BAB I
PENDAHULUAN
1.
1 Latar Belakang
Tingginya kematian anak pada usia hingga satu tahun atau
lebih, yaitu sepertiganya terjadi dalam satu bulan pertama setelah kelahiran
dan sekitar 80 persen kematian neonatal ini terjadi pada minggu pertama, menunjukkan
masih rendahnya status kesehatan ibu dan bayi baru lahir; rendahnya akses dan
kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak khususnya pada masa persalinan dan
segera sesudahnya; serta perilaku (baik yang bersifat preventif maupun kuratif)
ibu hamil dan keluarga serta masyarakat yang
belum
mendukung perilaku hidup bersih dan sehat .
Angka kematian bayi pada kelompok termiskin adalah 61 per 1.000 kelahiran hidup, jauh lebih tinggi daripada golongan terkaya sebesar 17 per 1.000 kelahiran hidup. Penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian balita dan bayi seperti infeksi saluran pernafasan akut, diare dan tetanus, lebih sering terjadi pada kelompok miskin. Rendahnya status kesehatan penduduk miskin ini terutama disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap pelayanan karena kendala kendala biaya (cost barrier), geografis dan transportasi.
Perubahan perilaku merupakan penyebab langsung kematian bayi dan balita sebenarnya relatif dapat ditangani secara mudah, dibandingkan upaya untuk meningkatkan perilaku masyarakat dan keluarga yang dapat menjamin kehamilan, kelahiran, dan perawatan bayi baru lahir yang lebih sehat. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana memperbaiki perilaku keluarga dan masyarakat, terutama perilaku hidup bersih dan sehat, termasuk upaya mencari pelayanan kesehatan serta memperbaiki akses, memperkuat mutu manajemen terpadu penyakit bayi dan balita, memperbaiki kesehatan lingkungan termasuk air bersih dan sanitasi, pengendalian penyakit menular, dan pemenuhan gizi yang cukup.
Angka kematian bayi pada kelompok termiskin adalah 61 per 1.000 kelahiran hidup, jauh lebih tinggi daripada golongan terkaya sebesar 17 per 1.000 kelahiran hidup. Penyakit infeksi yang merupakan penyebab kematian balita dan bayi seperti infeksi saluran pernafasan akut, diare dan tetanus, lebih sering terjadi pada kelompok miskin. Rendahnya status kesehatan penduduk miskin ini terutama disebabkan oleh terbatasnya akses terhadap pelayanan karena kendala kendala biaya (cost barrier), geografis dan transportasi.
Perubahan perilaku merupakan penyebab langsung kematian bayi dan balita sebenarnya relatif dapat ditangani secara mudah, dibandingkan upaya untuk meningkatkan perilaku masyarakat dan keluarga yang dapat menjamin kehamilan, kelahiran, dan perawatan bayi baru lahir yang lebih sehat. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana memperbaiki perilaku keluarga dan masyarakat, terutama perilaku hidup bersih dan sehat, termasuk upaya mencari pelayanan kesehatan serta memperbaiki akses, memperkuat mutu manajemen terpadu penyakit bayi dan balita, memperbaiki kesehatan lingkungan termasuk air bersih dan sanitasi, pengendalian penyakit menular, dan pemenuhan gizi yang cukup.
Rumusan Masalah
1.
apa yang dimaksud dengan neonatus?
2.
penyakit apa saja yang lazim terjadi
pada neonatus?
3.
bagaimana cara penanganan dan
pengobatannya?
Tujuan Penulisan
1. untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan
neonatus
2. untuk mengetahui jenis-jenis dan penyakit yang
lazim terjadi pada neonatus.
3. untuk mengetahui cara penanganan dan pengobatan
pada berbagai penyakit yang terjadi pada neonatus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Definisi
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai
dengan usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan
didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ
hampir pada semua system. Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan
pula miniatur anak. Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam
rahim yang serba tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba
mandiri. Masa perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama.
Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi
anestesi adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu
sangatlah diperlukan penataan dan persiapan yang matang untuk melakukan suatu
tindakan anestesi terhadap neonatus
Berbagai penyakit banyak dijumpai pada neonatus, bayi dan
balita, antara lain, demam, ikterus, infeksi saluran napas, dan diare,dll.
2.2
Penyakit Yang Lazim Terjadi pada Neonatus
2.2.1. INFEKSI/SEPSIS
Sepsis adalah istilah bagi infeksi berat. Anak-anak tertentu
berisiko besar mengalaminya. Sepsis disebabkan oleh mikroorganisme yang masuk
ke dalam tubuh. Namun, sepsis berbeda dari penyakit infeksi biasa. Infeksi
biasa hanya menyerang daerah yang terkena infeksi. sepsis berarti bakteri
penyebab infeksi ditemukan dalam peredaran darah. Ini mengakibatkan infeksi
bisa terjadi di seluruh organ tubuh.
Sepsis
Neonatorium
Sepsis neonatorium adalah suatu infeksi bakteri berat yang
menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Terjadi kurang dari 1% pada bayi
baru lahir tetapi merupakan penyebab 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi
bakteri ini 5x lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya
kurang dari 2,75 kg dan 2x lebih sering menyerang bayi laki-laki.
Pada lebih dari 50% kasus, sepsis mulai timbul dalam waktu 6
jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam setelah
lahir. Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih, kemungkinan
disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit).
Penyebabnya adalah infeksi bakteri.
Beberapa kasus sepsis pada bayi baru lahir yang disebut
dengan sepsis neonatorum dapat disebabkan oleh faktor ibu. Mikroorganisme
memasuki tubuh bayi melalui ibu selama kehamilan atau proses kelahiran, seperti
perdarahan, demam atau infeksi pada ibu, ketuban pecah lebih dari 12 jam
sebelum persalinan, dan proses persalinan yang lama. Risiko terjadinya sepsis
meningkat pada kasus ketuban pecah sebelum waktunya dan perdarahan atau infeksi
pada ibu.
Gejala
Bayi Sepsis
Gejala yang umum adalah bayi tampak lesu, tidak kuat
mengisap ASI, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala
lainnya adalah gangguan pernapasan, kejang, jaundice (sakit kuning),
muntah, diare, perut kembung, kadang juga ditemukan bercak-bercak merah di
kulit.
Akibat
Beragam gejala tersebut tergantung pada sumber infeksi dan
penyebarannya. Misal, infeksi pada tali pusat (omfalitis) bisa menyebabkan
keluarnya nanah atau darah dari pusar. Infeksi pada selaput otak (meningitis)
atau abses otak bisa menyebabkan koma, kejang, dan opistotonus (posisi tubuh
melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun. Infeksi pada tulang
(osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau tungkai
yang terkena. Infeksi pada persendian bisa menyebabkan pembengkakan, kemerahan,
nyeri tekan, dan sendi yang terkena teraba hangat. Infeksi pada selaput perut
(peritonitis) bisa menyebabkan pembengkakan perut dan diare berdarah.
Pengobatan
Untuk menegakkan diagnosis, perlu dilakukan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan mikroskopis maupun pembiakan bakteri terhadap contoh
darah, air kemih maupun cairan dari telinga dan lambung. Sedangkan
pengobatannya dengan memberikan antibiotik (Injeksi Benzil Penisilin di
kombinasikan dengan Injeksi Aminoglikosida dan Eritromisin) melalui infus. Pada
kasus tertentu, mungkin perlu diberikan antibodi yang dimurnikan atau sel darah
putih.
2.2.2. IKTERUS (penyakit kuning)
Ikterus adalah perubahan warna kulit / sclera mata (normal
beerwarna putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah.
Ikterus pada bayi yang baru lahir dapat merupakan suatu hal yang fisiologis
(normal), terdapat pada 25% – 50% pada bayi yang lahir cukup bulan. Tapi juga bisa
merupakan hal yang patologis (tidak normal) misalnya akibat
berlawanannya Rhesus darah bayi dan ibunya, sepsis (infeksi berat), penyumbatan
saluran empedu, dan lain-lain.
Selain
pada bayi baru lahir ikterus juga dapat terjadi pada bayi dan balita.
- Ikterus
fisiologis
-Ikterus yang timbul pada hari ke dua dan ke tiga.
-Tidak mempunyai dasar patologis.
-Kadarnya tidak melampaui kadar yang membahayakan.
-Tidak mempunyai potensi menjadi kern-icterus.
-Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi.
- Ikterus
patologis ialah
-Ikterus yang mempunyai dasar patologis.
-Kadar bilirubinnya mencapai nilai hiperbilirubinemia.
Ikterus baru dapat dikatakan fisiologis apabila sesudah pengamatan dan
pemeriksaan selanjutnya tidak menunjukkan dasar patologis dan tidak mempunyai
potensi berkembang menjadi kern-icterus
Yang sangat berbahaya pada ikterus ini adalah keadaan yang disebut “Kernikterus”.
Kernikterus adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin
indirek pada otak. Gejalanya antara lain: mata yang berputar,
kesadaran menurun, tak mau minum atau menghisap, ketegangan otot, leher kaku,
dan akhirnya kejang, Pada umur yang lebih lanjut, bila bayi ini bertahan hidup
dapat terjadi spasme (kekakuan) otot, kejang, tuli, gangguan bicara dan
keterbelakangan mental.
Hiperbillirubinemia
Hiperbillirubinemia
ialah suatu keadaan dmana kadar hiperbilirubinea mencapai suatu nilai yang
mempunyai suatu potensi kern-ikterus apabila tidak ditanggulangi dengan baik.
Sebagian besar hiperbillirubinea ini proses erjadinya mempunyai dasar
patologik.
Mengatasi hiperbilirubinemia
- Melakukan
dekomposisi bilirubin dengan fototerapi.
- Transfusi
tukar darah.
Indikasi
transfusi tukar darah
- Pada
semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≥ 20 mg%.
- Kenaikan
kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3 – 1 mg% per jam.
- Anemia
yang berat pada bayi baru lahir dengan gejala gagal jantung.
- Kadar
Hb tali pusat < 14 mg% dan uji Coombs direk positif.
Penyebab
Ikterus
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri
ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
- Produksi
yang berlebihan, misalnya pada pemecahan darah (hemolisis) yang berlebihan
pada incompatibilitas (ketidaksesuaian) darah bayi dengan ibunya.
- Gangguan
dalam proses uptake dan konjugasi akibat dari gangguan fungsi liver.
- Gangguan
transportasi karena kurangnya albumin yang mengikat bilirubin.
- Gangguan
ekskresi yang terjadi akibat sumbatan dalam liver (karena infeksi atau
kerusakan sel liver).
Penatalaksanaan
- Bawa
segera ke tenaga kesehatan untuk memastikan kondisi ikterus pada bayi kita
masih dalam batas normal (fisiologis) ataukah sudah patologis.
- Dokter
akan memberikan pengobatan sesuai dengan analisa penyebab yang mungkin.
Bila diduga kadar bilirubin bayi sangat tinggi atau tampak tanda-tanda
bahaya, dokter akan merujuk ke RS agar bayi mendapatkan pemeriksaan dan
perawatan yang memadai.
- Di
rumah sakit, bila diperlukan akan dilakukan pengobatan dengan pemberian
albumin, fototerapi (terapi sinar), atau tranfusi tukar pada kasus yang
lebih berat.
Terapi
sinar pada ikterus bayi baru lahir:
Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama-tama diperhatikan
oleh salah seorang perawat di salah satu rumah sakit di Inggris. Perawat
tersebut melihat bahwa bayi yang mendapatkan sinar matahari di bangsalnya
ternyata ikterusnya lebih cepat menghilang dibandingkan dengan bayi lainnya.
Cremer (1958) yang mendapatkan laporan tersebut mulai melakukan penelitian
mengenai pengaruh sinar terhadap hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya
terbukti bahwa disamping sinar matahari, sinar lampui tertentu juga mempunyai
pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin pada bayi prematur yang
diselidikinya.
Terapi
sinar tidak hanya bermanfaat untuk bayi kurang bulan tetapi juga efektif
terhadap hiperbilirubinemia oleh sebab lain. Pengobatan cara ini menunjukkan
efek samping yang minimal, dan belum pernah dilaporkan efek jangka panjang yang
berbahaya.
Pencegahan
Ikterus
Ikterus dapat dicegah sejak masa kehamilan, dengan cara
pengawasan kehamilan dengan baik dan teratur, untuk mencegah sedini mungkin
infeksi pada janin, dan hipoksia(kekurangan oksigen) pada janin di dalam rahim.
Pada masa persalinan, jika terjadi hipoksia, misalnya karena kesulitan lahir,
lilitan tali pusat, dan lain-lain, segera diatasi dengan cepat dan tepat.
Sebaiknya, sejak lahir, biasakan anak dijemur dibawah sinar matahari pagi
sekitar jam 7 – jam 8 pagi setiap hari selama 15 menit dengan membuka
pakaiannya.
2.2.3 KEJANG
Kejang terjadi akibat adanya kontraksi otot yang
berlebihan dalam waktu tertentu tanpa bisa dikendalikan. Salah satu penyebab
terjadinya kejang demam yaitu tingginya suhu badan anak. Timbulnya kejang yang
disertai demam ini diistilahkan sebagai kejang demam (convalsio febrillis) atau
stuip/step.
Masalahnya, toleransi masing-masing anak terhadap demam
sangatlah bervariasi. Pada anak yang toleransinya rendah, maka demam pada suhu
tubuh 38 C pun sudah bisa membuatnya kejang. Sementara pada anak-anak yang
toleransinya normal, kejang baru dialami jika suhu badan sudah mencapai 39 C
atau lebih.
Ciri
– Ciri Kejang
Tentu saja dalam hal ini orang tua harus bisa membaca
ciri-ciri seorang anak yang terkena kejang demam. Di antaranya:
*
kedua kaki dan tangan kaku disertai gerakan-gerakan kejut yang kuat dan
kejang-kejang selama 5 menit . bola mata berbalik ke atas
*
gigi terkatup
*
muntah
*
tak jarang si anak berhenti napas sejenak.
*
pada beberapa kasus tidak bisa mengontrol pengeluaran buang air besar/kecil.
*
pada kasus berat, si kecil kerap tak sadarkan diri. Adapun intensitas waktu
kejang juga sangat bervariasi, dari beberapa detik sampai puluhan menit.
KEJANG
TANPA DEMAM
“Kejang-kejang kemungkinan bisa terjadi bila suhu badan bayi
atau anak terlalu tinggi atau bisa juga tanpa disertai demam.”
Kejang yang disertai demam disebut kejang demam (convalsio
febrilis). Biasanya disebabkan adanya suatu penyakit dalam tubuh si kecil.
Misal, demam tinggi akibat infeksi saluran pernapasan, radang telinga, infeksi
saluran cerna, dan infeksi saluran kemih. Sedangkan kejang tanpa demam adalah
kejang yang tak disertai demam. Juga banyak terjadi pada anak-anak.
Kondisi kejang umum tampak dari badan yang menjadi kaku dan
bola mata berbalik ke atas. Kondisi ini biasa disebut step atau kejang
toniklonik (kejet-kejet). Kejang tanpa demam bisa dialami semua anak balita.
Bahkan juga bayi baru lahir.
Umumnya karena ada kelainan bawaan yang mengganggu fungsi
otak sehingga dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang. Bisa juga akibat
trauma lahir, adanya infeksi-infeksi pada saat-saat terakhir lahir, proses
kelahiran yang susah sehingga sebagian oksigen tak masuk ke otak, atau
menderita kepala besar atau kecil.
Bayi yang lahir dengan berat di atas 4.000 gram bisa juga
berisiko mengalami kejang tanpa demam pada saat melalui masa neonatusnya (28
hari sesudah dilahirkan). Ini biasanya disebabkan adanya riwayat ibu menderita
diabetes, sehingga anaknya mengalami hipoglemi (ganggguan gula dalam darah).
Dengan demikian, tidak demam pun, juga bisa kejang.”
Bayi dengan gangguan hipoglemik akibat kencing manis ini
akan rentan terhadap kejang. “Contohnya, telat diberi minum saja, dia langsung
kejang.” Uniknya, bayi prematur justru jarang sekali menderita kejang.
“Penderitanya lebih banyak bayi yang cukup bulan. Diduga karena sistem sarafnya
sudah sempurna sehingga lebih rentan dibandingkan bayi prematur yang memang
belum sempurna.”
Penyebab
“Kejang
tanpa demam bisa berasal dari kelainan di otak, bukan berasal dari otak, atau
faktor keturunan,” penjabarannya satu per satu di bawah ini.
*
Kelainan neurologis Setiap penyakit atau kelainan yang mengganggu fungsi otak
bisa menimbulkan bangkitan kejang.
Contoh,
akibat trauma lahir, trauma kepala, tumor otak, radang otak, perdarahan di
otak, atau kekurangan oksigen dalam jaringan otak (hipoksia).
*
Bukan neurologis Bisa disebabkan gangguan elektrolit darah akibat muntah dan
diare, gula darah rendah akibat sakit yang lama, kurang asupan makanan, kejang
lama yang disebabkan epilepsi, gangguan metabolisme, gangguan peredaran darah,
keracunan obat/zat kimia, alergi dan cacat bawaan.
*
Faktor keturunan Kejang akibat penyakit lain seperti epilepsi biasanya berasal
dari keluarga yang memiliki riwayat kejang demam sama. Orang tua yang pernah
mengalami kejang sewaktu kecil sebaiknya waspada karena anaknya berisiko tinggi
mengalami kejang yang sama.
Penatalaksanaan
Penatalaksaan
kejang meliputi :
1.
Penanganan saat kejang
*
Menghentikan kejang : Diazepam dosis awal 0,3 – 0,5 mg/kgBB/dosis IV
(Suntikan Intra Vena) (perlahan-lahan) atau 0,4-0,6mg/KgBB/dosis REKTAL
SUPPOSITORIA. Bila kejang belum dapat teratasi dapat diulang dengan dosis yang
sama 20 menit kemudian.
*
Turunkan demam :
Anti
Piretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO (Per Oral / lewat mulut)
diberikan 3-4 kali sehari.
Kompres
; suhu >39º C dengan air hangat, suhu > 38º C dengan air biasa.
*
Pengobatan penyebab : antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit
dasarnya.
*
Penanganan sportif lainnya meliputi : bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen,
memberikan keseimbangan air dan elektrolit, pertimbangkan keseimbangan tekanan
darah.
2.
Pencegahan Kejang
*
Pencegahan berkala (intermiten) untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam
0,3 mg/KgBB/dosis PO (Per Oral / lewat mulut) dan anti piretika pada saat
anak menderita penyakit yang disertai demam.
*
Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata dengan Asam vaproat 15-40
mg/KgBB/dosis PO (per oral / lewat mulut) dibagi dalam 2-3 dosis.
2.2.4 GANGGUAN PERNAPASAN / respiratory distress syndrome (RDS)
Penyakit saluran pernapasan adalah salah satu penyebab
kesakitan dan kematian yang paling sering pada anak terutama pada bayi
RDS
adalah perkembangan yang immature pada sistem pernafasan atau tidak adekuatnya
jumlah surfaktan dalam paru.
RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disease.
(Suryadi dan Yuliani, 2001)
RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnea (>60 x/menit), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. (Stark, 1986)
Sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN) atau respiratory distress syndrome (RDS), merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea.
RDS dikatakan sebagai Hyaline Membrane Disease.
(Suryadi dan Yuliani, 2001)
RDS adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnea (>60 x/menit), retraksi dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik. (Stark, 1986)
Sindrom gawat nafas pada neonatus (SGNN) atau respiratory distress syndrome (RDS), merupakan kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea.
Etiologi
penyebab gangguan pernafasan pada bayi baru lahir antara lain:
penyebab gangguan pernafasan pada bayi baru lahir antara lain:
· Obstruksi jalan nafas
· Penyakit parenkim paru-paru
· Kelainan perkembangan organ
·
Kelainan susunan saraf pusat,
asidosis metabolic, asfiksia
Patofisiologi
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%).
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi dan kehamilan kembar. Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung, penurunan aliran darah ke paru, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.
Manifestasi klinik
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah zat aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan protein (10%).
Sel tipe II ini sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine seperti hipertensi dan kehamilan kembar. Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi CO2 dan asidosis. Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung, penurunan aliran darah ke paru, dan mengakibatkan hambatan pembentukan surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis.
Manifestasi klinik
Tanda-tanda klinik sesuai dengan besarnya bayi, berat
penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui PDA. (Stark,
1986). Syndrom ini berhubungan dengan kerusakan awal paru-paru yang terjadi di
membran kapiler alveolar. Adanya peningkatan permeabilitas kapiler dan akibat
masuknya cairan ke dalam ruang interstitial yang dipengaruhi oleh aktifitas
surfaktan, akibatnya terjadi tanda-tanda atelektasis. Cairan juga masuk dalam
alveoli dan mengakibatkan oedema paru. Plasma dan sel darah merah keluar
dari kapiler-kapiler yang rusak, oleh karena itu mungkin perdarahan merupakan
manifestasi patologi yang umum.
2.2.5
Tetanus neonatorium
Etiologi
Penyebab
penyakit ini ialah Clostridium tetani. Kuman ini bersifat
anaerobic dan mengeluarkan eksotoksin yang neorotropik.
Epidemiologi
Clostridium tetani terdapat di tanah dan traktus digestivus manusia serta
hewan. Kuman ini dapat membuat spora yang tahan lama dan dapat berkembang baik
dalam luka yang kotor atau jaringan nekrotik yang mempunyai suasana anaerobic.
Pada bayi penyakit ini di tularkan biasanya melalui tali
pusat, yaitu karena pemotongan dengan alat yang tidak steril. Selain itu,
infeksi dapat juga melalui pemakaian obat,bubuk,atau daun-daunan yang digunakan
dalam perawatan tali pusat.
Penyakit ini masih banyak terdapat di Indonesia dan Negara-negara
lain yang sedang berkembang. Mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya baru
mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Penanganan yang sempurna
memegang peranan penting dalam menurunkan angka mortalitas. Angka kematian
tetanus neonatorum di rumah sakit besar di Indonesia dapat mencapai 80%.
Tingginya angka kematian ini sangat bervariasi dan sangat tergantung pada saat
pengobatan di mulai serta pada fasilitas dan tenaga perawatan yang ada di rumah
sakit.
Patologi
Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak, pada sum-sum
tulang belakang, dan terutama pada nukleus motorik. Kematian di sebabkan oleh
asfiksia akibat spasmus laring pada kejang yang lama. Selain itu kematian dapat
di sebabkan oleh pengaruh langsung pada pusat pernafasan dan peredaran
darah. Sebab kematian yang lain ialah pneumonia aspirasi dan sepsis. Kedua
sebab terakhir ini mungkin sekali merupaka sebab utama kematian tetanus
neonatorum di Indonesia
Gambaran
klinik
Masa inkubasi biasanya 3 sampai 10 hari. Gejala permulaan ialah
kesulitan minum karena terjadinya trismus. Mulut mencucu seperti ikan (karpermond),
sehingga bayi tidak dapat minum dengan baik. Kemudian dapat terjadi spasmus
otot yang luas dan kejang umum. Leher menjadi kaku dan dapat terjadi
opistotonus. Dinding abdomen kaku, mengeras dan kalu terdapat kejang otot
pernafasan, dapat terjadi sianosis. Suhu dapat meningkat. Naiknya suhu ini
mempunyai prognosis yang tidak baik.
Diagnosis
Diagnosis tetanus neonatorum tidak susah. Trismus, kejang
umum dan mengakakunya otot-otot merupakan gejala utama tetanus neonatorum.
Kejang mengkakunya otot-otot dapat pula di temukan misalnya pada kernicterus,
hipokalsemia, meningitis, trauma, trauma lahir, dan lain-lain. Gejala trismus
biasanya hanya tetanus terdapat pada tetanus.
Pengobatan
Pengobatan terutama untuk memperbaiki keadaan umum,
menghilangkan kejang, mengikat toksin yang masih beredar, dan pemberian
antibiotika terhadap infeksi.
· Perawatan
1)
Bayi sebaiknya di rawat oleh perawat
yang cakap dan berpengalaman. Sebaiknya disediakan 1 orang perawat untuk
seorang bayi. Bayi harus di rawat di tempat yang tenang dengan penerangan
dikurangi agar rangsangan bayi bagi timbulnya kejang kurang.
2)
Saluran pernafasan di jaga agar
selalu bersih.
3)
Harus bersedia zat asam. Zat asam di
berikan kalu terdapat sianosis, atau serangan apnea, dan pada waktu ada kejang.
4)
Pemberian makanan harus hati-hati
dengan memakai pipa yang di buat dari polietilen atau karet
5)
Kalau pemberian makanan per os tidak
mungkin, maka di beri makanan atau cairan intravena
· Mengatasi kejang
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan aatu
pemberian obat anti kejang. Obat yang dapat dipakai ialah kombinasi
Fenobarbital dan Largaktil. Fenobarbital dapat di beriakan mula-mula 30 sampai
60mg parenteral, kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10mg per
hari. Largaktil dapat diberikan bersama nominal, mula-mula 7,5mg parenteral,
kemudian diteruskan dengan dosis 6x2,5mg setiap harinya. Kombinasi yang lain
adalah nominal dan diazepam dan dosis setengah mg/kg berat badan. Obat anti
kejang yang lain adalah kloralhidrat yang diberikan lewat rectum.
· Pemberian antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S
(anti tetanus serum) dengan dosis 10.000 satuan setiap hari selama 2 hari.
· Pemberian antibiotika
Untuk mengatasi infeksi dapat digunakan pinisilin 200.000
satuan tiap hari dan diteruskan sampai 3 hari sesudah panas turun
Pencegahan
Pencegahan yang paling baik ialah pemotongan dan perawatan
tali pusat yang baik, harus digunakan bahan-bahan dan alat-alat yang steril.
Pemberian vaksinasi dengan suntikan toksoit pada ibu hamil dalam triwulan
terakhir dapat memberi proteksi pada bayi.
2.2.6 Diarea epidemic
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak
normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume,
keenceran serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari
4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah.(Aziz,2006).
Diare dapat juga didefenisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari. (Ramaiah,2002).
Diare merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan. (Ngastiyah, 2003).
Diare dapat juga didefenisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan dalam kepadatan dan karakter tinja, atau tinja cair dikeluarkan tiga kali atau lebih perhari. (Ramaiah,2002).
Diare merupakan salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran pencernaan. (Ngastiyah, 2003).
Patogenesis
Mekanisme dasar yang menyebabkab timbulnya diare ialah :
1.Gangguan osmotik
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolik ke dalam rongga usus.
2. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolik ke dalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
3.Gangguan motilitisusus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan, selanjutnya timbul diare pula.
Patofisiologi
Sebagai akibat diare baik akut maupun kronik akan terjadi :
1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik, hipokalemia)
2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah)
3. Hipoglikemia
4. Gangguan sirkulasi darah (Ngastiyah, 2003).
Gambaran Klinis
Mula-mula bayi atau balita cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tak ada, kemudian timbul diare, tinja cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah berubah kehijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karenna sering defeksi dan tinja makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorsi oleh usus selama diare. (Ngastiyah, 2003)
Diagnosis
Diagnosi ditegakknan dengan melakukan pemeriksaan
mikrobiologi yaitu biakan feses, darah, dan likuor serebrospinalis. Namun pada
tempat – tempat yang endemis bila terdapat gejala klinis seperti gejala klinis
seperti diare, panas, dan ikterus terapi yang terarah terhadap salmonelosis
dapat dibenarkan.
Pengobatan
Tahap pertama pengobatan ialah memberikan cairan dan
elektrolit untuk mengatasi dehidrasi dan asidosis.antibiotika perlu segera
diberikan karena kuman ini toksisdan mudah menyebar secara hematogen.
Antibiotika perlu segera diberikan karena kuman ini toksis dan mudah menyebar
secara hematogen. Antibiotika harus sesuai dengan pemantauan resistensi
kuman,pada saat ini obat yang efektif adalah Kloromisetin dengan dosis 50 mg/kg
berat-badan, Sefalosporin generasi ketiga misalnya Sefatriaxone dan Amikasin.
Ko-trimoksaso, cukup efektif tetapi tidak dapat diberikan pada bayi kurang
bulan, neonatus di bawah 2 minggu, dan yang menderita ikterus.
Prognosis
1 Pengertian
:
Ada lima definisi
dari miliariasis yaitu : Pendapat pertama Miliariasis merupakan penyakit
kulit yang disebabkan oleh tertutupnya saluran kelenjar keringat.(Hassan,
1984).
Pendapat
kedua, Miliariasis adalah kelainan kulit akibat retensi keringat, ditandai
dengan adanya vesikel milier. (Adhi Djuanda, 1987).
Sedangkan yang ketiga, Milliariasis
adalah dermatosis yang disebabkan oleh retens keringat akibat tersumbatnya pori
kelenjar keringat. (Vivian, 2010)
Pendapat keemapat, mengatakan bahwa
miliariasis adalah dermatosis yang timbul akibat penyumbatan kelenjar keringat
dan porinya, yang lazim timbul dalam udara panas lembab seperti daerah tropis
atau selama awal musim panas atau akhir musim hujan yang suhunya panas dan
lembab. Karena sekresinya terhambat maka menimbulkan tekanan yang menyebabkan
pecahnya kelenjar atau duktus kelenjar keringat. Keringat yang masuk ke
jaringan sekelilingnya menimbulkan perubahan anatomi. Sumbatan disebabkan oleh
bakteri yang menimbulkan peradangan dan oleh edema akibat keringat yang tak
keluar (E.Sukardi dan Petrus Andrianto, 1988).
Pada pendapat kelima yaitu Miliariasis
atau biang keringat adalah kelainan kulit yang timbul akibat keringat
berlebihan disertai sumbatan saluran kelenjar keringat, yaitu di dahi, leher,
bagian-bagian badan yang tertutup pakaian (dada dan punggung), serta tempat
yang mengalami tekanan atau gesekan pakaian dan dapat juga dikepala. Keadaan
ini biasanya di dahului oleh produksi keringat yang berlebihan, dapat diikuti
rasa gatal seperti ditusuk, kulit menjadi kemerahan dan disertai banyak
gelembung kecil berair. (Arjatmo Tjoktronegoro dan Hendra Utama, 2000).
Milliariasis
disebut juga sudamina, biang keringat, keringat buntet, liken tropikus, atau
pickle heat . ( Adhi Djuanda, 1987)
2.2 ETIOLOGI
:
Penyebab
terjadinya miliariasis ini adalah udara yang panas dan lembab.
Sering terjadi pada cuaca yang panas
dan kelembaban yang tinggi. Akibat tertutupnya saluran kelenjar keringat
terjadilah tekanan yang menyebabkan pembengkakan saluran atau kelenjar itu
sendiri, keringat yang menembus ke jaringan sekitarnya menimbulkan
perubahan-perubahan anatomis pada kulit berupa papul atau vesikel.
2.3 PATOFSIOLOGI :
Patofisiologi terjadinya milliariasis diawali dengan tersumbatnya pori-pori
kelenjar keringat, sehingga pengeluaran keringat tertahan. Tertahannya
pengeluaran keringat ditandai dengan adanya vesikel miliar di muara kelenjar
keringat lalu disusul dengan timbulnya radang dan edema akibat perspirasi yang
tidak dapat keluar kemudian diabsorpsi oleh stratum korneum.
Milliariasis
sering terjadi pada bayi prematur karena proses diferensiasi sel epidermal dan
apendiks yang belum sempurna. Kasus milliariasis terjadi pada 40-50% bayi baru
lahir. Muncul pada usia 2-3 bulan pertama dan akan menghilang dengan sendirinya
pada 3-4 minggu kemudian. Terkadang kasus ini menetap untuk beberapa lama dan
dapat menyebar ke daerah sekitarnya.
2.4. DIAGNOSA:
Adanya papul dan
vesikel miliar terutama didaerah yang banyak kelenjar ekrin, dengan atau tanpa
eritem, kadang-kadang ada pustel miliar tidak pada folikel rambut.
2.5 KLASIFIKASI MILIARIS
:
Tergantung dari
letak kelainan, maka terdapat beberapa bentuk miliaria, diantaranya yaitu:
1.
Miliaria kristalina :
Pada penyakit ini
terlihat vesikel berukuran 1-2 mm berisi cairan jernih tanpa disertai
kulit kemerahan, terutama pada badan setelah banyak berkeringat, misalnya
karena hawa panas. Vesikel bergerombol tidak disertai tanda-tanda radang atau
inflamasi pada bagian badan yang tertutup pakaian. Umumnya tidak memberi
keluhan subjektif dan sembuh dengan sisik yang halus. Pada gambaran
histopatologik terlihat gelembung intra/subkorneal. Pengobatan tidak
diperlukan, cukup dengan menghindari panas yang berlebihan, mengusahakan
ventilasi yang baik, pakaian tipis dan menyerap keringat.
2.
Miliaria rubra :
Penyakit ini lebih
berat daripada miliariasis kristalina. Terdapat pada badan dan
tempat-tempat tekanan ataupun gesekan pakaian. Terlihat papul merah atau papul vesikular
ekstrafolikular yang sangat gatal dan pedih. Milliaria jenis ini terdapat pada
orang yang tidak biasa pada daerah tropik. Kelainan bentuknya dapat berupa
gelembung merah kecil, 1-2 mm, dapat tersebar dan dapat berkelompok.
Patogenesisnya
belum diketahui pasti, terdapat dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan
primer, banyak keringat dan perubahan kualitatif, penyebabnya adanya sumbatan
keratin pada muara kelenjar keringat dan perforasi sekunder pada bendungan
keringat di epidermis. Pendapat kedua mengatakan bahwa primer kadar garam yang
tinggi pada kulit menyebabkan spongiosis dan sekunder terjadi pada muara
kelenjar keringat. Staphylococcus juga diduga memiliki peranan. Pada gambaran
histopatologik gelembung terjadi pada stratum spinosum sehingga menyebabkan
peradangan pada kulit dan perifer kulit di epidermis.
Daerah predileksi
sama seperti pada miliaria kristalina. Lesinya berupa papulo vesikula
eritematosa yang sangat gatal dan diskrit, kemudian konfluens dengan dasar
merah, sering terjadi maserasi karena terhalangnya penguapan kelembaban.
Keringat keluar ke stratum spinosum. Bisa terjadi infeksi sekunder dengan
impetigo dan furunkulosis, terutama pada anak-anak. Terutama timbul pada bagian
tubuh yang tertutup pakaian seperti punggung dan dada.
3.
Miliaria
profunda :
Bentuk ini agak
jarang terjadi kecuali didaerah tropis. Kelainan ini biasanya timbul setelah
miliaria rubra.ditandai dengan papula putih, kecil, keras, berukuran 1-3 mm.
Terutama terdapat di badan ataupun ekstremitas. Karena letak retensi keringat
lebih dalam maka secara klinik lebih banyak berupa papula daripada vesikel.
Tidak gatal, dan tidak terdapat eritema.
Pada gambaran
histopatologik tampak saluran kelenjar keringat yang pecah pada dermis bagian
atas atau tanpa infiltrasi sel radang. Pengobatan dengan cara menghindari panas
dan kelembaban yang berlebihan, mengusahakan regulasi suhu yang baik,
menggunakan pakaian yang tipis, pemberian losio calamin dengan atau tanpa
menthol 0,25% dapat pula resorshin 3% dalam alkohol.
Daerah predileksi
dapat dimana saja, kecuali muka, ketiak, tangan, dan kaki. Lesi berupa vesikel
yang berwarna merah daging, disertai gejala inflamasi maupun keluhan rasa
gatal, disebabkan penyumbatan di bagian atas kutis. Kelenjar-kelenjar keringat
tersebut sama sekali tidak berfungsi. Biasanya timbul setelah menderita
milliaria rubra yang hebat.
4.
Miliaria pustulosa :
Pada umumnya
didahului oleh dermatosis yang menyebabkan gangguan saluran kelenjar ekrin dan
terjadi pustel superfisial. Lesinya berupa pustula steril yang gatal, tegas,
superfisial dan tak berhubungan dengan folikel rambut.
Bila pengobatan terlambat maka angka kematian dapat mencapai
50%, karena kuman ini cepat menyebar menjadi sepsis. Setiap diare pada neonatus
yang disertai dengan panas dan ikterus maka Salmoneolosis harus dipikirkan.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28
hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim
menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua
system
Masa
perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Maka dari itu
masa-masa neonatus adalah masa yang diperlukan pengawasan ketat baik dari
tenaga medis maupun dari orang tunya sendiri. Karena apabila pengawasan itu
tidak dilakukan dengan baik akan berakibat fatal yang dapat menimbulkan
berbagai macam penyakit.
Penyakit yang lazim terjadi pada neonatus antara lain ikterus, infeksi /
sepsis, kejang, gangguan pernafasan, diare, dll.
Dimana ikterus merupakan perubahan warna kulit / sclera mata (normal beerwarna
putih) menjadi kuning karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah.
Kejang terjadi akibat adanya kontraksi otot yang berlebihan dalam waktu
tertentu tanpa bisa dikendalikan.sedangkan Infeksi atau sepsis merupakn
suatu infeksi bakteri berat yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir
.Sepsis mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan
muncul dalam waktu 72 jam setelah lahir. Sepsis yang baru timbul dalam waktu 4
hari atau lebih, kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang
didapat di rumah sakit). Penyebabnya adalah infeksi bakteri.
Adapun penyakit yang terjadi pada neonatus adalah gangguan system pernapasan
yang merupakan gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature
dengan tanda-tanda takipnea (>60 x/menit), retraksi dada, sianosis pada
udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam (Stark, 1986). Serta
yang sering terjadi yaitu penyakit diare. Semua penyakit ini tidak hanya dapat
terjadi pada neonatus saja tetapi pada bayi dan balita.
2.1 BERCAK MONGOL
2.1.1. Definisi
Bercak Mongol adalah bercak berwarna biru yang biasanya
terlihat di bagian atau daerah sacral, walaupun kadang terlihat di bagian tubuh
yang lain. Bercak mongol biasanya terjadi pada anak-anak yang dilahirkan oleh
orang tua Asia dan Afrika, kadang-kadang terjadi pada anak-anak dengan orangtua
mediterania. ( Mayes Midwifery Textbook).
Bercak mongol adalah bercak berwarna biru yang terlihat
di daerah lumbo sacral pada bayi yang memiliki pigmentasi kulit (kulit
berwarna), warnanya seperti memar. Bercak mongol adalah lesi-lesi muskular
berwarna abu-abu atau biru dengan batas tepi bervariasi, paling sering pada
daerah prasakral, tapi dapat juga ditemukan di daerah posterior paha, tungkai,
punggung, dan bahu. (Nelso, 1993)
Bintik Mongolia, daerah pigmentasi biru-kehitaman, dapat
terlihat pada semua permukaan tubuh, termasuk pada ekstremitas. Bercak ini
lebih sering terlihat di punggung dan bokong. Daerah pigmentasi ini terlihat
pada bayi-bayi yang berasal dari Mediterania, Amerika Latin, Asia, Afrika, atau
beberapa wilayah lain di dunia. Bercak-bercak ini lebih sering terlihat pada
individu berkulit lebih gelap tanpa memperhatikan kebangsaannya. Bercak ini
secara bertahap akan lenyap dengan sendirinya dalam hitungan bulan atau tahun
(Dasar-dasar Keperawatan Maternitas Edisi 6, Persis Mary Hilton, EGC)
Bercak mongol adalah bercak datar normal berwarna hijau
kebiruan atau abu kebiruan yang ditemukan pada 90% bayi Amerika, Asia, Hispanik
dan Afrika Amerika dan 10%nya terjadi pada bayi Kaukasia, khususnya keturunan
Mediterania. Paling sering pada daerah punggung, bokong, tapi dapat pula
ditemukan pada bagian tubuh lain. Memiliki bermacam ukuran dan bentuk, tidak
memiliki hubungan dengan penyakit tertentu. Kebanyakan akan memudar pada usia 2
atau 3 tahun, walaupun bekasnya akan bertahan sampai dewasa. (www.legachyhealth.org)
Bercak mongol terlihat seperti bercak rata berwarna
biru, biru hitam, atau abu-abu dengan batas tegas, bisa berukuran sangat besar
dan mirip dengan tanda lebam. Umumnya terdapat pada sisi punggung bawah, juga
paha belakang, kaki, punggung atas dan bahu. Biasanya dimiliki pada 9 dari 10
anak berkulit hitam, keturunan Mediterania dan keturunan Indian dan sangat
jarang terjadi pada bayi berambut pirang dan berwarna biru. (www.conectique.com)
Bercak mongol merupakan sekumpulan padat melanosit, sel
kulit yang mengandung melanin, pigmen normal kulit. Saat melanosit muncul ke
permukaan kulit, akan terlihat coklat tua. Semakin jauh dari permukaan kulit,
melanosit akan terlihat semakin biru. Selain itu, bercak mongol tidak
berhubungan dengan memar atau kondisi medis lainnya. Bercak mongol tidak menjurus
pada kanker ataupun masalah lain. (www.drgreene.com)
2.1.2. Etiologi
Bercak mongol adalah bawaan sejak lahir, warna khas dari
bercak mongol ditimbulkan oleh adanya melanosit yang mengandung melanin pada
dermis yang terhambat selama proses migrasi dari krista neuralis ke epidermis.
Lebih dari 80% bayi yang berkulit hitam. Orang Timur dan India Timur memiliki
lesi ini, sementara kejadian pada bayi yang kulit putih kurang dari 10%.
Lesi-lesi yang tersebar luas, terutama pada tempat-tempat yang tidak biasa
cenderung tidak menghilang.
Hampir 90% bayi dengan kulit berwarna atau kulit Asia
(Timur) lahir dengan bercak ini,namun pada bayi Kaukasia hanya 5 %. Lesi ini
biasanya berisi sel melanosit yang terletak di lapisan dermis sebelah dalam
atau di sekitar folikel rambut. Kadang-kadang tersebar simetris, dapat juga
unilateral. Bercak ini hanya merupakan lesi jinak dan tidak berhubungan dengan
kelainan-kelainan sistemik. (iskandar, 1985)
2.1.3. Gejala Klinis
Tanda lahir ini biasanya berwarna coklat tua, abu-abu
batu, atau biru kehitaman. Terkadang bintik mongol ini terlihat seperti memar.
Biasanya timbul pada bagian punggung bawah dan bokong, tetapi sering juga
ditemukan pada kaki, punggung, pinggang, dan pundak. Bercak mongol juga
bervariasi dalam ukuran, dari sebesar peniti sampai berdiameter enam inchi.
Seorang anak bisa memiliki satu atau beberapa bercak mongol. (www.drgreene.com).
Adanya bercak kebiru-biruan atau biru-kehitaman pada
bagian punggung, bokong. Bagian bawah spina, pada bahu atau bagian lainnya.
Biasanya bercak mongol ini terlihat sebagai :
1.
Luka seperti pewarnaan.
2.
Daerah pigmentasi memiliki tekstur kulit yang normal.
3.
Area datar dengan bentuk yang tidak teratur.
4.
Biasanya akan menghilang dalam hitungan bulan atau
tahun.
5.
Tidak ada komplikasi yang ditimbulkan.
2.1.4. Penatalaksanaan
Bercak mongol biasanya menghilang dalam beberapa tahun
pertama, atau pada 1-4 tahun pertama sehingga tidak memerlukan perlindungan
khusus. Namun, bercak mongol multiple yang tersebar luas, terutama pada
tempat-tempat biasa, cenderung tidak akan hilang, tapi dapat menetap sampai
dewasa.
Sumber lain menyatakan bahwa bercak mongol ini mulai
pudar pada usia dua tahun pertama dan menghilang antara usia 7-13 tahun.
Kadang-kadang juga menghilang setelah dewasa. Sebagian kecil, sekitar 5% anak
yang lahir dengan bercak mongol masih memiliki bercak mongol hingga mereka
dewasa. Bercak mongol ini biasanya tidak berbahaya dan tidak memerlukan
perawatan ataupun pencegahan khusus.
Nervus Ota (Daerah zigomaticus) dan Nervus Ito (daerah
sclera atau fundus mata atau daerah delto trapezius) biasanya menetap, tidak
perlu diberikan pengobatan. Namun, bila penderita telah dewasa, pengobatan
dapat dilakukan dengan alasan estetik. Akhir-akhir ini dianjurkan pengobatan
dengan menggunakan sinar laser.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan oleh bidan dalam
hal ini adalah dengan memberikan konseling pada orang tua bayi. Bidan
menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan bintik mongol, menjelaskan bahwa
bintik mongol ini akan menghilang dalam hitungan bulan atau tahun dan tidak
berbahaya serta tidak memerlukan penanganan khusus sehingga orang tua bayi
tidak merasa cemas.
CONTOH : GAMBAR BAYI DENGAN BECAK MONGOL
DI LENGAN DAN BOKONG
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan dan Saran
Becak Mongol Adalah : bercak berwarna yang biasanya
terlihat di bagian atau daerah sacral, di daerah posterior paha,tungkai,
punggung dan bahu. Bercak mongol biasanya terjadi pada anak-anak yang di
lahirkan oleh orang tua asia dan aerika, kadang-kadang terjadi pada anak-anak dengan
orang tua Mediterania (babycaredirectiry)
Bercak Mongol Adalah : Tanda laghir ini sering dijumpai
pada bayi-bayi Asia. Tanda lahir ini memiliki warna biru kehitaman, dan sering
muncul di daerah lengan, punggung, atau bokong bayi.
Umumnya para ibu khawatir dengan tanda lahir atau toh
yang tampak pada bayinya. Benarkah membahayakan?
Menurut dr. A.D. Pasaribu, Sp.A dari RS Hermina
Podomoro, kemunculan tanda lahir disebabkan ada hal-hal tertentu yang terjadi
dalam proses jalan lahir, semisal trauma lahir atau terjadi pembuluh darah
melebar.
Soal bahaya atau tidak, menurutnya, harus dilihat dulu
dari perkembangan tanda lahir ini. Misalnya ada tanda kemerahan. Bila karena
jalan lahir, biasanya sehari juga akan hilang. Tapi kalau setelah seminggu
masih tetap ada, maka harus dipantau lagi perkembangannya. "Umumnya, tanda
lahir ini tak membahayakan,"
DAFTAR PUSTAKA
1.
DepKes RI, 1992 Asuhan Kesehatan Anak dalam Konteks
keluarga
2.
Saifudin Abdul Bahri. 2002. Buku panduan praktis
pelayanan kesehatan maternal neonatal.YBP_SP.Jakarta
3.
JHPIEGO.2003. Panduan pengajar asuhan kebidanan
fisiologi bagi dosen diploma III kebidanan. Buku 5 asuhan bayi baru
lahir,Pusdiknakes.Jakarta
4.
Modul Asuhan Persalinan Normal
5.
Derek I.Jonnston, Dasar-Dasar Pediatri, Penerbit Buku
Kedokteran.ECG
7.
Babycare Directory, Kiat Sukses Mencetak Bayi Sehat Dan
Cerdas
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan
Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan
sesuai yang diharapkan.Dalam makalah ini kami membahas “ASUHAN NEONATUS BAYI
DAN BALITA”, adapun pembahasan utama pada makalah ini adalah tentang tanda
lahir yaitu “ Bercak Mongol “
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua
pihak, baik pembaca dan terutama dari Ibu Dr. Mezly Andina Sebagai Dosen
Pembimbing yang bersifat membangun, agar kami lebih baik lagi di masa yang akan
datang,
Akhir kata penulis mengucapkan Terima Kasih, selamat
membaca dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua, amin..
Wasalam
Medan, 8 Desember
2009
INFEKSI, SINDROM KEMATIAN BAYI MENDADAK DAN OBSTIPASI BBL
2.1 INFEKSI
2.1.1
Pengertian Infeksi
Menurut kamus kedokteran infeksi merupakan penembusan dan
penggandaan di dalam tubuh dari organisme yang hidup ganas seperi bakteri,
virus, dan jamur.
Infeksi
adalah kolonisasi yang dilakukan oleh spesies asing
terhadap organisme inang, dan bersifat membahayakan inang. (Wikipedia bahasa
Indonesia).
Sedangkan
infeksi perinatal yaitu infeksi pada neonatus yang terjadi pada masa prenatal,
antenatal, intranatal dan postnatal. Infeksi pada neonatus lebih sering
ditemukan pada bayi baru lahir dan pada bayi yang lahir dirumah sakit.
Beberapa mikroorganisme tertentu dapat menyebabkan janin
menderita infeksi dan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Kadang-kadang infeksi janin ini tidak
berhubungan dengan berat ringannya penyakit infeksi si ibu.
Infeksi pada
neonatus merupakan sebab yang penting terhadap terjadinya morbiditas dan
mortalitas selama periode ini. Lebih kurang 2% janin dapat terinfeksi in utero
dan 10% bayi baru lahir terinfeksi selama persalinan atau dalam bulan pertama
kehidupan. Para peneliti menemukan tanda inflamasi pada kira-kira 25% kasus
autopsi, selain ini merupakan penyebab kedua terbanayak setelah penyakit
membran hialin.
2.1.2 Patofisiologi Infeksi
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal dan dapat pula terjadi reaksi umum.
Pada infeksi dengan reaksi umum akan melibatkan syaraf dan metabolik, pada saat
itu terjadi reaksi ringan limporetikularis di seluruh tubuh, berupa proliferasi
sel fagosit dan sel pembuat antibodi (limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang
disebut inflamasi akut, reaksi ini terus berlangsung selama terjadi proses
pengrusakan jaringan oleh trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan bisa
diberantas, maka sisa jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan
dibuang oleh tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma
berlebihan, reaksi sel fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan
terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses atau bekumpul di jaringan tubuh
yang lain membentuk flegman (peradangan yang luas di jaringan ikat).
(Sjamsuhidajat R, 1997 ).
Gambaran klinis infeksi pasca bedah adalah : Rubor (kemerahan), kalor
(demam setempat) akibat vasodilatasi dan tumor (bengkak) karena eksudasi. Ujung
syaraf merasa akan terangsang oleh peradangan sehingga terdapat rasa nyeri
(dolor). Nyeri dan pembengkan akan mengakibatkan gangguan faal, dan reaksi umum
antara lain berupa sakit kepala, demam dan peningkatan denyut jantung
(Sjamsuhidajat R. 1997.).
Penyebab Infeksi
Infeksi
kongenital/bawaan (congenital infection)
Banyak infeksi yang
mengenai bayi baru lahir ditularkan dari ibu ke bayi, baik selama kehamilan
atau proses persalinan. Umumnya disebabkan virus dan parasit seperti HIV (yang
menyebabkan AIDS), rubella, cacar air, sifilis, herpes, toksoplasmosis, dan
citomegali virus.
Streptokokus grup B
Streptokokus grup B
adalah bakteri yang umum dapat menyebabkan berbagai infeksi pada bayi baru
lahir, yaitu sepsis, pneumonia dan meningitis. Bayi umumnya mendapat bakteri
dari ibu selama proses kelahiran, banyak perempuan hamil membawa bakteri ini
dalam rektum atau vagina. Ibu
dapat mentransmisikan bakteri ini kepada bayi mereka jika mereka tidak diobati
dengan antibiotik.
Escherichia
coli (E.coli)
Escherichia coli
(E.coli) adalah bakteri lain sebagai penyebab infeksi pada bayi baru lahir dan
dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih, sepsis, meningitis dan pneumonia.
Setiap orang membawa E.coli di tubuhnya dan bayi dapat terinfeksi dalam proses
kelahiran saat bayi melewati jalan lahir atau kontak dengan bakteri tersebut di
rumah sakit atau rumah. Bayi baru lahir yang menjadi sakit karena infeksi
E.coli memiliki sistem kekebalan tubuh yang belum matang sehingga mereka rentan
untuk sakit.
Jamur
candida
Pertumbuhan berlebihan
dari jamur candida, jamur yang ditemukan pada tubuh setiap orang, dapat
mengakibatkan infeksi kandidiasis. Pada bayi baru lahir umumnya berupa ruam
popok (diaper rush), dapat juga berupa sariawan (oral thrush) di mulut dan
tenggorokan. Infeksi ini menyebabkan luka di sudut mulut dan bercak putih di
lidah, langit-langit, bibir dan pipi bagian dalam. Bayi baru lahir seringkali
mendapat jamur ini dari vagina ibu dalam proses kelahiran.
Macam-macam
infeksi pada neonatus
Macam-macam
infeksi pada neonatus dintaranya adalah:
Tetanus neonatorum
Merupakan penyakit infeksi pada neonatus yang sering menyebakan kematian,
disebabkan oleh kuman tetanus yang memasuki tubuh melalui luka. Penyakit ini
disertai dengan kekejangan otot yang berat.
CMV (Citomegali Viruses)
Biasanya gejalanya ringan atau sama sekali tidak ada. Pada infeksi yang
telah lengkap terdapat ikterus, lesimakulopapular, generalisata disertai
purpura atau petekie.
Virus herpes simplex
Biasanya infeksi herpes simpleks pada neonatus merupakan infeksi herpes
tipe II, diduga penularan lewat jalan lahir pada saat persalinan. Bayi mulai
sakit pada hari ke-4 disertai erupsi vesicular luar yang juga mengenai mata dan
mukosa mulut. Bila bayi hidup biasanya terdapat gejala sisa berupa kelainan
neurologik.
2.1.5
Patogenesis
Infeksi
neonatus dapat melalui beberapa cara dan di bagi dalam 3 golongan yaitu:
Infeksi antenatal
Pada masa antenatal kuman masuk ke tubuh janin melalui peredaran darah
ibu ke plasenta dan selanjutnya infeksi melalui serkulasi umbilikalis masuk ke
janin.
Infeksi intranatal
Infeksi intranatal lebih sering terjadi dengan cara kuman dari vagina
naik dan masuk kedalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Pecah ketuban lebih
dari 12 jam akan menjadi penyebab timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi
dapat terjadi walaupun ketuban masih utuh. Misalnya pada partus lama dan sering
dilakukan pemeriksaan dalam. Janin terkena infeksi karena inhalasi likuor yang
septic sehingga terjadi pneumonia congentinal atau karena kuman memasuki
peredaran darahnya dan menyebabkan seplikerta. Infeksi intranatal dapat juga
terjadi dengan jalan kontak langsung dengan kuman yang terdapat dalam vagina
misalnya blennorhoe.
Infeksi pascanatal
Infeksi terjadi sesudah bayi lahir lengkap, infeksi terjadi akibat
penggunaan alat-alat perawatan yang tidak steril, tindakan yang tidak
antiseptik, atau dapat juga terjadi akibat infeksi silang, misalnya tetanus
neonatorum, omfalitis, dan lain-lain.
2.1.6 Gejala
Infeksi
Tanda
infeksi pada bayi biasanya tidak khas seperti yang terdapat pada bayi yang
lebih tua ada beberapa gejala yaitu:
Bayi malas minum
Gelisah
mungkin juga dapat menjadi letargi
Frekuensi pernapasan meningkat
Berat badan menurun
Pergerakan kurang
Muntah
Diare
Sklerema, oedema
Perdarahan,ikterus, kejang, suhu meningkat yaitu lebih dari 38,5oC.
Hipotermi dan hipertermi
Pembagian Infeksi Perinatal:
Infeksi berat termasuk sepsis neonatorum, meningitis,
pneumonia, diare epidemik, pielonefritis, osteitis akut dan tetanus neonatorum.
Infeksi ringan, terdiri dari infeksi pada kulit,
oftalmia neonatorum, infeksi umbilicus (epifalitis) dan monoliasis.
Faktor-faktor utama berperan dalam terjadinya infeksi dan menentukan beratnya
infeksi pada neonatus. Hal tersebut
menekankan pentingnya diagnosis dini yang tepat serta pengobatan yang memadai.
Faktor tersebut adalah:
Macam
mikroorganisme penyebab termasuk virus, bakteri, fugus, protozoa, chamydia dan
mycoplasma.
Gambaran
klinis infeksi pada neonatus tidak khas sehingga sering tidak atau terlambat
terdiagnisis.
Beberapa
uji labolatorium rutin untuk membantu diagnosis infeksi sering tidak atau
terlambat.
Mekanisme
daya tahan tubuh neonatus masih imatur sehingga memudahkan invasi
mikroorganisme. Oleh karena itu infeksi mudah menjadi berat dan dapat
menimbulkan kematian dalam waktu beberapa jam atau beberapa beberapa hari tidak
mendapat pengobatan yang tepat.
Banyak
infeksi bakteri disebabkan oleh mikroorganisme yang reaktif telah resisten
terhadap antibiotik.
2.1.7 Pencegahan infeksi
Mencuci
tangan sampai siku dengan sabun dan air mengalir selama 2 menit sebelum masuk
ke tempat rawat bayi.
Mencuci
tangan dengan antiseptik atau sabun setiap sebelum dan sesudah memegang seorang
bayi.
Melakukan
tindakan untuk mengurangi kontaminasi pada makanan bayi dan semua benda yang
berhubungan langsung dengan bayi.
Mencegah
kontaminasi melalui udara
Mencegah
jumlah bayi yang terlalu banyak dalam satu ruangan.
Ada
pemisahan di kamar bersalin antara bagian septik dan aseptik.
Di bangsal
bayi baru lahir dipisahkan antara partus aseptik dan septik.
Dapur susu
harus bersih dan cara mencampur susu harus aseptik, setiap bayi harus mempunyai
tempat pakaian sendiri dan inkubator harus selalu dibersihkan, lantai ruangan
setiap hari harus dibersihkan dengan antiseptik.
Pemakaian
antibiotik dengan indikasi jelas.
Melarang
petugas yang menderita infeksi masuk ke tempat bayi dirawat.
Hubungan antara bayi dan keluarga harus
tetap dilaksanakan agar perkembangan bayi tidak terganggu. Sedangkan bahaya
infeksi dapat dikurangi dengan cara mematuhi peraturan pencegahan infeksi.
2.1.8 Penatalaksanaan infeksi
Apabila
suhu tinggi lakukan kompres dingin
Berikan ASI
perlahan lahan sedikit demi sedikit
Apabila
bayi muntah, lakukan perawatan muntah yaitu posisi tidur miring ke kiri / ke
kanan
Apabila ada
diare perhatikan personal hygiene dan keadaan lingkungan
2.1.9 Asuhan bidan
Beritahu
ibu jika bayi demam pada dasarnya merupakan reaksi alamiah tubuh
terhadap adanya infeksi. Jadi, saat
bayinya mengalami infeksi, demam tak perlu ditakuti
karena justru itu tanda bahwa mekanisme pertahanan tubuhnya bekerja dengan baik.
Memberitahu
ibu untuk segera mengompres bayinya jika suhu tubuh bayi dirasakan telah tinggi
Jika suhu
tubuh bayi setelah dikompres tetap tinggi maka berikan saran kepada ibu untuk
membawa bayinya ke tenaga kesehatan untuk ditindaklanjuti
Rujuk
segera ke rumah sakit, jelaskan kepada keluarga bahwa anaknya perlu dirujuk
untuk perawatan selanjutnya
Beritahu
ibu untuk selalu menjaga kebersihan dirinya, bayinya, dan lingkungannya
2.2
SINDROM KEMATIAN BAYI MENDADAK
2.2.1 Pengertian Sindrom Kematian Bayi
Mendadak (SKBM)
Sindrom kematian
bayi mendadak (SKBM) didefinisikan sebagai kematian mendadak pada bayi atau
pada anak kecil yang tidak terkirakan anamnemis dan tidak terjelaskan dengan
pemeriksaan postmoterm menyeluruh, yang meliputi otopsi, penyelidikan
terjadinya kematian, dan tinjauan riwayat medis keseluruhan.
SKBM merupakan penyebab utama kematian
bayi pascaneonatus di negara maju, umumnya mencapai 40–50% dari kematian bayi
antara umur 1 bulan – 1 tahun, di Amerika Serikat angka SKBM adalah 1,3 /1000
kelahiran hidup paling tidak 6000 kematian terjadi setiap tahun. SKBM jarang
sebelum umur 1 bulan, insiden puncak adalah 2-4 bulan dan 95% dari semua kasus
SKBM terjadi pada umur 6 bulan.
2.2.2 Penyebab SKBM
Berbagai faktor
genetik, lingkungan atau sosial telah dikaitkan dengan peningkatan resiko SKBM
termasuk kelahiran prematur, terutama dengan riwayat apnea, BBLR, cuaca dingin,
ibu muda yang tidak menikah, kondisi sosial ekonomi yang buruk termasuk populasi
yang padat, riwayat ibu perokok, anemia, penggunaan narkotika, cacat batang
otak, fungsi saluran nafas yang abnormal dan hiperaktif, riwayat SKBM pada
saudara sekandung, riwayat ”hampir hilang”, atau episode SKBM yang abortif
(misalnya; masa dimana bayi berhenti bernapas, menjadi sianosis atau pucat,
serta menjadi tidak responsif, tapi berhasil diresusitasi).
Tanda dan gejala:
Bayi
mempunyai suara tangisan yang bernada lebih tinggi atau lebih rendah dari
normal.
Mengalami
takikardi dengan variasi denyut yang lebih dari normal.
Meningkatnya
frekuensi pernafasan serta penurunan insiden apnea.
Labilitas
yang lebih tinggi dari normal dan stabilitas denyut jantung yang lebih buruk.
2.2.3 Patofisiologi SKBM
Temuan postmortem
adalah terkait langsung dengan kelainan perkembangan batang otak dan asfiksia
kronis. Perubahan asfiksi adalah akibat kelainan yang mendasar yang menyebabkan
gangguan perkembangan batang otak atau akibat disfungsi batang otak.
Berdasarkan data postmortem dan kelainan fungsi yang ada pada bayi dengan
risiko tinggi untuk SKBM, hipotesis yang paling kuat untuk menjelaskan SKBM
adalah kelainan batang otak dalam mengendalikan kardiorespirasi.
Peningkatan risiko
SKBM yang terkait dengan banyak faktor obstetri menunjukkan bahwa lingkungan
dalam rahim calon korban SKBM adalah suboptimal. Ibu merokok selama kehamilan
meningkatkan dua kali risiko SKBM, bayi dari ibu perokok juga tampak meninggal
pada umur yang lebih muda. Risiko kematian membesar secara progresif sejalan
dengan peningkatan pajanan rokok sehari-hari dan sejalan dengan menjeleknya
anemia ibu. Iskemia janin yang disebabkan oleh vasokontriksi diduga merupakan
mekanisme dimana merokok pada ibu merupakan predisposisi terjadinya SKBM.
Posisi tidur
tengkurap pada bayi adalah faktor risiko bermakana untuk SKBM. Frkuensi SKBM
tiga kali lebih besar bila posisi tidur yang terutama adalah tengkurap (di atas
perut) daripada bila terlentang (di atas punggung). Program intervensi
berdasarkan populasi untuk mengurangi tidur tengkurap telah menghasilkan penurunan
yang besar prevalensi tidur tengkurap dan penurunan yang besar angka SKBM
sebesar 50 % atau lebih.
2.2.4 Pencegahan SKBM
Untuk mencegah kemungkinan bayi terkena resiko SKBM maka dilakukan pencegahan sebagai berikut:
Untuk mencegah kemungkinan bayi terkena resiko SKBM maka dilakukan pencegahan sebagai berikut:
Orang tua berhenti merokok
Tidak menempatkan
bayi tidur dengan posisi telungkup atau wajah menghadap kasur
Memberikan ASI yang
cukup pada bayi agar bayi memiliki sistem imun yang kuat
Menidurkan bayi pada
permukaan yang agak keras
Menghindarkan bayi dari suhu yang terlalu panas saat tidur
Peran Orangtua
Harap waspada jika anak sedang berada dalam ayunan atau tempat tidur dengan bantal, mainan
lunak, dan besar, yang bisa menyebabkan muka bayi tertutup dan mempengaruhi dia
bernapas. Jauhkan bayi anda dengan kondisi kepala terbuka. Pastikan suhu
ruangan (sekitar 65 derajat Fahrenheit), terutama jika anda membedung bayi.
Orang tua jangan memakaikan baju berlebihan, pakailah pakaian seperlunya
saat bayi tidur.
Orang tua sangat diharapkan tidak merokok di sekitar bayinya dan menjauhkan
bayi dari orang-orang yang merokok.
Penatalaksanaan
SKBM
Dengan kemajuan teknologi dan bertambah banyaknya
orang tua yang mendapat informasi mengenai SKBM, maka tekanan untuk memantau
ventilasi dan denyut jantung semakin meningkat. Terdapat kebutuhan untuk
menentukan rentan normal dari denyut jantung, variasi kecepatan denyut jantung,
frekuensi dan lama jeda pernapasan, sehingga bayi-bayi yang mungkin mendapat
manfaat dengan pemantauan dapat diidentifikasi. Pemantauan denyut jantung (EKG)
saat ini lebih maju secara teknis dibandingkan pemantauan ventilasi (pemantauan
apnea). Pemantauan apnea tergantung pada gangguan mungkin tidak dapat
mendeteksi obstruksi saluran nafas lengkap karena bayi tetap melanjutkan
gerakan-gerakan pernapasan. Karena apnea yang serius dapat terabaikan jika
hanya melakukan pemantauan gerakan torakoabdominal saja, maka harus disertakan
pula pemantauan denyut jantung.
Pada saat ini, sulit untuk memutuskan
apakah pemantauan di rumah diperlukan atau diinginkan, atau berapa lama harus
dilakukan. Kesanggupan anggota keluarga untuk menangani alat pantau serta
melakukan tindakan-tindakan yang tepat terhadap alarm serta alarm palsu
merupakan faktor yang kritis dalam mengambil keputusan. Untuk saat ini, kami
yakin bahwa program pemantauan di rumah seharusnya tidak terlepas dari riset
yang mengevaluasi program tersebut beserta pengaruhnya.
Bahkan seandainya mungkin untuk pencegahan
SKBM khususnya pada semua bayi beresiko tinggi, beberapa kasus akan terjadi
pada bayi yang tidak dianggap beresiko. Dengan alasan ini dan karena menurut
definisi kematian datang dengan cepat dan tanpa peringatan maka perlu diberikan
dukungan psikologi dan emosi.
2.2.7 Asuhan bidan
Beritahu
ibu cara menyusui yang benar dan aman karena dikhawatirkan ibu menyusui sambil
berbaring yang dapat memungkinkan bayi mengalami sesak napas karena tertutup
hidungnya.
Beritahu
ibu untuk tidak membiarkan bayinya tidur dalam keadaan tengkurap, jika bayi
tertidur seperti itu maka ibu seharusnya merubah posisi tidurnya.
Beritahu
orang tua untuk berada jauh dari bayi saat merokok.
2.3
OBSTIPASI
2.3.1 Pengertian Obstipasi
Obstipasi merupakan salah satu gangguan
pencernaan yang cukup banyak dijumpai pada neonatus, bayi, dan anak. Obstipasi
diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya penurunan frekuensi atau
berkurangnya defekasi. Pada sebagian besar kasus, biasanya bayi mengalami abdominal
distension dan gagal mengeluarkan meconium dalam beberapa jam pertama
kehidupan. Gagal BAB pada periode neonatal harus selalu dipertimbangkan sebagai
suatu yang abnormal sampai terbukti bahwa hal tersebut merupakan kasus lain.
Sekitar 94% bayi normal, secara spontan mengeluarkan meconeum dalam 24 jam
setelah lahir dan 99,8 % BAB dalam 48 jam pertama.
Ada beberapa variasi pada kebiasaan buang
air besar yang normal. Biasanya buang air besar 2-3 kali sehari tergantung
jenis susu yang dikonsumsi akan tetapi masih mungkin normal bila buang air
besar 36-48 jam sekali asal konsistensi tinja normal.
2.3.2 Patofisiologi Obstipasi
Kolon mempunyai
fungsi menerima bahan buangan dari ileum, kemudian mencampur, melakukan
fermentasi, dan memilah karbohidrat yang tidak diserap, serta memadatkannya
menjadi tinja. Fungsi ini dilaksanakan dengan berbagai mekanisme
gerakan yang sangat kompleks. Pada keadaan normal kolon harus dikosongkan
sekali dalam 24 jam secara teratur. Diduga pergerakan tinja dari bagian
proksimal kolon sampai ke daerah rektosigmoid terjadi beberapa kali sehari,
lewat gelombang khusus yang mempunyai amplitudo tinggi dan tekanan yang
berlangsung lama. Gerakan ini diduga dikontrol oleh pusat yang berada di batang
otak, dan telah dilatih sejak anak-anak.
Proses sekresi di
saluran cerna mungkin dapat megalami gangguan, yaitu kesulitan atau hambatan
pasase bolus di kolon atau rektum, sehingga timbul kesulitan defekasi atau
timbul obstipasi. Gangguan pasase bolus dapat diakibatkan oleh suatu penyakit
atau dapat karena kelainan psikoneuorosis. Yang termasuk gangguan pasase bolus
oleh suatu penyakit yaitu disebabkan oleh mikroorganisme (parasit, bakteri,
virus), kelainan organ, misalnya tumor baik jinak maupun ganas, pasca bedah di
salah satu bagian saluran cerna (pasca gastrektomi, pasca kolesistektomi).
2.3.3 Tanda dan gejala Obstipasi
Sering
menangis
Susah tidur
Gelisah
Perut
kembung
Kadang-kadang
muntah
Abdomen
distensi dan Anoreksia
2.3.4 Penyebab Obstipasi
Penyaluran
makanan yang kurang baik, misalnya makanan yang diberikan pada bayi muda kurang
mengandung air/gula, sedangkan pada bayi usia lebih tua biasanya karena makanan
yang kurang mengandung polisakarida atau serat.
Kemungkinan
adanya gangguan pada usus seperti pada penyakit Hirschpung yang berarti usus
tidak melakukan gerakan peristaltik.
Sering
menahan sembelit karena nyeri pada saat buang air besar.
Pencegahan
Obstipasi
Berikan
asupan ASI yang lebih banyak dan pastikan bayi tidak mengalami dehidrasi.
Usahakan
diet pada ibu dan bayi yang cukup mengandung makanan yang banyak serat seperti
buah-buahan dan sayuran.
Perhatikan
ekspresi wajah bayi pada saat BAB, jika mukanya merah menandakan bayi sulit
mengejan sehingga feses tidak kunjung keluar. Bahkan saat keluar pun terdapat
darah yang menyertai karena ada bagian tubuh yang terluka / teriritasi).
2.3.6 Penatalaksanaan Obstipasi
Pemberian
laktasi hanya merupakan tindakan pariatif yaitu hanya bila diperlukan saja.
Peningkatan
intake cairan.
Bila diduga
terdapat penyakit hirschpung dapat dilakukan tes tekanan usus.
2.3.7 Asuhan Bidan
Beritahu ibu untuk
selalu memberikan ASI-nya agar bayi tidak mengalami dehidrasi.
Beritahu
ibu untuk makan makanan yang kaya serat seperti sayuran dan buah-buahan.
Beritahu
ibu untuk menambah asupan cairan agar ASI nya memiliki kandungan air yang lebih
agar dapat memperlancar BAB pada bayi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar