BAMBU BUNTU

Minggu, 17 Februari 2013

PENERAPAN BIOTEKNOLOGI DALAM PROSES KLONING



PENERAPAN BIOTEKNOLOGI DALAM PROSES KLONING

1.1     Latar Belakang
Bioteknologi adalah suatu  cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup baik itu bakteri, fungi, virus, dan lain-lain  maupun produk dari makhluk hidup enzim, alkohol dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Pada zaman sekarang ini perkembangan Bioteknologi tidak hanya semata – mata pada bidang ilmu biologi saja melainkan juga perkembangan pada bidang – bidang ilmu murni dan terapan lain seperti biokimia, computer, genetika, biologi molekuler, maupun mikrobiologi. Penerapan bioteknologi dalam kehidupan sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Beberapa penerapan dalam bidang teknologi yang sudah banyak dilakukan misalnya bidang teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti, maupun keju, pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas baru di bidang pertanian, serta pemuliaan dan reproduksi hewan. Di bidang medis, penerapan bioteknologi pada masa lalu dibuktikan antara lain dengan penemuan vaksin, antibiotik, dan insulin.
Pada zaman sekarang, di Negara – Negara maju dan berkembang bioteknologi berkembang dengan sangat pesat. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi seperti rekayasa genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain. Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang belum dapat disembuhkan. Selain itu Hal – hal yang mendorong perkembangan bioteknologi ini adalah untuk meningkatkan mutu baik itu dalam bidang pangan, medis, maupun bidang kehidupan lainnya. Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme dengan menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut. Salah satu penerapan bidang bioteknologi yang sering dibicarakan orang yaitu Kloning.  Dimana dengan dilakukannya kloning ini maka akan bermanfaat bagi kehidupan manusia baik itu dalam bidang pengobatan maupun yang lainnya.
\



Sejarah dan Definisi Kloning
  Definisi
Secara definisi, Kloning adalah suatu upaya untuk memproduksi sejumlah individu yang secara genetic sama persis (identik). Sedangkan istilah klon adalah sekelompok organisme hewan maupun tumbuh-tumbuhan yang dihasilkan melalui reproduksi aseksual dan berasal dari satu induk yang sama. Setiap anggota dari klon tersebut mempunyai susunan dan jumlah gen yang sama dan kemungkinan besar fenotipnya juga sama. Cloning didasarkan pada prinsip bahwa setiap makhluk hidup mempunyai kemampuan totipotensi yang artinya setiap sel mempunyai kemampuan untuk menjadi individu.
  SEJARAH KLONING
Kata kloning, dari kata Inggris clone, pertama kali diusulkan oleh Herbert Webber pada tahun 1903 untuk mengistilahkan sekelompok makhluk hidup yang dilahirkan tanpa proses seksual dari satu induk. Secara alami kloning hanya terjadi pada tanaman : menanam pohon dengan stek. Kloning pada tanaman dalam arti melalui kultur sel mula-mula dilakukan pada tanaman wortel. Dalam hal ini sel akar wortel dikultur, dan tiap selnya dapat tumbuh menjadi tanaman lengkap. Teknik ini digunakan untuk membuat klon tanaman dalam perkebunan. Dari sebuah sel yang mempunyai sifat unggul, kemudian dipacu untuk membelah dalam kultur, sampai ribuan atau bahkan sampai jutaan sel. Tiap sel mempunyai susunan gen yang sama, sehingga tiap sel merupakan klon dari tanaman tersebut.
Kloning pada hewan dilakukan mula-mula pada amfibi (kodok), dengan mengadakan transplantasi nukleus ke dalam telur kodok yang dienukleasi. Sebagai donor digunakan nukleus sel somatik dari berbagai stadium perkembangan. Ternyata donor nukleus dari sel somatik yang diambil dari sel epitel usus kecebong pun masih dapat membentuk embrio normal.  Keberhasilan ini tentu memicu penelitian lebih lanjut tentang kemungkinan penerapan teknologi kloning ini pada hewan lain dan manusia. Hingga akhirnya pada tanggal 13 Oktober 1993, dua peneliti Amerika, Jerry L. Hall dan Robert J. Stillman dari Universitas George Washington mengumumkan hasil kerjanya tentang kloning manusia dengan menggunakan metode embryo splitting (pemisahan embrio ketika berada dalam tahap totipotent) atas embrio yang dibuat secara in vitro fertilization (IVF). Dari proses embryo splitting tersebut, Hall dan Stillman mendapatkan 48 embrio baru yang secara genetis sama persis. 18 Penelitian terhadap kloning ini pun tetap berlanjut. Sejarah tentang hewan kloning telah muncul sejak tahun 1900, tetapi hewan kloning baru dapat dihasilkan lewat penelitian Dr. Ian Willmut seorang ilmuwan skotlandia pada tahun 1997, dan untuk pertama kali membuktikan bahwa kloning dapat dilakukan pada hewan mamalia dewasa. Metode kloning yang digunakan untuk mengklon biri-biri tersebut adalah metode somatic cell nuclear transfer (SCNT). Hewan kloning tersebut dihasilkan dari inti sel epitel ambing domba dewasa yang dikultur dalam suatu medium, kemudian ditransfer ke dalam ovum domba yang kromosomnya telah dikeluarkan, yang akhirnya menghasilkan anak domba kloning yang diberi nama Dolly.
Kloning domba Dolly merupakan peristiwa penting dalam sejarah kloning. Dolly direproduksi tanpa bantuan domba jantan, melainkan diciptakan dari sebuah sel kelenjar susu yang di ambil dari seekor domba betina. Dalam proses ini Dr. Ian Willmut menggunkan sel kelenjar susu domba finndorset sebagai donor inti sel dan sel telur domba blackface sebagi resepien. Sel telur domba blackface dihilangkan intinya dengan cara mengisap nukleusnya keluar dari selnya menggunakan pipet mikro. Kemudian, sel kelenjar susu domba finndorset  difusikan (digabungkan) dengan sel telur domba blackface yang tanpa nukleus. Proses penggabungan ini dibantu oleh kejutan/sengatan listrik, sehingga terbentuk fusi antara sel telur domba blackface tanpa nucleus dengan sel kelenjar susu dompa finndorsat. Hasil fusi ini kemudian berkembang menjadi embrio dalam tabung percobaan dan kemudian dipindahkan ke rahim domba blackface. Kemudian embrio berkembang dan lahir dengan ciri-ciri sama dengan domba finndorset.
Sejak Wilmut et al. berhasil membuat klon anak domba yang donor nukleusnya diambil dari sel kelenjar susu domba dewasa, maka terbukti bahwa pada mammalia pun klon dapat dibuat. Atas dasar itu para ahli berpendapat bahwa pada manusia pun secara teknis klon dapat dibuat.
1962 - John Gurdon mengklaim telah mengkloning katak dari sel dewasa.
1963 - J.B.S. Koin Haldane 'clone' istilah
1966 - Pembentukan kode genetik lengkap
1967 - Enzim DNA ligase terisolasi
1969 - Shapiero dan Beckwith mengisolasi gen pertama
1970 - enzim restriksi Pertama terisolasi
1972 - Paul berg menciptakan molekul DNA rekombinan pertama
1973 - Cohen dan Boyer menciptakan organisme pertama DNA    rekombinan
1977 - Karl Illmensee mengklaim telah menciptakan tikus dengan hanya satu orangtua
1979 - Karl Illmensee membuat klaim telah kloning threemice
1983 - Solter dan McGrath sekering sel embrio tikus dengan telur tanpa inti, tetapi gagal untuk mengkloning teknik mereka
1984 - Steen Wiladsen klon domba dari sel embrio
1985 - Steen Wiladsen klon domba dari sel embrio. Steen Wiladsen bergabung Genetika Grenad untuk mengkloning sapi secara komersial
1986 - Steen Wiladsen klon ternak dari sel dibedakan
1986 - Pertama, Prather, dan klon Eyestone sapi dari sel embrio
1990 - Proyek Genom Manusia dimulai
1996 - Dolly, hewan pertama yang dikloning dari sel dewasa lahir
1997 - Presiden Bill Clinton mengusulkan moratorium lima tahun pada kloning
1997 - Richard Benih mengumumkan rencananya untuk mengkloning manusia
1997 - Wilmut dan Campbell menciptakan Polly, domba kloning dengan gen manusia dimasukkan
1998 - Teruhiko Wakayama menciptakan tiga generasi tikus kloning genetik identik.      
2.2 Jenis – Jenis Kloning
Kloning adalah tindakan menggandakan atau mendapatkan keturunan tanpa fertilisasi, berasal dari induk yang sama, mempunyai susunan (jumlah dan gen) yang sama dan kemungkinan besar mempunyai fenotip yang sama. Berdasarkan pengertian diatas, terdapat beberapa jenis kloning yang dikenal, antara lain :
1.         Kloning  DNA Rekombinan
Kloning  DNA adalah memasukkan DNA asing ke dalam plasmid suatu sel bakteri. DNA yang dimasukkan ini akan bereplikasi (memperbanyak diri) dan diturunkan pada sel anak pada waktu sel tersebut membelah. Gen asing ini tetap melakukan fungsi seperti sel asalnya, walaupun berada dalam sel bakteri. Pembentukan DNA rekombinan ini disebut juga rekayasa genetika. Perekayasaan genetika terhadap satu sel dapat dilakukan dengan hanya menghilangkan, menyisipkan atau menularkan satu atau beberapa pasang basa nukleotida penyusun molekul DNA tersebut. Untuk kloning ini diperlukan plasmid dan enzim untuk memotong DNA, serta enzim untuk menyambungkan gen yang disisipkan itu ke plasmid.
Beberapa jenis bakteri mempunyai sejumlah molekul DNA melingkar yang ukurannya kecil sekali, hanya mengandung beberapa ribu pasang basa, selain mempunyai kromosom utama dengan 4 juta pasang basa. Kromosom mini ini dinamakan juga plasmid. Plasmid dapat bereplikasi secara otonom. Plasmid ini merupakan elemen genetis yang tidak berhubungan dengan kromosom utama dan mengandung gen-gen yang resisten terhadap antibiotik, antara lain yaitu antibiotik tetrasiklin dan ampisilin). Keresistenan terhadap antibiotik memerlukan sejumlah enzim yang secara kimiawi dapat menetralisir antibiotik tersebut.
Dengan menempatkan gen pada plasmid, masing-masing gen ada dalam salinan (copy) sejumlah plasmid tertentu yang dinamakan episom. Plasmid ini mampu bergerak mendekati dan menjauhi elemen kromosom utama. Hal ini menunjukkan bahwa plasmid memiliki elemen-elemen genetis yang bergerak, yang dilakukan melalui fusi secara bebas dari dua unit DNA replikasi (replikon). Plasmid dapat diintegrasikan (dimasukkan) ke dalam kromosom bakteri dan dapat dipindahkan dari satu sel bakteri ke bakteri yang lain melalui transformasi, jika kromosom sel-sel tersebut merupakan pasangannya.
Transformasi adalah pemindahan satu sifat mikroba melalui bagian DNA tertentu dari mikroba. Oleh karena DNA plasmid sangat kecil daripada fragmen DNA kromosom, maka dapat dengan mudah dipisahkan dan dimurnikan. Di dalam laboratorium, jika plasmid dicampurkan dengan bakteri, dengan adanya ion Ca++, DNA plasmid tersedot ke dalam sel bakteri, sehingga bakteri mengandung plasmid yang tersedot tersebut. Sel bakteri mempunyai satu bentuk plasmid. Kenyataannya bahwa enzim Eco Ri menghasilkan potongan ujung khusus yang kohesif yang selanjutnya merupakan metode praktis untuk kloning fragmen DNA. Cara yang penting adalah memasukkan suatu fragmen DNA yang telah dipotong dengan enzim restriksi Eco Ri ke dalam plasmid hibrid yang dapat digunakan untuk mempengaruhi bakteri. Masing-masing sel bakteri memperoleh satu sel plasmid rekombinan yang mengandung fragmen DNA asing yang dimasukkan.
Penggunaan antibiotik secara ekstensif dan penyalahgunaan antibiotik dalam pengobatan manusia dan hewan ternak menyebabkan strain bakteri alami menjadi resisten terhadap kebanyakan antibiotik yang bersifat umum. Biasanya keresistenan ini tergantung pada respon (tanggapan) plasmid bakteri yang mempunyai enzim khusus yang dapat menguraikan antibiotik. Jika digunakan plasmid yang resisten antibiotik bersama-sama dengan sel bakteri yang plasmidnya sensitive terhadap antibiotik, dengan memasukkan plasmid resisten terhadap antibiotik yang mengandung gen rekombinan, plasmid ini dapat dideteksi dengan mudah. Plasmid pbR 322 adalah salah satu contoh plasmid yang mengandung gen resisten terhadap dua jenis antibiotik yaitu ampisilin dan tetrasiklin. Selain itu tempat untuk enzim restriksi bekerja berada di antara gen-gen yang resisten terhadap antibiotik tersebut (lihat Gambar 2). Dengan demikian, jika sepotong DNA asing dikombinasikan ke dalam satu atau lebih gen resisten antibiotik, gen tersebut tidak akan aktif. Hal ini berarti bahwa keberhasilan pemotongan DNA asing ke dalam satu gen resisten antibiotik dengan mudah dideteksi. Potensi genetis untuk resisten tersebut dieleminir. Jika plasmid dimasukkan ke dalam sel bakteri (hos), bakteri akan memperoleh keresistenan khusus yang kedua karena gen tersebut masih utuh..
Plasmid yang membawa gen resisten antibiotik itu tersebar luas di alam dan plasmid tersebut dimutasikan agar tidak dapat bergerak secara spontan dari satu sel ke sel yang lain. Dengan menggunakan strain bakteri tertentu, percobaan dengan menggunakan plasmid yang resisten obat sangat berguna tanpa menimbulkan resiko yang berarti. Plasmid yang pertama kali dipakai sebagai vektor untuk rekombinan DNA adalah plasmid dari sel bakteri Escherichia coli. Plasmid ragi Saccharomyces cerevisiae, dan plasmid bakteri Bacillus subtilis dan virus saat ini juga digunakan sebagai vektor untuk rekombinan DNA.
Dalam melakukan pengklonan suatu DNA asing atau DNA yang diinginkan atau DNA sasaran harus memenuhi hal-hal sebagai berikut. DNA plasmid vektor harus dimurnikan dan dipotong dengan enzim yang sesuai sehingga terbuka. DNA yang akan disisipkan ke molekul vektor untuk membentuk rekombinan buatan harus dipotong dengan enzim yang sama. Reaksi pemotongan dan penggabungan harus dipantau dengan menggunakan elektroforesis gel. Rekombinan buatan harus ditransformasikan ke E. coli atau ke vektor lainnya.
 Rekayasa genetik dengan menggunakan plasmid bakteri E. coli dapat dilakukan sebagai berikut.
1. Menentukan gen yang diinginkan untuk disisipkan, misalnya gen pengkode hormone insulin dari sel-sel pankreas manusia atau gen pengkode hormone pertumbuhan dari kelenjar pituitari. Kromosom sel-sel pankreas dikeluarkan dengan memecah membran plasma. Membran plasma ini dipecah dengan diberi kejutan listrik atau dengan pemberian zat kimia yaitu polietilen glikol atau kalsium klorida (CaCl2), sehingga kromosom dapat keluar dari sel pankreas.
2. Kromosom yang diinginkan tadi dipotong dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease untuk melepaskan bagian DNA yang diinginkan, kemudian memurnikan DNA tersebut. Elektroforesis dapat juga digunakan untuk persiapan memurnikan fragmen DNA tertentu, selain digunakan untuk menganalisis.
3. Mengektraksi plasmid dari sel bakteri. Plasmid dipisahkan dari sel dengan cara memecah dinding sel bakteri. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan deterjen atau dengan enzim lisozim, kemudian dilisis dengan natrium hidroksida (NaOH) dan larutan dedosil sulfat. DNA kromosom akan menggumpal dan dinetralisir dengan natrium asetat. DNA plasmid ini akan menggumpal membentuk jaring-jaring dan dengan mudah mengendap. Untuk memisahkan DNA ini dilakukan sentrifugasi.
4. Cairan yang mengandung plasmid ini dijenuhkan dengan pengendapan etanol. DNA plasmid yang dimurnikan dengan filtrasi gel. Plasmid yang berbentuk lingkaran itu dipotong dengan enzim restriksi endonuklease yaitu enzim yang sama digunakan untuk memotong DNA pankreas. Enzim ini memecah ikatan fosfodiester pada molekul DNA. Endonuklease memecah asam nukleat pada posisi internal, sedangkan enzim eksonuklase memecah molekul DNA dari ujung molekulnya.
5. Kemudian pemasangan gen pengkode yang diinginkan tadi ke dalam plasmid dengan menggunakan enzim ligase yang fungsinya menggabungkan ikatan fosfodiester antara fragmen ujung-ujung yang terpotong tadi. Proses penyambungan tersebut disebut ligasi. Karena enzim yang digunakan untuk memotong DNA sel pankreas dan plasmid sama jenisnya, akan menghasilkan ujung-ujung yang lengket yang sama strukturnya, sehingga penyambungannya akan menyatu sempurna. Suhu optimum untuk ligasi adalah 37oC, tetapi ikatannya tidak stabil. Ligasi akan berhasil jika dilakukan pada suhu 4o-150oC.
6. Plasmid yang telah disisipi gen pengkode yang diinginkan itu dimasukkan ke dalam sel bakteri coli dengan cara tranformasi. Transformasi dilakukan dengan memasukkan bakteri E. coli ke dalam larutan CaCl2 sehingga terbentuk lubang-lubang sementara, sehingga plasmid dapat masuk ke dalam sel bakteri. Diharapkan bakteri yang telah disisipi gen tersebut mewarisi sifat gen baru, sehingga bakteri yang telah disisipi dengan gen pengkode insulin dapatm memproduksi insulin.
7. Langkah selanjutnya adalah mengembangbiakkan bakteri hasil rekayasa dalam tabung fermentasi yang berisi medium untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri E. coli untuk memproduksi insulin dalam jumlah yang banyak. Insulin yang terbentuk kemudian dipisahkan dari senyawa yang lain.
Langkah pembuatan insulin dengan menggunakan plasmid bakteri yang dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.

2.      Kloning Kesehatan (Terapeutic Cloning)
Kloning terapeutik bagian dari terapi sel punca yang bertujuan untuk menghindari adanya reaksi penolakan terhadap sistem imun pasien pada saat dilakukan terapi. Kloning terapeutik dilakukan dengan sel induk, dimaksudkan untuk tujuan terapeutik (penyembuhan) dan riset medis, bukan untuk menciptakan manusia baru. Hal ini dilakukan dengan menggunakan teknologi SCNT (Somatic Cell Nuclear Transfer). Sel punca memiliki potensi yang sangat menjanjikan untuk terapi berbagai penyakit sehingga menimbulkan harapan baru untuk mengobatinya. Sampai saat ini, ada 3 golongan penyakit yang dapat diatasi dengan penggunaan sel punca, di antaranya adalah:
1. Penyakit autoimun,
2. Penyakit degeneratif, contoh stroke, Parkinson, Alzhimer.
3. Penyakit kanker, contoh leukemia.
Sel punca embrionik sangat plastis dan mudah dikembangkan menjadi berbagai macam jaringan sel, seperti neuron, kardiomiosit, osteoblast, fibroblast, dan sebagainya. Oleh karena itu, sel punca embrionik dapat digunakan untuk transplantasi jaringan yang rusak. Selain itu, sel punca embrionik memiliki tingkat imunogenisitas yang rendah selama belum mengalami diferensiasi. Salah satu cara untuk menghindari terjadinya graft versus host disease (GVHD) adalah dengan menggunakan sel punca embrionik dengan sel somatik yang bersumber dari pasien itu sendiri sehingga tidak akan ada penolakan lagi terhadap sistem imunnya. Dengan menggunakan teknologi SCNT, sel punca embrionik yang dihasilkan akan identik dengan induknya (dalam hal ini adalah pasien itu sendiri). Hal itu mengakibatkan tidak akan adanya reaksi penolakan terhadap sistem imun pasien apabila dilakukan transplantasi.
Secara teoritis, teknik SCNT memiliki potensi besar dalam dunia kesehatan karena dapat dipergunakan untuk transplantasi berbagai organ dan jaringan pada manusia. Secara singkat tahapan untuk melakukan kloning terapeutik pada manusia (Gambar 2) Pertama mengambil biopsi sel somatik dari tubuh pasien dan inti dari sel somatik tersebut ditransfer ke dalam sel telur donor yang telah dikeluarkan intinya (unfertilized enucleated oocyte). Sel telur hasil manipulasi dikultur sampai ke tahapan tertentu dan setelah mengalami berbagai proses akan didapatkan sel punca embrionik. Sel punca embrionik ini diarahkan perkembangannya menjadi suatu jaringan atau organ tertentu yang akan dapat digunakan untuk transplantasi jaringan atau organ dan tidak akan mengalami rejeksi sistem imun pada pasien itu sendiri (immunologically compatible transplant). Dengan menggunakan bantuan mikroskop, pergerakan sel telur ditahan dengan holding pipette. Kemudian, DNA dari sel somatik pasien (yang berada di dalam injection pipette) diintroduksikan ke dalam sel telur enucleated. Sel telur hasil manipulasi dikultur secara in vitro menjadi blastosit selama 5-6 hari. Lalu,  inner cell mass diisolasi dan dikultur di cawan petri sehingga akan berkembang menjadi sel punca embrionik yang memiliki profil imunologi yang sama dengan pasien.

3.      Kloning Reproduksi (Reproductive Cloning)
Kloning reproduktif pertama kali dilakukan oleh seorang Ilmuan Inggris, John Gurdon. Beliau berhasil melakukan kloning pada katak. Kemudian para peneliti dengan antusias melakukan percobaan lain pada mamalia. Sampai dengan tahun 1996 tepatnya 5 Juli, Ian Wilmut dan para peneliti yang lain dari Roslin Institute di Edinburg (Skotlandia) berhasil menciptakan biri-biri yang diberi nama Dolly, akan tetapi penelitian ini dikatakan belum berhasil karena Dolly yang seharusnya dapat mencapai umur 11 tahun ternyata hanya dapat mencapai umur 6 tahun. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa Dolly mengalami penuaan dini, menderita penyakit radang sendi, dan infeksi paru kronis.
Kloning reproduktif mengandung arti suatu teknologi yang digunakan untuk menghasilkan individu baru atau teknologi yang digunakan untuk menghasilkan hewan yang sama dengan menggunakan teknik SCNT. Genetika individu klon tidak seluruhnya memiliki kesamaan dengan sang induk, persamaan genetika individu klon dengan induknya hanya terletak pada inti DNA donor yang berada di kromosom. Individu klon juga memiliki material genetik lainnya yang berasal dari DNA mitokondria di sitoplasma. Teknologi kloning reproduktif dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kepunahan hewan-hewan langka ataupun hewan-hewan sulit dikembangbiakkan. Namun, laju keberhasilan teknologi ini sangatlah rendah seperti pada contoh yaitu Domba Dolly merupakan contoh kloning reproduktif yang satu-satunya klon yang berhasil lahir setelah dilakukan 276 kali percobaan.
Pada kloning reproduktif ini sel donor yang berupa sel somatik (2n) diintroduksikan ke enucleated oocyte. Keberhasilan proses aktivasi embrio konstruksi secara kimiawi atau mekanik mengakibatkan terjadinya proses pembelahan sampai ke tahap blastosit. Kemudian, embrio dimplantasikan ke dalam rahim untuk dilahirkan secara normal. Berbeda pada kloning kesehatan yang setelah embrio mencapai tahapan blastosit, embrio dikultur secara in vitro untuk didiferensiasikan menjadi berbagai jenis sel untuk kegunaan terapeutik atau kesehatan.
Sampai saat ini, hewan klon yang berhasil diproduksi jumlahnya cukup banyak, di antaranya adalah domba, sapi, kambing, kelinci, kucing, dan mencit. Sementara itu, tingkat keberhasilan kloning masih rendah pada hewan anjing, ayam, kuda, dan primata. Masalah yang kerap kali timbul dalam kloning reproduktif adalah biaya dan efisiensinya. Penelitian dalam kloning reproduktif membutuhkan biaya yang sangat tinggi dan tingkat kegagalannya tinggi. Di samping tingkat keberhasilan yang rendah, hewan klon cenderung mengalami masalah defisiensi sistem imun serta sangat rentan terhadap infeksi, pertumbuhan tumor, dan kelainan-kelainan lainnya. Penyebab timbulnya berbagai masalah di atas adalah adanya kesalahan saat pemrograman material genetik (reprogramming) dari sel donor. Kesalahan pengkopian DNA dari sel donor atau yang lebih dikenal dengan sebutan genomic imprinting akan mengakibatkan terjadinya perkembangan embrio yang abnormal. Berbagai contoh abnormalitas yang terjadi pada klon mencit adalah obesitas, pembesaran plasenta (placentomegally), kematian pada usia dini. Parameter yang dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam SCNT adalah kemampuan sitoplasma pada sel telur untuk mereprogram inti dari sel donor dan juga kemampuan sitoplasma untuk mencegah terjadinya perubahan-perubahan secara epigenetik selama dalam perkembangannya. Dari semua penelitian yang telah dipublikasikan, tercatat hanya sebagian kecil saja dari embrio hasil rekonstruksi (menggunakan sel somatik dewasa atau fetal) yang berkembang menjadi individu muda yang sehat.

3.3 Manfaat Kloning
                Secara garis besar kloning bermanfaat:
1. Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
Manfaat kloning terutama dalam rangka pengembangan biologi, khususnya reproduksi-embriologi dan diferensiasi. Dengan pengembangan ilu pengetahuan baru di bidang bioteknologi akan membuka peluang lebar bagi peneliti untuk menemukan cara baru lagi untuk memecahkan masalah-masalah yangberujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2. Untuk mengembangkan dan memperbanyak bibit unggul
Seperti telah kita ketahui, pada sapi telah dilakukan embrio transfer. Hal yang serupa tentu saja dapat juga dilakukan pada hewan ternak lain, seperti pada domba, kambing dan lain-lain. Dalam hal ini jika nukleus sel donornya diambil dari bibit unggul, maka anggota klonnya pun akan mempunyai sifat-sifat unggul tersebut. Sifat unggul tersebut dapat lebih meningkat lagi, jika dikombinasikan dengan teknik transgenik. Dalam hal ini ke dalam nukleus zigot dimasukkan gen yang dikehendaki, sehingga anggota klonnya akan mempunyai gen tambahan yang lebih unggul.
3. Untuk tujuan diagnostik dan terapi
Sebagai contoh jika sepasang suami isteri diduga akan menurunkan penyakit genetika thalasemia mayor. Dahulu pasangan tersebut dianjurkan untuk tidak mempunyai anak. Sekarang mereka dapat dianjurkan menjalani terapi gen dengan terlebih dahulu dibuat klon pada tingkat blastomer. Jika ternyata salah satu klon blastomer tersebut mengandung kelainan gen yang menjurus ke thalasemia mayor, maka dianjurkan untuk melakukan terapi gen pada blastomer yang lain, sebelum dikembangkan menjadi blastosit.
Contoh lain adalah mengkultur sel pokok (stem cells) in vitro, membentuk organ atau jaringan untuk menggantikan organ atau jaringan yang rusak. Mengingat fakta bahwa sel dapat dimanipulasi untuk meniru jenis sel lain, ini dapat memberikan cara baru untuk mengobati penyakit seperti kanker dan Alzheimer. Kloning juga menawarkan harapan kepada orang yang membutuhkan transplantasi organ. Orang-orang yang membutuhkan transplantasi organ untuk bertahan hidup akibat suatu penyakit sering menunggu bertahun-tahun untuk donor mendapatkan donor yang cocok. Dengan teknologi kloning maka pasien tidak perlu menunggu lama untuk donor transplantasi organ tersebut.
4. Menolong atau menyembuhkan pasangan infertil mempunyai turunan
Manfaat yang tidak kalah penting adalah bahwa kloning manusia dapat membantu/menyembuhkan pasangan infertil mempunyai turunan. Secara medis infertilitas dapat digolongkan sebagai penyakit, sedangkan secara psikologis ia merupakan kondisis yang menghancurkan, atau membuat frustasi. Salah satu bantuan ialah menggunakan teknik fertilisasi in vitro. (in vitro fertilization = IVF). Namun IVF tidak dapat menolong semua pasangan infertil. Misalnya bagi seorang ibu yang tidak dapat memproduksi sel telur atau seorang pria yang tidak dapat menghasilkan sperma, IVF tidak akan membantu.
                Dalam hubungan ini, maka teknik kloning merupakan hal yang revolusioner sebagai pengobatan infertilitas, karena penderita tidak perlu menghasilkan sperma atau telur. Mereka hanya memerlukan sejumlah sel somatik dari manapun diambil, sudah memungkinkan mereka punya turunan yang mengandung gen dari suami atau istrinya.
5. Melemstarikan Spesies Langka
Meskipun upaya terbaik dari konservasionis di seluruh dunia, beberapa spesies yang hampir punah. Kloning Dolly sukses merupakan langkah pertama dalam melindungi satwa langka. Contoh lainnya adalah hasil cloning yang melahirkan Noah, hewan gaur (spesies dari Asia Tenggara yang mirip bison), yang merepresentasikan percobaan pertama yang dilakukan oleh para ilmuwan untuk mengkloning hewan yang terancam punah. Para ilmuwan di Amerika berharap bisa mengambil langkah besar dalam upaya melindungi spesies yang terancam punah dengan melahirkan kloningan gaur di sebuah peternakan di Iowa.
6. Meningkatkan pasokan makanan
Kloning dapat menyediakan sarana budidaya tanaman yang lebih kuat dan lebih tahan terhadap penyakit, sambil menghasilkan produk lebih. Hal yang sama bisa terjadi pada ternak serta di mana penyakit seperti penyakit kaki dan ulut bisa menjadi eradicated. Kloning karena itu bisa secara efektif memecahkan masalah pangan dunia dan meminimalkan atau mungkin kelaparan.

    EFEK NEGATIF KLONING
            Jika kloning pada tanaman bertujuan menghasilkan tanaman baru yang memiliki sifat-sifat identik dengan induknya maka kloning pada tanaman akan menghasilkan individu baru yang sama dengan sifat induknya. Hal ini hal ini akan menurunkan keanekaragaman tanaman baru yang dihasilkan. Tentu hal ini akan menurunkan keanekaragaman tanaman baru yang dihasilkan. Akibatnya, keanekaragaman tumbuhan yang merupakan sumber daya alam hayati pun akan semakin menurun. Demikian juga kloning pada hewan, akan menurunkan keanekaragaman hewan. Keanekaragaman genetik memainkan peran yang sangat penting dalam sintasan dan adaptabilitas suatu spesies, karena ketika lingkungan suatu spesies berubah, variasi gen yang kecil diperlukan agar spesies dapat bertahan hidup dan beradaptasi. Spesies yang memiliki derajat keanekaragaman genetik yang tinggi pada populasinya akan memiliki lebih banyak variasi alel yang dapat diseleksi. Seleksi yang memiliki sangat sedikit variasi cendering memiliki risiko lebih besar. Dengan sedikitnya variasi gen dalam spesies, reproduksi yang sehat akan semakin sulit, dan keturunannya akan menghadapi permasalahan yang ditemui
                     Kloning pada hewan dan manusia masih dipertentangkan karena akibat yang ditimbulkan seperti contohnya: resiko kesehatan terhadap individu hasil kloning. Beberapa kalangan berpendapat bahwa kloning manusia dapat disalahgunakan untuk menciptakan spesies atau ras baru dengahn tujuan yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan. Lagipula, kloning pada mamalia belum sepenuhnya sempurna. Dapat dilihat dari domba Dolly yang menderita berbagai penyakit dan berumur pendek.. Setelah hidup hanya 6 tahun (umur domba biasanya mencapai 11-12 tahun), Dolly mati muda disebabkan penyakit paru-paru yang biasanya menyerang domba-domba yang lanjut usia. Dolly juga mengidap penyakit arthritis, mengerasnya sendi-sendi dan engsel tulang, lagi-lagi penyakit yang biasa ditemukan pada domba yang sudah mulai uzur. Penelitian sesudah kematiannya, menunjukkan bahwa Dolly memiliki telomer yang lebih pendek daripada domba normal seusianya. Telomer adalah bagian yang melindungi ujung-ujung kromosom (bundelan rantai DNA) yang memendek setiap kali sebuah sel membelah, atau boleh dikatakan setiap saat individu itu bertumbuh. Individu hasil kloning sel-selnya diperoleh dari induknya. Ini berarti umur sel-sel hasil kloning pun sama dengan umur sel-sel induknya. Oleh karena itu, individu hasil kloning pun akan memiliki umur sama dengan induknya. Dolly dikloning dari domba yang berusia 6 tahun dan hasil penelitian ini seolah-olah menunjukkan bahwa tubuh Dolly sudah berumur 6 tahun pada saat dilahirkan.
                     Terjadi kekecauan kekerabatan dan identitas diri dari klon maupun induknya. Klon atau individu hasil cloning akan diangggap sebagai kopian dari individu lain yang dianggap sebagai induknya karena memiliki sifat yang sama dengan induknya. Sehinggga terjadi kekacauan apakah status klon tersebut adalah anak atau merupakan kembaran dari individu aslinya.

3.4 Bioetika Kloning
Tujuan kloning ini adalah untuk menciptakan mahluk baru, sehingga banyak yang berpendapat ini adalah upaya “playing GOD”yang tidak dapat dibenarkan. Hal ini memicu kontroversi tentang kloning  di berbagai belahan dunia. Berbagai kalangan mereaksi dengan keras bahwa jika teknologi ini diterapkan pada manusia, maka teknologi kloning sungguh tidak dapat dibenarkan secara moral. Teknologi kloning pada manusia akan menimbulkan begitu banyak persoalan etis dan moral yang amat serius. Salah satu contoh pelarangan teknologi kloning pada manusia muncul dari National Bioethics Advisory Commision (Amerika Serikat) yang menyatakan bahwa: “Untuk saat ini, secara moral tidak dapat diterima bila seseorang mencoba untuk menciptakan anak dengan mempergunakan teknik somatic cell nuclear transfer kloning, baik secara pribadi maupun secara umum, baik dalam lingkup riset maupun dalam lingkup klinis”. Hal yang sama juga terjadi di Parlemen Uni Eropa yang melarang setiap negara anggotanya melakukan kloning terhadap manusia. Meski demikian, perdebatan mengenai kloning pada manusia masih terus berlanjut.
Hingga waktu ini sikap para ilmuwan, organisasi profesi dokter dan masyarakat umumnya adalah bahwa pengklonan individu yaitu pengklonan untuk tujuan reproduksi (reproductive kloning) dengan menghasilkan manusia duplikat, kembaran identik, manusia fotokopi yang berasal dari sel induk dengan cara implantasi inti sel tidak dibenarkan, tetapi untuk tujuan terapi (therapeutic kloning) dianggap etis.
Etika tentang klonasi/ kloning dalam adeddum Buku Kedokteran Indonesia disebutkan bahwa menolak dilakukan kloning terhadap manusia karena upaya itu mencerminkan penurunan derajat serta martabat manusia sampai setingkat bakteri. Sehingga para ilmuwan dihimbau untuk tidak melakukan klonasi dalam kaitan dengan reproduksi manusia. Tetapi mendorong ilmuwan untuk tetap menggunakan bioteknologi kloning pada:
1. Sel atau jaringan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan melalui antara lain: pembuatan zat anti atau antigen monoclonal yang banyak digunakan dalam bidang kedokteran baik aspek diagnostic maupun dalam pengobatan.
2. Dalam sel maupun jaringan hewan dalam upaya penelitian kemungkinan penggunaan klonasi organ serta penelitian lebih lanjut tentang kemungkinan digunakannya klonasi organ manusia  untuk kepentingan dirinya sendiri. Kajian bioetika sangat perlu dilakukan dengan seksama, dalam menilai masalah kloning. Yang sangat utama untuk diperhatikan adalah seharusnya kloning hanya dilakukan untuk kepentingan kesejahteraan kehidupan serta tidak menyalahi etika dan moral.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
                Adapun simpulan yang dapat penulis sampaikan yaitu :
1.      Kloning adalah suatu upaya untuk memproduksi sejumlah individu yang secara genetic sama persis (identik). Kloning pertama kali dicetuskan oleh Herbert Webber pada tahun 1903.
2.      Terdapat beberapa jenis kloning yaitu,  Kloning  DNA Rekombinan, Kloning Kesehatan (Terapeutic Cloning), Kloning Reproduksi (Reproductive Cloning).
3.      Kloning memiliki beberapa manfaat yaitu, Untuk pengembangan ilmu pengetahuan, Untuk mengembangkan dan memperbanyak bibit unggul, Untuk tujuan diagnostik dan terapi , Menolong atau menyembuhkan pasangan infertil mempunyai turunan, Melestarikan Spesies Langka, Meningkatkan pasokan makanan. Namun ada juga beberapa efek negative dari kloning ini.
4.      Bioetika kloning menyangkut pendapat – pendapat mengenai kloning ini. Ada yang pro dengan dilakukan kloning dan ada yang kontra.

3


Tidak ada komentar: