mongol ini terlihat seperti memar. Biasanya timbul pada bagian punggung bawah dan bokong, tetapi sering juga ditemukan pada kaki, punggung, pinggang, dan pundak. Bercak mongol juga bervariasi dalam ukuran, dari sebesar peniti sampai berdiameter enam inchi. Seorang anak bisa memiliki satu atau beberapa bercak mongol. (www.drgreene.com).
Adanya bercak kebiru-biruan atau biru-kehitaman pada bagian punggung, bokong. Bagian bawah spina, pada bahu atau bagian lainnya. Biasanya bercak mongol ini terlihat sebagai :
1.      Luka seperti pewarnaan.
2.      Daerah pigmentasi memiliki tekstur kulit yang normal.
3.      Area datar dengan bentuk yang tidak teratur.
4.      Biasanya akan menghilang dalam hitungan bulan atau tahun.
5.      Tidak ada komplikasi yang ditimbulkan.

2.1.4. Penatalaksanaan
Bercak mongol biasanya menghilang dalam beberapa tahun pertama, atau pada 1-4 tahun pertama sehingga tidak memerlukan perlindungan khusus. Namun, bercak mongol multiple yang tersebar luas, terutama pada tempat-tempat biasa, cenderung tidak akan hilang, tapi dapat menetap sampai dewasa.
Sumber lain menyatakan bahwa bercak mongol ini mulai pudar pada usia dua tahun pertama dan menghilang antara usia 7-13 tahun. Kadang-kadang juga menghilang setelah dewasa. Sebagian kecil, sekitar 5% anak yang lahir dengan bercak mongol masih memiliki bercak mongol hingga mereka dewasa. Bercak mongol ini biasanya tidak berbahaya dan tidak memerlukan perawatan ataupun pencegahan khusus.
Nervus Ota (Daerah zigomaticus) dan Nervus Ito (daerah sclera atau fundus mata atau daerah delto trapezius) biasanya menetap, tidak perlu diberikan pengobatan. Namun, bila penderita telah dewasa, pengobatan dapat dilakukan dengan alasan estetik. Akhir-akhir ini dianjurkan pengobatan dengan menggunakan sinar laser.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan oleh bidan dalam hal ini adalah dengan memberikan konseling pada orang tua bayi. Bidan menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan bintik mongol, menjelaskan bahwa bintik mongol ini akan menghilang dalam hitungan bulan atau tahun dan tidak berbahaya serta tidak memerlukan penanganan khusus sehingga orang tua bayi tidak merasa cemas.


CONTOH : GAMBAR BAYI DENGAN BECAK MONGOL DI LENGAN DAN BOKONG


BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan dan Saran
Becak Mongol Adalah : bercak berwarna yang biasanya terlihat di bagian atau daerah sacral, di daerah posterior paha,tungkai, punggung dan bahu. Bercak mongol biasanya terjadi pada anak-anak yang di lahirkan oleh orang tua asia dan aerika, kadang-kadang terjadi pada anak-anak dengan orang tua Mediterania (babycaredirectiry)
Bercak Mongol Adalah : Tanda laghir ini sering dijumpai pada bayi-bayi Asia. Tanda lahir ini memiliki warna biru kehitaman, dan sering muncul di daerah lengan, punggung, atau bokong bayi.
Umumnya para ibu khawatir dengan tanda lahir atau toh yang tampak pada bayinya. Benarkah membahayakan?
Menurut dr. A.D. Pasaribu, Sp.A dari RS Hermina Podomoro, kemunculan tanda lahir disebabkan ada hal-hal tertentu yang terjadi dalam proses jalan lahir, semisal trauma lahir atau terjadi pembuluh darah melebar.
Soal bahaya atau tidak, menurutnya, harus dilihat dulu dari perkembangan tanda lahir ini. Misalnya ada tanda kemerahan. Bila karena jalan lahir, biasanya sehari juga akan hilang. Tapi kalau setelah seminggu masih tetap ada, maka harus dipantau lagi perkembangannya. "Umumnya, tanda lahir ini tak membahayakan,"



DAFTAR PUSTAKA

1.      DepKes RI, 1992 Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks keluarga
2.      Saifudin Abdul Bahri. 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal neonatal.YBP_SP.Jakarta
3.      JHPIEGO.2003. Panduan pengajar asuhan kebidanan fisiologi bagi dosen diploma III kebidanan. Buku 5 asuhan bayi baru lahir,Pusdiknakes.Jakarta
4.      Modul Asuhan Persalinan Normal
5.      Derek I.Jonnston, Dasar-Dasar Pediatri, Penerbit Buku Kedokteran.ECG
7.      Babycare Directory, Kiat Sukses Mencetak Bayi Sehat Dan Cerdas








KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan.Dalam makalah ini kami membahas “ASUHAN NEONATUS BAYI DAN BALITA”, adapun pembahasan utama pada makalah ini adalah tentang tanda lahir yaitu “ Bercak Mongol “
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak, baik pembaca dan terutama dari Ibu Dr. Mezly Andina Sebagai Dosen Pembimbing yang bersifat membangun, agar kami lebih baik lagi di masa yang akan datang,
Akhir kata penulis mengucapkan Terima Kasih, selamat membaca dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, amin..

Wasalam
Medan, 8 Desember 2009

INFEKSI, SINDROM KEMATIAN BAYI MENDADAK DAN OBSTIPASI BBL

2.1 INFEKSI
2.1.1 Pengertian Infeksi
Menurut kamus kedokteran infeksi merupakan penembusan dan penggandaan di dalam tubuh dari organisme yang hidup ganas seperi bakteri, virus, dan jamur.
Infeksi adalah kolonisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap organisme inang, dan bersifat membahayakan inang. (Wikipedia bahasa Indonesia).
Sedangkan infeksi perinatal yaitu infeksi pada neonatus yang terjadi pada masa prenatal, antenatal, intranatal dan postnatal. Infeksi pada neonatus lebih sering ditemukan pada bayi baru lahir dan pada bayi yang lahir dirumah sakit.
Beberapa mikroorganisme tertentu dapat menyebabkan janin menderita infeksi dan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Kadang-kadang infeksi janin ini tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit infeksi si ibu.
Infeksi pada neonatus merupakan sebab yang penting terhadap terjadinya morbiditas dan mortalitas selama periode ini. Lebih kurang 2% janin dapat terinfeksi in utero dan 10% bayi baru lahir terinfeksi selama persalinan atau dalam bulan pertama kehidupan. Para peneliti menemukan tanda inflamasi pada kira-kira 25% kasus autopsi, selain ini merupakan penyebab kedua terbanayak setelah penyakit membran hialin.
2.1.2 Patofisiologi Infeksi
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum. Pada infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik, pada saat itu terjadi reaksi ringan limporetikularis di seluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit dan sel pembuat antibodi (limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi akut, reaksi ini terus berlangsung selama terjadi proses pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reaksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau bekumpul di jaringan tubuh yang lain membentuk flegman (peradangan yang luas di jaringan ikat). (Sjamsuhidajat R, 1997 ).
Gambaran klinis infeksi pasca bedah adalah : Rubor (kemerahan), kalor (demam setempat) akibat vasodilatasi dan tumor (bengkak) karena eksudasi. Ujung syaraf merasa akan terangsang oleh peradangan sehingga terdapat rasa nyeri (dolor). Nyeri dan pembengkan akan mengakibatkan gangguan faal, dan reaksi umum antara lain berupa sakit kepala, demam dan peningkatan denyut jantung (Sjamsuhidajat R. 1997.).
Penyebab Infeksi
Infeksi kongenital/bawaan (congenital infection)
Banyak infeksi yang mengenai bayi baru lahir ditularkan dari ibu ke bayi, baik selama kehamilan atau proses persalinan. Umumnya disebabkan virus dan parasit seperti HIV (yang menyebabkan AIDS), rubella, cacar air, sifilis, herpes, toksoplasmosis, dan citomegali virus.
Streptokokus grup B
Streptokokus grup B adalah bakteri yang umum dapat menyebabkan berbagai infeksi pada bayi baru lahir, yaitu sepsis, pneumonia dan meningitis. Bayi umumnya mendapat bakteri dari ibu selama proses kelahiran, banyak perempuan hamil membawa bakteri ini dalam rektum atau vagina. Ibu dapat mentransmisikan bakteri ini kepada bayi mereka jika mereka tidak diobati dengan antibiotik.
Escherichia coli (E.coli)
Escherichia coli (E.coli) adalah bakteri lain sebagai penyebab infeksi pada bayi baru lahir dan dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih, sepsis, meningitis dan pneumonia. Setiap orang membawa E.coli di tubuhnya dan bayi dapat terinfeksi dalam proses kelahiran saat bayi melewati jalan lahir atau kontak dengan bakteri tersebut di rumah sakit atau rumah. Bayi baru lahir yang menjadi sakit karena infeksi E.coli memiliki sistem kekebalan tubuh yang belum matang sehingga mereka rentan untuk sakit.
Jamur candida
Pertumbuhan berlebihan dari jamur candida, jamur yang ditemukan pada tubuh setiap orang, dapat mengakibatkan infeksi kandidiasis. Pada bayi baru lahir umumnya berupa ruam popok (diaper rush), dapat juga berupa sariawan (oral thrush) di mulut dan tenggorokan. Infeksi ini menyebabkan luka di sudut mulut dan bercak putih di lidah, langit-langit, bibir dan pipi bagian dalam. Bayi baru lahir seringkali mendapat jamur ini dari vagina ibu dalam proses kelahiran.
Macam-macam infeksi pada neonatus
Macam-macam infeksi pada neonatus dintaranya adalah:
Tetanus neonatorum
Merupakan penyakit infeksi pada neonatus yang sering menyebakan kematian, disebabkan oleh kuman tetanus yang memasuki tubuh melalui luka. Penyakit ini disertai dengan kekejangan otot yang berat.
CMV (Citomegali Viruses)
Biasanya gejalanya ringan atau sama sekali tidak ada. Pada infeksi yang telah lengkap terdapat ikterus, lesimakulopapular, generalisata disertai purpura atau petekie.
Virus herpes simplex
Biasanya infeksi herpes simpleks pada neonatus merupakan infeksi herpes tipe II, diduga penularan lewat jalan lahir pada saat persalinan. Bayi mulai sakit pada hari ke-4 disertai erupsi vesicular luar yang juga mengenai mata dan mukosa mulut. Bila bayi hidup biasanya terdapat gejala sisa berupa kelainan neurologik.
2.1.5 Patogenesis
Infeksi neonatus dapat melalui beberapa cara dan di bagi dalam 3 golongan yaitu:
Infeksi antenatal
Pada masa antenatal kuman masuk ke tubuh janin melalui peredaran darah ibu ke plasenta dan selanjutnya infeksi melalui serkulasi umbilikalis masuk ke janin.
Infeksi intranatal
Infeksi intranatal lebih sering terjadi dengan cara kuman dari vagina naik dan masuk kedalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Pecah ketuban lebih dari 12 jam akan menjadi penyebab timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat terjadi walaupun ketuban masih utuh. Misalnya pada partus lama dan sering dilakukan pemeriksaan dalam. Janin terkena infeksi karena inhalasi likuor yang septic sehingga terjadi pneumonia congentinal atau karena kuman memasuki peredaran darahnya dan menyebabkan seplikerta. Infeksi intranatal dapat juga terjadi dengan jalan kontak langsung dengan kuman yang terdapat dalam vagina misalnya blennorhoe.
Infeksi pascanatal
Infeksi terjadi sesudah bayi lahir lengkap, infeksi terjadi akibat penggunaan alat-alat perawatan yang tidak steril, tindakan yang tidak antiseptik, atau dapat juga terjadi akibat infeksi silang, misalnya tetanus neonatorum, omfalitis, dan lain-lain.
2.1.6 Gejala Infeksi
Tanda infeksi pada bayi biasanya tidak khas seperti yang terdapat pada bayi yang lebih tua ada beberapa gejala yaitu:
Bayi malas minum
Gelisah mungkin juga dapat menjadi letargi
Frekuensi pernapasan meningkat
Berat badan menurun
Pergerakan kurang
Muntah
Diare
Sklerema, oedema
Perdarahan,ikterus, kejang, suhu meningkat yaitu lebih dari 38,5oC.
Hipotermi dan hipertermi
Pembagian Infeksi Perinatal:
Infeksi berat termasuk sepsis neonatorum, meningitis, pneumonia, diare epidemik, pielonefritis, osteitis akut dan tetanus neonatorum.
Infeksi ringan, terdiri dari infeksi pada kulit, oftalmia neonatorum, infeksi umbilicus (epifalitis) dan monoliasis. Faktor-faktor utama berperan dalam terjadinya infeksi dan menentukan beratnya infeksi pada neonatus. Hal tersebut menekankan pentingnya diagnosis dini yang tepat serta pengobatan yang memadai. Faktor tersebut adalah:
Macam mikroorganisme penyebab termasuk virus, bakteri, fugus, protozoa, chamydia dan mycoplasma.
Gambaran klinis infeksi pada neonatus tidak khas sehingga sering tidak atau terlambat terdiagnisis.
Beberapa uji labolatorium rutin untuk membantu diagnosis infeksi sering tidak atau terlambat.
Mekanisme daya tahan tubuh neonatus masih imatur sehingga memudahkan invasi mikroorganisme. Oleh karena itu infeksi mudah menjadi berat dan dapat menimbulkan kematian dalam waktu beberapa jam atau beberapa beberapa hari tidak mendapat pengobatan yang tepat.
Banyak infeksi bakteri disebabkan oleh mikroorganisme yang reaktif telah resisten terhadap antibiotik.
2.1.7 Pencegahan infeksi
Mencuci tangan sampai siku dengan sabun dan air mengalir selama 2 menit sebelum masuk ke tempat rawat bayi.
Mencuci tangan dengan antiseptik atau sabun setiap sebelum dan sesudah memegang seorang bayi.
Melakukan tindakan untuk mengurangi kontaminasi pada makanan bayi dan semua benda yang berhubungan langsung dengan bayi.
Mencegah kontaminasi melalui udara
Mencegah jumlah bayi yang terlalu banyak dalam satu ruangan.
Ada pemisahan di kamar bersalin antara bagian septik dan aseptik.
Di bangsal bayi baru lahir dipisahkan antara partus aseptik dan septik.
Dapur susu harus bersih dan cara mencampur susu harus aseptik, setiap bayi harus mempunyai tempat pakaian sendiri dan inkubator harus selalu dibersihkan, lantai ruangan setiap hari harus dibersihkan dengan antiseptik.
Pemakaian antibiotik dengan indikasi jelas.
Melarang petugas yang menderita infeksi masuk ke tempat bayi dirawat.
Hubungan antara bayi dan keluarga harus tetap dilaksanakan agar perkembangan bayi tidak terganggu. Sedangkan bahaya infeksi dapat dikurangi dengan cara mematuhi peraturan pencegahan infeksi.
2.1.8 Penatalaksanaan infeksi
Apabila suhu tinggi lakukan kompres dingin
Berikan ASI perlahan lahan sedikit demi sedikit
Apabila bayi muntah, lakukan perawatan muntah yaitu posisi tidur miring ke kiri / ke kanan
Apabila ada diare perhatikan personal hygiene dan keadaan lingkungan
2.1.9 Asuhan bidan
Beritahu ibu jika bayi demam pada dasarnya merupakan reaksi alamiah tubuh terhadap adanya infeksi. Jadi, saat bayinya mengalami infeksi, demam tak perlu ditakuti karena justru itu tanda bahwa mekanisme pertahanan tubuhnya bekerja dengan baik.
Memberitahu ibu untuk segera mengompres bayinya jika suhu tubuh bayi dirasakan telah tinggi
Jika suhu tubuh bayi setelah dikompres tetap tinggi maka berikan saran kepada ibu untuk membawa bayinya ke tenaga kesehatan untuk ditindaklanjuti
Rujuk segera ke rumah sakit, jelaskan kepada keluarga bahwa anaknya perlu dirujuk untuk perawatan selanjutnya
Beritahu ibu untuk selalu menjaga kebersihan dirinya, bayinya, dan lingkungannya
2.2 SINDROM KEMATIAN BAYI MENDADAK
2.2.1 Pengertian Sindrom Kematian Bayi Mendadak (SKBM)
Sindrom kematian bayi mendadak (SKBM) didefinisikan sebagai kematian mendadak pada bayi atau pada anak kecil yang tidak terkirakan anamnemis dan tidak terjelaskan dengan pemeriksaan postmoterm menyeluruh, yang meliputi otopsi, penyelidikan terjadinya kematian, dan tinjauan riwayat medis keseluruhan.
SKBM merupakan penyebab utama kematian bayi pascaneonatus di negara maju, umumnya mencapai 40–50% dari kematian bayi antara umur 1 bulan – 1 tahun, di Amerika Serikat angka SKBM adalah 1,3 /1000 kelahiran hidup paling tidak 6000 kematian terjadi setiap tahun. SKBM jarang sebelum umur 1 bulan, insiden puncak adalah 2-4 bulan dan 95% dari semua kasus SKBM terjadi pada umur 6 bulan.
2.2.2 Penyebab SKBM
Berbagai faktor genetik, lingkungan atau sosial telah dikaitkan dengan peningkatan resiko SKBM termasuk kelahiran prematur, terutama dengan riwayat apnea, BBLR, cuaca dingin, ibu muda yang tidak menikah, kondisi sosial ekonomi yang buruk termasuk populasi yang padat, riwayat ibu perokok, anemia, penggunaan narkotika, cacat batang otak, fungsi saluran nafas yang abnormal dan hiperaktif, riwayat SKBM pada saudara sekandung, riwayat ”hampir hilang”, atau episode SKBM yang abortif (misalnya; masa dimana bayi berhenti bernapas, menjadi sianosis atau pucat, serta menjadi tidak responsif, tapi berhasil diresusitasi).
Tanda dan gejala:
Bayi mempunyai suara tangisan yang bernada lebih tinggi atau lebih rendah dari normal.
Mengalami takikardi dengan variasi denyut yang lebih dari normal.
Meningkatnya frekuensi pernafasan serta penurunan insiden apnea.
Labilitas yang lebih tinggi dari normal dan stabilitas denyut jantung yang lebih buruk.
2.2.3 Patofisiologi SKBM
Temuan postmortem adalah terkait langsung dengan kelainan perkembangan batang otak dan asfiksia kronis. Perubahan asfiksi adalah akibat kelainan yang mendasar yang menyebabkan gangguan perkembangan batang otak atau akibat disfungsi batang otak. Berdasarkan data postmortem dan kelainan fungsi yang ada pada bayi dengan risiko tinggi untuk SKBM, hipotesis yang paling kuat untuk menjelaskan SKBM adalah kelainan batang otak dalam mengendalikan kardiorespirasi.
Peningkatan risiko SKBM yang terkait dengan banyak faktor obstetri menunjukkan bahwa lingkungan dalam rahim calon korban SKBM adalah suboptimal. Ibu merokok selama kehamilan meningkatkan dua kali risiko SKBM, bayi dari ibu perokok juga tampak meninggal pada umur yang lebih muda. Risiko kematian membesar secara progresif sejalan dengan peningkatan pajanan rokok sehari-hari dan sejalan dengan menjeleknya anemia ibu. Iskemia janin yang disebabkan oleh vasokontriksi diduga merupakan mekanisme dimana merokok pada ibu merupakan predisposisi terjadinya SKBM.
Posisi tidur tengkurap pada bayi adalah faktor risiko bermakana untuk SKBM. Frkuensi SKBM tiga kali lebih besar bila posisi tidur yang terutama adalah tengkurap (di atas perut) daripada bila terlentang (di atas punggung). Program intervensi berdasarkan populasi untuk mengurangi tidur tengkurap telah menghasilkan penurunan yang besar prevalensi tidur tengkurap dan penurunan yang besar angka SKBM sebesar 50 % atau lebih.
2.2.4 Pencegahan SKBM
Untuk mencegah kemungkinan bayi terkena resiko SKBM maka dilakukan pencegahan sebagai berikut:
Orang tua berhenti merokok
Tidak menempatkan bayi tidur dengan posisi telungkup atau wajah menghadap kasur
Memberikan ASI yang cukup pada bayi agar bayi memiliki sistem imun yang kuat
Menidurkan bayi pada permukaan yang agak keras
Menghindarkan bayi dari suhu yang terlalu panas saat tidur
Peran Orangtua
Harap waspada jika anak sedang berada dalam ayunan atau tempat tidur dengan bantal, mainan lunak, dan besar, yang bisa menyebabkan muka bayi tertutup dan mempengaruhi dia bernapas. Jauhkan bayi anda dengan kondisi kepala terbuka. Pastikan suhu ruangan (sekitar 65 derajat Fahrenheit), terutama jika anda membedung bayi.
Orang tua jangan memakaikan baju berlebihan, pakailah pakaian seperlunya saat bayi tidur.
Orang tua sangat diharapkan tidak merokok di sekitar bayinya dan menjauhkan bayi dari orang-orang yang merokok.
Penatalaksanaan SKBM
Dengan kemajuan teknologi dan bertambah banyaknya orang tua yang mendapat informasi mengenai SKBM, maka tekanan untuk memantau ventilasi dan denyut jantung semakin meningkat. Terdapat kebutuhan untuk menentukan rentan normal dari denyut jantung, variasi kecepatan denyut jantung, frekuensi dan lama jeda pernapasan, sehingga bayi-bayi yang mungkin mendapat manfaat dengan pemantauan dapat diidentifikasi. Pemantauan denyut jantung (EKG) saat ini lebih maju secara teknis dibandingkan pemantauan ventilasi (pemantauan apnea). Pemantauan apnea tergantung pada gangguan mungkin tidak dapat mendeteksi obstruksi saluran nafas lengkap karena bayi tetap melanjutkan gerakan-gerakan pernapasan. Karena apnea yang serius dapat terabaikan jika hanya melakukan pemantauan gerakan torakoabdominal saja, maka harus disertakan pula pemantauan denyut jantung.
Pada saat ini, sulit untuk memutuskan apakah pemantauan di rumah diperlukan atau diinginkan, atau berapa lama harus dilakukan. Kesanggupan anggota keluarga untuk menangani alat pantau serta melakukan tindakan-tindakan yang tepat terhadap alarm serta alarm palsu merupakan faktor yang kritis dalam mengambil keputusan. Untuk saat ini, kami yakin bahwa program pemantauan di rumah seharusnya tidak terlepas dari riset yang mengevaluasi program tersebut beserta pengaruhnya.
Bahkan seandainya mungkin untuk pencegahan SKBM khususnya pada semua bayi beresiko tinggi, beberapa kasus akan terjadi pada bayi yang tidak dianggap beresiko. Dengan alasan ini dan karena menurut definisi kematian datang dengan cepat dan tanpa peringatan maka perlu diberikan dukungan psikologi dan emosi.
2.2.7 Asuhan bidan
Beritahu ibu cara menyusui yang benar dan aman karena dikhawatirkan ibu menyusui sambil berbaring yang dapat memungkinkan bayi mengalami sesak napas karena tertutup hidungnya.
Beritahu ibu untuk tidak membiarkan bayinya tidur dalam keadaan tengkurap, jika bayi tertidur seperti itu maka ibu seharusnya merubah posisi tidurnya.
Beritahu orang tua untuk berada jauh dari bayi saat merokok.
2.3 OBSTIPASI
2.3.1 Pengertian Obstipasi
Obstipasi merupakan salah satu gangguan pencernaan yang cukup banyak dijumpai pada neonatus, bayi, dan anak. Obstipasi diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya penurunan frekuensi atau berkurangnya defekasi. Pada sebagian besar kasus, biasanya bayi mengalami abdominal distension dan gagal mengeluarkan meconium dalam beberapa jam pertama kehidupan. Gagal BAB pada periode neonatal harus selalu dipertimbangkan sebagai suatu yang abnormal sampai terbukti bahwa hal tersebut merupakan kasus lain. Sekitar 94% bayi normal, secara spontan mengeluarkan meconeum dalam 24 jam setelah lahir dan 99,8 % BAB dalam 48 jam pertama.
Ada beberapa variasi pada kebiasaan buang air besar yang normal. Biasanya buang air besar 2-3 kali sehari tergantung jenis susu yang dikonsumsi akan tetapi masih mungkin normal bila buang air besar 36-48 jam sekali asal konsistensi tinja normal.
2.3.2 Patofisiologi Obstipasi
Kolon mempunyai fungsi menerima bahan buangan dari ileum, kemudian mencampur, melakukan fermentasi, dan memilah karbohidrat yang tidak diserap, serta memadatkannya menjadi tinja. Fungsi ini dilaksanakan dengan berbagai mekanisme gerakan yang sangat kompleks. Pada keadaan normal kolon harus dikosongkan sekali dalam 24 jam secara teratur. Diduga pergerakan tinja dari bagian proksimal kolon sampai ke daerah rektosigmoid terjadi beberapa kali sehari, lewat gelombang khusus yang mempunyai amplitudo tinggi dan tekanan yang berlangsung lama. Gerakan ini diduga dikontrol oleh pusat yang berada di batang otak, dan telah dilatih sejak anak-anak.
Proses sekresi di saluran cerna mungkin dapat megalami gangguan, yaitu kesulitan atau hambatan pasase bolus di kolon atau rektum, sehingga timbul kesulitan defekasi atau timbul obstipasi. Gangguan pasase bolus dapat diakibatkan oleh suatu penyakit atau dapat karena kelainan psikoneuorosis. Yang termasuk gangguan pasase bolus oleh suatu penyakit yaitu disebabkan oleh mikroorganisme (parasit, bakteri, virus), kelainan organ, misalnya tumor baik jinak maupun ganas, pasca bedah di salah satu bagian saluran cerna (pasca gastrektomi, pasca kolesistektomi).
2.3.3 Tanda dan gejala Obstipasi
Sering menangis
Susah tidur
Gelisah
Perut kembung
Kadang-kadang muntah
Abdomen distensi dan Anoreksia
2.3.4 Penyebab Obstipasi
Penyaluran makanan yang kurang baik, misalnya makanan yang diberikan pada bayi muda kurang mengandung air/gula, sedangkan pada bayi usia lebih tua biasanya karena makanan yang kurang mengandung polisakarida atau serat.
Kemungkinan adanya gangguan pada usus seperti pada penyakit Hirschpung yang berarti usus tidak melakukan gerakan peristaltik.
Sering menahan sembelit karena nyeri pada saat buang air besar.
Pencegahan Obstipasi
Berikan asupan ASI yang lebih banyak dan pastikan bayi tidak mengalami dehidrasi.
Usahakan diet pada ibu dan bayi yang cukup mengandung makanan yang banyak serat seperti buah-buahan dan sayuran.
Perhatikan ekspresi wajah bayi pada saat BAB, jika mukanya merah menandakan bayi sulit mengejan sehingga feses tidak kunjung keluar. Bahkan saat keluar pun terdapat darah yang menyertai karena ada bagian tubuh yang terluka / teriritasi).
2.3.6 Penatalaksanaan Obstipasi
Pemberian laktasi hanya merupakan tindakan pariatif yaitu hanya bila diperlukan saja.
Peningkatan intake cairan.
Bila diduga terdapat penyakit hirschpung dapat dilakukan tes tekanan usus.
2.3.7 Asuhan Bidan
Beritahu ibu untuk selalu memberikan ASI-nya agar bayi tidak mengalami dehidrasi.
Beritahu ibu untuk makan makanan yang kaya serat seperti sayuran dan buah-buahan.
Beritahu ibu untuk menambah asupan cairan agar ASI nya memiliki kandungan air yang lebih agar dapat memperlancar BAB pada bayi

Tidak ada komentar: