PENERAPAN BIOTEKNOLOGI DALAM PROSES KLONING
1.1 Latar Belakang
Bioteknologi adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan
makhluk hidup baik itu bakteri, fungi, virus, dan lain-lain
maupun produk dari makhluk hidup enzim, alkohol
dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Pada zaman sekarang
ini perkembangan Bioteknologi tidak hanya semata – mata pada bidang ilmu
biologi saja melainkan juga perkembangan pada bidang – bidang ilmu murni dan
terapan lain seperti biokimia, computer, genetika, biologi molekuler, maupun
mikrobiologi. Penerapan bioteknologi dalam kehidupan sudah banyak dilakukan
oleh para ahli. Beberapa penerapan dalam bidang teknologi yang sudah banyak
dilakukan misalnya bidang teknologi
pangan adalah pembuatan bir, roti,
maupun keju,
pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas
baru di bidang pertanian, serta pemuliaan dan
reproduksi hewan. Di bidang medis, penerapan
bioteknologi pada masa lalu dibuktikan antara lain dengan penemuan vaksin, antibiotik,
dan insulin.
Pada zaman sekarang, di Negara – Negara maju
dan berkembang bioteknologi berkembang dengan sangat pesat. Kemajuan ini
ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi seperti rekayasa genetika,
kultur jaringan, DNA rekombinan pengembangbiakan sel induk, kloning, dan
lain-lain. Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan
penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang belum dapat disembuhkan. Selain
itu Hal – hal yang mendorong perkembangan bioteknologi ini adalah untuk
meningkatkan mutu baik itu dalam bidang pangan, medis, maupun bidang kehidupan
lainnya. Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme
melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi
fungsi biologis suatu organisme dengan menambahkan gen dari organisme lain atau
merekayasa gen pada organisme tersebut. Salah satu penerapan bidang
bioteknologi yang sering dibicarakan orang yaitu Kloning. Dimana dengan dilakukannya kloning ini maka
akan bermanfaat bagi kehidupan manusia baik itu dalam bidang pengobatan maupun
yang lainnya.
\
Sejarah dan Definisi Kloning
Definisi
Secara definisi, Kloning
adalah suatu upaya untuk memproduksi sejumlah individu yang secara genetic sama
persis (identik). Sedangkan istilah klon adalah sekelompok organisme hewan
maupun tumbuh-tumbuhan yang dihasilkan melalui reproduksi aseksual dan berasal
dari satu induk yang sama. Setiap anggota dari klon tersebut mempunyai susunan
dan jumlah gen yang sama dan kemungkinan besar fenotipnya juga sama. Cloning
didasarkan pada prinsip bahwa setiap makhluk hidup mempunyai kemampuan
totipotensi yang artinya setiap sel mempunyai kemampuan untuk menjadi individu.
SEJARAH KLONING
Kata kloning, dari kata
Inggris clone, pertama kali diusulkan oleh Herbert Webber pada tahun 1903 untuk
mengistilahkan sekelompok makhluk hidup yang dilahirkan tanpa proses seksual
dari satu induk. Secara alami kloning hanya terjadi pada tanaman : menanam
pohon dengan stek. Kloning pada tanaman dalam arti melalui kultur sel mula-mula
dilakukan pada tanaman wortel. Dalam hal ini sel akar wortel dikultur, dan tiap
selnya dapat tumbuh menjadi tanaman lengkap. Teknik ini digunakan untuk membuat
klon tanaman dalam perkebunan. Dari sebuah sel yang mempunyai sifat unggul,
kemudian dipacu untuk membelah dalam kultur, sampai ribuan atau bahkan sampai
jutaan sel. Tiap sel mempunyai susunan gen yang sama, sehingga tiap sel
merupakan klon dari tanaman tersebut.
Kloning pada hewan dilakukan
mula-mula pada amfibi (kodok), dengan mengadakan transplantasi nukleus ke dalam
telur kodok yang dienukleasi. Sebagai donor digunakan nukleus sel somatik dari
berbagai stadium perkembangan. Ternyata donor nukleus dari sel somatik yang
diambil dari sel epitel usus kecebong pun masih dapat membentuk embrio normal. Keberhasilan ini tentu memicu penelitian lebih
lanjut tentang kemungkinan penerapan teknologi kloning ini pada hewan lain dan
manusia. Hingga akhirnya pada tanggal 13 Oktober 1993, dua peneliti Amerika,
Jerry L. Hall dan Robert J. Stillman dari Universitas George Washington
mengumumkan hasil kerjanya tentang kloning manusia dengan menggunakan metode
embryo splitting (pemisahan embrio ketika berada dalam tahap totipotent) atas
embrio yang dibuat secara in vitro fertilization (IVF). Dari proses embryo
splitting tersebut, Hall dan Stillman mendapatkan 48 embrio baru yang secara
genetis sama persis. 18 Penelitian terhadap kloning ini pun tetap berlanjut.
Sejarah tentang hewan kloning telah muncul sejak tahun 1900, tetapi hewan
kloning baru dapat dihasilkan lewat penelitian Dr. Ian Willmut seorang ilmuwan
skotlandia pada tahun 1997, dan untuk pertama kali membuktikan bahwa kloning
dapat dilakukan pada hewan mamalia dewasa. Metode kloning yang digunakan untuk
mengklon biri-biri tersebut adalah metode somatic cell nuclear transfer (SCNT).
Hewan kloning tersebut dihasilkan dari inti sel epitel ambing domba dewasa yang
dikultur dalam suatu medium, kemudian ditransfer ke dalam ovum domba yang
kromosomnya telah dikeluarkan, yang akhirnya menghasilkan anak domba kloning
yang diberi nama Dolly.
Kloning domba Dolly merupakan
peristiwa penting dalam sejarah kloning. Dolly direproduksi tanpa bantuan domba
jantan, melainkan diciptakan dari sebuah sel kelenjar susu yang di ambil dari
seekor domba betina. Dalam proses ini Dr. Ian Willmut menggunkan sel kelenjar
susu domba finndorset sebagai donor inti sel dan sel telur domba blackface
sebagi resepien. Sel telur domba blackface dihilangkan intinya dengan cara
mengisap nukleusnya keluar dari selnya menggunakan pipet mikro. Kemudian, sel
kelenjar susu domba finndorset difusikan (digabungkan) dengan sel telur
domba blackface yang tanpa nukleus. Proses penggabungan ini dibantu oleh
kejutan/sengatan listrik, sehingga terbentuk fusi antara sel telur domba
blackface tanpa nucleus dengan sel kelenjar susu dompa finndorsat. Hasil fusi
ini kemudian berkembang menjadi embrio dalam tabung percobaan dan kemudian
dipindahkan ke rahim domba blackface. Kemudian embrio berkembang dan lahir
dengan ciri-ciri sama dengan domba finndorset.
Sejak Wilmut et al. berhasil
membuat klon anak domba yang donor nukleusnya diambil dari sel kelenjar susu
domba dewasa, maka terbukti bahwa pada mammalia pun klon dapat dibuat. Atas
dasar itu para ahli berpendapat bahwa pada manusia pun secara teknis klon dapat
dibuat.
1962 - John Gurdon mengklaim telah mengkloning
katak dari sel dewasa.
1963 - J.B.S. Koin Haldane 'clone' istilah
1966 - Pembentukan kode genetik lengkap
1967 - Enzim DNA ligase terisolasi
1969 - Shapiero dan Beckwith mengisolasi gen pertama
1970 - enzim restriksi Pertama terisolasi
1972 - Paul berg menciptakan molekul DNA rekombinan pertama
1973 - Cohen dan Boyer menciptakan organisme pertama DNA rekombinan
1977 - Karl Illmensee mengklaim telah menciptakan tikus dengan hanya satu orangtua
1979 - Karl Illmensee membuat klaim telah kloning threemice
1983 - Solter dan McGrath sekering sel embrio tikus dengan telur tanpa inti, tetapi gagal untuk mengkloning teknik mereka
1984 - Steen Wiladsen klon domba dari sel embrio
1985 - Steen Wiladsen klon domba dari sel embrio. Steen Wiladsen bergabung Genetika Grenad untuk mengkloning sapi secara komersial
1986 - Steen Wiladsen klon ternak dari sel dibedakan
1986 - Pertama, Prather, dan klon Eyestone sapi dari sel embrio
1990 - Proyek Genom Manusia dimulai
1996 - Dolly, hewan pertama yang dikloning dari sel dewasa lahir
1997 - Presiden Bill Clinton mengusulkan moratorium lima tahun pada kloning
1997 - Richard Benih mengumumkan rencananya untuk mengkloning manusia
1997 - Wilmut dan Campbell menciptakan Polly, domba kloning dengan gen manusia dimasukkan
1998 - Teruhiko Wakayama menciptakan tiga generasi tikus kloning genetik identik.
1963 - J.B.S. Koin Haldane 'clone' istilah
1966 - Pembentukan kode genetik lengkap
1967 - Enzim DNA ligase terisolasi
1969 - Shapiero dan Beckwith mengisolasi gen pertama
1970 - enzim restriksi Pertama terisolasi
1972 - Paul berg menciptakan molekul DNA rekombinan pertama
1973 - Cohen dan Boyer menciptakan organisme pertama DNA rekombinan
1977 - Karl Illmensee mengklaim telah menciptakan tikus dengan hanya satu orangtua
1979 - Karl Illmensee membuat klaim telah kloning threemice
1983 - Solter dan McGrath sekering sel embrio tikus dengan telur tanpa inti, tetapi gagal untuk mengkloning teknik mereka
1984 - Steen Wiladsen klon domba dari sel embrio
1985 - Steen Wiladsen klon domba dari sel embrio. Steen Wiladsen bergabung Genetika Grenad untuk mengkloning sapi secara komersial
1986 - Steen Wiladsen klon ternak dari sel dibedakan
1986 - Pertama, Prather, dan klon Eyestone sapi dari sel embrio
1990 - Proyek Genom Manusia dimulai
1996 - Dolly, hewan pertama yang dikloning dari sel dewasa lahir
1997 - Presiden Bill Clinton mengusulkan moratorium lima tahun pada kloning
1997 - Richard Benih mengumumkan rencananya untuk mengkloning manusia
1997 - Wilmut dan Campbell menciptakan Polly, domba kloning dengan gen manusia dimasukkan
1998 - Teruhiko Wakayama menciptakan tiga generasi tikus kloning genetik identik.
2.2 Jenis – Jenis Kloning
Kloning adalah tindakan menggandakan
atau mendapatkan keturunan tanpa fertilisasi, berasal dari induk yang sama,
mempunyai susunan (jumlah dan gen) yang sama dan kemungkinan besar mempunyai
fenotip yang sama. Berdasarkan pengertian diatas, terdapat beberapa jenis
kloning yang dikenal, antara lain :
1.
Kloning DNA Rekombinan
Kloning
DNA adalah memasukkan DNA asing ke dalam plasmid suatu sel bakteri. DNA
yang dimasukkan ini akan bereplikasi (memperbanyak diri) dan diturunkan pada
sel anak pada waktu sel tersebut membelah. Gen asing ini tetap melakukan fungsi
seperti sel asalnya, walaupun berada dalam sel bakteri. Pembentukan DNA
rekombinan ini disebut juga rekayasa genetika. Perekayasaan genetika terhadap
satu sel dapat dilakukan dengan hanya menghilangkan, menyisipkan atau
menularkan satu atau beberapa pasang basa nukleotida penyusun molekul DNA
tersebut. Untuk kloning ini diperlukan plasmid dan enzim untuk memotong DNA,
serta enzim untuk menyambungkan gen yang disisipkan itu ke plasmid.
Beberapa jenis bakteri
mempunyai sejumlah molekul DNA melingkar yang ukurannya kecil sekali, hanya
mengandung beberapa ribu pasang basa, selain mempunyai kromosom utama dengan 4
juta pasang basa. Kromosom mini ini dinamakan juga plasmid. Plasmid dapat
bereplikasi secara otonom. Plasmid ini merupakan elemen genetis yang tidak
berhubungan dengan kromosom utama dan mengandung gen-gen yang resisten terhadap
antibiotik, antara lain yaitu antibiotik tetrasiklin dan ampisilin).
Keresistenan terhadap antibiotik memerlukan sejumlah enzim yang secara kimiawi
dapat menetralisir antibiotik tersebut.
Dengan menempatkan gen pada
plasmid, masing-masing gen ada dalam salinan (copy) sejumlah plasmid tertentu
yang dinamakan episom. Plasmid ini mampu bergerak mendekati dan menjauhi elemen
kromosom utama. Hal ini menunjukkan bahwa plasmid memiliki elemen-elemen
genetis yang bergerak, yang dilakukan melalui fusi secara bebas dari dua unit
DNA replikasi (replikon). Plasmid dapat diintegrasikan (dimasukkan) ke dalam
kromosom bakteri dan dapat dipindahkan dari satu sel bakteri ke bakteri yang
lain melalui transformasi, jika kromosom sel-sel tersebut merupakan
pasangannya.
Transformasi adalah
pemindahan satu sifat mikroba melalui bagian DNA tertentu dari mikroba. Oleh
karena DNA plasmid sangat kecil daripada fragmen DNA kromosom, maka dapat
dengan mudah dipisahkan dan dimurnikan. Di dalam laboratorium, jika plasmid
dicampurkan dengan bakteri, dengan adanya ion Ca++, DNA plasmid tersedot ke
dalam sel bakteri, sehingga bakteri mengandung plasmid yang tersedot tersebut.
Sel bakteri mempunyai satu bentuk plasmid. Kenyataannya bahwa enzim Eco Ri
menghasilkan potongan ujung khusus yang kohesif yang selanjutnya merupakan
metode praktis untuk kloning fragmen DNA. Cara yang penting adalah memasukkan
suatu fragmen DNA yang telah dipotong dengan enzim restriksi Eco Ri ke dalam
plasmid hibrid yang dapat digunakan untuk mempengaruhi bakteri. Masing-masing
sel bakteri memperoleh satu sel plasmid rekombinan yang mengandung fragmen DNA
asing yang dimasukkan.
Penggunaan antibiotik secara
ekstensif dan penyalahgunaan antibiotik dalam pengobatan manusia dan hewan
ternak menyebabkan strain bakteri alami menjadi resisten terhadap kebanyakan
antibiotik yang bersifat umum. Biasanya keresistenan ini tergantung pada respon
(tanggapan) plasmid bakteri yang mempunyai enzim khusus yang dapat menguraikan
antibiotik. Jika digunakan plasmid yang resisten antibiotik bersama-sama dengan
sel bakteri yang plasmidnya sensitive terhadap antibiotik, dengan memasukkan
plasmid resisten terhadap antibiotik yang mengandung gen rekombinan, plasmid
ini dapat dideteksi dengan mudah. Plasmid pbR 322 adalah salah satu contoh
plasmid yang mengandung gen resisten terhadap dua jenis antibiotik yaitu
ampisilin dan tetrasiklin. Selain itu tempat untuk enzim restriksi bekerja
berada di antara gen-gen yang resisten terhadap antibiotik tersebut (lihat
Gambar 2). Dengan demikian, jika sepotong DNA asing dikombinasikan ke dalam
satu atau lebih gen resisten antibiotik, gen tersebut tidak akan aktif. Hal ini
berarti bahwa keberhasilan pemotongan DNA asing ke dalam satu gen resisten
antibiotik dengan mudah dideteksi. Potensi genetis untuk resisten tersebut
dieleminir. Jika plasmid dimasukkan ke dalam sel bakteri (hos), bakteri akan
memperoleh keresistenan khusus yang kedua karena gen tersebut masih utuh..
Plasmid yang membawa gen
resisten antibiotik itu tersebar luas di alam dan plasmid tersebut dimutasikan
agar tidak dapat bergerak secara spontan dari satu sel ke sel yang lain. Dengan
menggunakan strain bakteri tertentu, percobaan dengan menggunakan plasmid yang
resisten obat sangat berguna tanpa menimbulkan resiko yang berarti. Plasmid
yang pertama kali dipakai sebagai vektor untuk rekombinan DNA adalah plasmid
dari sel bakteri Escherichia coli. Plasmid ragi Saccharomyces cerevisiae, dan
plasmid bakteri Bacillus subtilis dan virus saat ini juga digunakan sebagai
vektor untuk rekombinan DNA.
Dalam melakukan pengklonan
suatu DNA asing atau DNA yang diinginkan atau DNA sasaran harus memenuhi
hal-hal sebagai berikut. DNA plasmid vektor harus dimurnikan dan dipotong
dengan enzim yang sesuai sehingga terbuka. DNA yang akan disisipkan ke molekul
vektor untuk membentuk rekombinan buatan harus dipotong dengan enzim yang sama.
Reaksi pemotongan dan penggabungan harus dipantau dengan menggunakan elektroforesis
gel. Rekombinan buatan harus ditransformasikan ke E. coli atau ke vektor
lainnya.
Rekayasa genetik dengan menggunakan plasmid
bakteri E. coli dapat dilakukan sebagai berikut.
1. Menentukan gen yang diinginkan untuk
disisipkan, misalnya gen pengkode hormone insulin dari sel-sel pankreas manusia
atau gen pengkode hormone pertumbuhan dari kelenjar pituitari. Kromosom sel-sel
pankreas dikeluarkan dengan memecah membran plasma. Membran plasma ini dipecah
dengan diberi kejutan listrik atau dengan pemberian zat kimia yaitu polietilen
glikol atau kalsium klorida (CaCl2), sehingga kromosom dapat keluar dari sel
pankreas.
2. Kromosom yang diinginkan tadi dipotong
dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease untuk melepaskan bagian DNA
yang diinginkan, kemudian memurnikan DNA tersebut. Elektroforesis dapat juga
digunakan untuk persiapan memurnikan fragmen DNA tertentu, selain digunakan
untuk menganalisis.
3. Mengektraksi plasmid dari sel bakteri.
Plasmid dipisahkan dari sel dengan cara memecah dinding sel bakteri. Hal ini
dapat dilakukan dengan menggunakan deterjen atau dengan enzim lisozim, kemudian
dilisis dengan natrium hidroksida (NaOH) dan larutan dedosil sulfat. DNA
kromosom akan menggumpal dan dinetralisir dengan natrium asetat. DNA plasmid
ini akan menggumpal membentuk jaring-jaring dan dengan mudah mengendap. Untuk
memisahkan DNA ini dilakukan sentrifugasi.
4. Cairan yang mengandung plasmid ini
dijenuhkan dengan pengendapan etanol. DNA plasmid yang dimurnikan dengan
filtrasi gel. Plasmid yang berbentuk lingkaran itu dipotong dengan enzim
restriksi endonuklease yaitu enzim yang sama digunakan untuk memotong DNA
pankreas. Enzim ini memecah ikatan fosfodiester pada molekul DNA. Endonuklease
memecah asam nukleat pada posisi internal, sedangkan enzim eksonuklase memecah
molekul DNA dari ujung molekulnya.
5. Kemudian pemasangan gen
pengkode yang diinginkan tadi ke dalam plasmid dengan menggunakan enzim ligase
yang fungsinya menggabungkan ikatan fosfodiester antara fragmen ujung-ujung
yang terpotong tadi. Proses penyambungan tersebut disebut ligasi. Karena enzim
yang digunakan untuk memotong DNA sel pankreas dan plasmid sama jenisnya, akan
menghasilkan ujung-ujung yang lengket yang sama strukturnya, sehingga
penyambungannya akan menyatu sempurna. Suhu optimum untuk ligasi adalah 37oC,
tetapi ikatannya tidak stabil. Ligasi akan berhasil jika dilakukan pada suhu 4o-150oC.
6. Plasmid yang telah disisipi gen pengkode
yang diinginkan itu dimasukkan ke dalam sel bakteri coli dengan cara
tranformasi. Transformasi dilakukan dengan memasukkan bakteri E. coli ke dalam
larutan CaCl2 sehingga terbentuk lubang-lubang sementara, sehingga plasmid
dapat masuk ke dalam sel bakteri. Diharapkan bakteri yang telah disisipi gen
tersebut mewarisi sifat gen baru, sehingga bakteri yang telah disisipi dengan
gen pengkode insulin dapatm memproduksi insulin.
7. Langkah selanjutnya adalah mengembangbiakkan
bakteri hasil rekayasa dalam tabung fermentasi yang berisi medium untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri E. coli untuk memproduksi insulin
dalam jumlah yang banyak. Insulin yang terbentuk kemudian dipisahkan dari
senyawa yang lain.
Langkah pembuatan insulin
dengan menggunakan plasmid bakteri yang dapat dilihat pada Gambar 3 berikut.
2.
Kloning Kesehatan (Terapeutic Cloning)
Kloning terapeutik bagian
dari terapi sel punca yang bertujuan untuk menghindari adanya reaksi penolakan
terhadap sistem imun pasien pada saat dilakukan terapi. Kloning terapeutik
dilakukan dengan sel induk, dimaksudkan untuk tujuan terapeutik (penyembuhan)
dan riset medis, bukan untuk menciptakan manusia baru. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan teknologi SCNT (Somatic Cell Nuclear Transfer). Sel punca memiliki
potensi yang sangat menjanjikan untuk terapi berbagai penyakit sehingga menimbulkan
harapan baru untuk mengobatinya. Sampai saat ini, ada 3 golongan penyakit yang
dapat diatasi dengan penggunaan sel punca, di antaranya adalah:
1. Penyakit autoimun,
2. Penyakit degeneratif, contoh stroke,
Parkinson, Alzhimer.
3. Penyakit kanker, contoh leukemia.
Sel punca embrionik sangat
plastis dan mudah dikembangkan menjadi berbagai macam jaringan sel, seperti
neuron, kardiomiosit, osteoblast, fibroblast, dan sebagainya. Oleh karena itu,
sel punca embrionik dapat digunakan untuk transplantasi jaringan yang rusak.
Selain itu, sel punca embrionik memiliki tingkat imunogenisitas yang rendah
selama belum mengalami diferensiasi. Salah satu cara untuk menghindari
terjadinya graft versus host disease (GVHD) adalah dengan menggunakan sel punca
embrionik dengan sel somatik yang bersumber dari pasien itu sendiri sehingga
tidak akan ada penolakan lagi terhadap sistem imunnya. Dengan menggunakan
teknologi SCNT, sel punca embrionik yang dihasilkan akan identik dengan
induknya (dalam hal ini adalah pasien itu sendiri). Hal itu mengakibatkan tidak
akan adanya reaksi penolakan terhadap sistem imun pasien apabila dilakukan
transplantasi.
Secara teoritis, teknik SCNT
memiliki potensi besar dalam dunia kesehatan karena dapat dipergunakan untuk
transplantasi berbagai organ dan jaringan pada manusia. Secara singkat tahapan
untuk melakukan kloning terapeutik pada manusia (Gambar 2) Pertama mengambil
biopsi sel somatik dari tubuh pasien dan inti dari sel somatik tersebut
ditransfer ke dalam sel telur donor yang telah dikeluarkan intinya (unfertilized
enucleated oocyte). Sel telur hasil manipulasi dikultur sampai ke tahapan
tertentu dan setelah mengalami berbagai proses akan didapatkan sel punca
embrionik. Sel punca embrionik ini diarahkan perkembangannya menjadi suatu jaringan
atau organ tertentu yang akan dapat digunakan untuk transplantasi jaringan atau
organ dan tidak akan mengalami rejeksi sistem imun pada pasien itu sendiri (immunologically
compatible transplant). Dengan menggunakan bantuan mikroskop, pergerakan sel
telur ditahan dengan holding pipette. Kemudian, DNA dari sel somatik pasien
(yang berada di dalam injection pipette) diintroduksikan ke dalam sel telur
enucleated. Sel telur hasil manipulasi dikultur secara in vitro menjadi
blastosit selama 5-6 hari. Lalu, inner
cell mass diisolasi dan dikultur di cawan petri sehingga akan berkembang
menjadi sel punca embrionik yang memiliki profil imunologi yang sama dengan
pasien.
3. Kloning
Reproduksi (Reproductive Cloning)
Kloning reproduktif pertama kali dilakukan oleh
seorang Ilmuan Inggris, John Gurdon. Beliau berhasil melakukan kloning pada
katak. Kemudian para peneliti dengan antusias melakukan percobaan lain pada
mamalia. Sampai dengan tahun 1996 tepatnya 5 Juli, Ian Wilmut dan para peneliti
yang lain dari Roslin Institute di Edinburg (Skotlandia) berhasil menciptakan
biri-biri yang diberi nama Dolly, akan tetapi penelitian ini dikatakan belum
berhasil karena Dolly yang seharusnya dapat mencapai umur 11 tahun ternyata
hanya dapat mencapai umur 6 tahun. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa
Dolly mengalami penuaan dini, menderita penyakit radang sendi, dan infeksi paru
kronis.
Kloning reproduktif
mengandung arti suatu teknologi yang digunakan untuk menghasilkan individu baru
atau teknologi yang digunakan untuk menghasilkan hewan yang sama dengan
menggunakan teknik SCNT. Genetika individu klon tidak seluruhnya memiliki
kesamaan dengan sang induk, persamaan genetika individu klon dengan induknya
hanya terletak pada inti DNA donor yang berada di kromosom. Individu klon juga
memiliki material genetik lainnya yang berasal dari DNA mitokondria di
sitoplasma. Teknologi kloning reproduktif dapat digunakan untuk mencegah
terjadinya kepunahan hewan-hewan langka ataupun hewan-hewan sulit
dikembangbiakkan. Namun, laju keberhasilan teknologi ini sangatlah rendah
seperti pada contoh yaitu Domba Dolly merupakan contoh kloning reproduktif yang
satu-satunya klon yang berhasil lahir setelah dilakukan 276 kali percobaan.
Pada kloning reproduktif ini
sel donor yang berupa sel somatik (2n) diintroduksikan ke enucleated oocyte.
Keberhasilan proses aktivasi embrio konstruksi secara kimiawi atau mekanik
mengakibatkan terjadinya proses pembelahan sampai ke tahap blastosit. Kemudian,
embrio dimplantasikan ke dalam rahim untuk dilahirkan secara normal. Berbeda
pada kloning kesehatan yang setelah embrio mencapai tahapan blastosit, embrio
dikultur secara in vitro untuk didiferensiasikan menjadi berbagai jenis sel
untuk kegunaan terapeutik atau kesehatan.
Sampai saat ini, hewan klon
yang berhasil diproduksi jumlahnya cukup banyak, di antaranya adalah domba,
sapi, kambing, kelinci, kucing, dan mencit. Sementara itu, tingkat keberhasilan
kloning masih rendah pada hewan anjing, ayam, kuda, dan primata. Masalah yang
kerap kali timbul dalam kloning reproduktif adalah biaya dan efisiensinya.
Penelitian dalam kloning reproduktif membutuhkan biaya yang sangat tinggi dan
tingkat kegagalannya tinggi. Di samping tingkat keberhasilan yang rendah, hewan
klon cenderung mengalami masalah defisiensi sistem imun serta sangat rentan
terhadap infeksi, pertumbuhan tumor, dan kelainan-kelainan lainnya. Penyebab
timbulnya berbagai masalah di atas adalah adanya kesalahan saat pemrograman
material genetik (reprogramming) dari sel donor. Kesalahan pengkopian DNA dari
sel donor atau yang lebih dikenal dengan sebutan genomic imprinting akan
mengakibatkan terjadinya perkembangan embrio yang abnormal. Berbagai contoh
abnormalitas yang terjadi pada klon mencit adalah obesitas, pembesaran plasenta
(placentomegally), kematian pada usia dini. Parameter yang dijadikan sebagai
tolak ukur keberhasilan dalam SCNT adalah kemampuan sitoplasma pada sel telur
untuk mereprogram inti dari sel donor dan juga kemampuan sitoplasma untuk
mencegah terjadinya perubahan-perubahan secara epigenetik selama dalam
perkembangannya. Dari semua penelitian yang telah dipublikasikan, tercatat
hanya sebagian kecil saja dari embrio hasil rekonstruksi (menggunakan sel
somatik dewasa atau fetal) yang berkembang menjadi individu muda yang sehat.
3.3 Manfaat Kloning
Secara
garis besar kloning bermanfaat:
1. Untuk pengembangan ilmu
pengetahuan
Manfaat kloning terutama dalam rangka
pengembangan biologi, khususnya reproduksi-embriologi dan diferensiasi. Dengan
pengembangan ilu pengetahuan baru di bidang bioteknologi akan membuka peluang
lebar bagi peneliti untuk menemukan cara baru lagi untuk memecahkan
masalah-masalah yangberujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
2. Untuk mengembangkan dan
memperbanyak bibit unggul
Seperti telah kita ketahui, pada sapi telah
dilakukan embrio transfer. Hal yang serupa tentu saja dapat juga dilakukan pada
hewan ternak lain, seperti pada domba, kambing dan lain-lain. Dalam hal ini
jika nukleus sel donornya diambil dari bibit unggul, maka anggota klonnya pun akan
mempunyai sifat-sifat unggul tersebut. Sifat unggul tersebut dapat lebih
meningkat lagi, jika dikombinasikan dengan teknik transgenik. Dalam hal ini ke
dalam nukleus zigot dimasukkan gen yang dikehendaki, sehingga anggota klonnya
akan mempunyai gen tambahan yang lebih unggul.
3. Untuk tujuan diagnostik
dan terapi
Sebagai contoh jika sepasang suami isteri
diduga akan menurunkan penyakit genetika thalasemia mayor. Dahulu pasangan
tersebut dianjurkan untuk tidak mempunyai anak. Sekarang mereka dapat dianjurkan
menjalani terapi gen dengan terlebih dahulu dibuat klon pada tingkat blastomer.
Jika ternyata salah satu klon blastomer tersebut mengandung kelainan gen yang
menjurus ke thalasemia mayor, maka dianjurkan untuk melakukan terapi gen pada
blastomer yang lain, sebelum dikembangkan menjadi blastosit.
Contoh lain adalah mengkultur sel pokok (stem
cells) in vitro, membentuk organ atau jaringan untuk menggantikan organ atau
jaringan yang rusak. Mengingat fakta bahwa sel dapat dimanipulasi untuk meniru
jenis sel lain, ini dapat memberikan cara baru untuk mengobati penyakit seperti
kanker dan Alzheimer. Kloning juga menawarkan harapan kepada orang yang
membutuhkan transplantasi organ. Orang-orang yang membutuhkan transplantasi
organ untuk bertahan hidup akibat suatu penyakit sering menunggu bertahun-tahun
untuk donor mendapatkan donor yang cocok. Dengan teknologi kloning maka pasien
tidak perlu menunggu lama untuk donor transplantasi organ tersebut.
4. Menolong atau menyembuhkan
pasangan infertil mempunyai turunan
Manfaat yang tidak kalah penting adalah bahwa
kloning manusia dapat membantu/menyembuhkan pasangan infertil mempunyai
turunan. Secara medis infertilitas dapat digolongkan sebagai penyakit,
sedangkan secara psikologis ia merupakan kondisis yang menghancurkan, atau
membuat frustasi. Salah satu bantuan ialah menggunakan teknik fertilisasi in
vitro. (in vitro fertilization = IVF). Namun IVF tidak dapat menolong semua
pasangan infertil. Misalnya bagi seorang ibu yang tidak dapat memproduksi sel
telur atau seorang pria yang tidak dapat menghasilkan sperma, IVF tidak akan
membantu.
Dalam
hubungan ini, maka teknik kloning merupakan hal yang revolusioner sebagai
pengobatan infertilitas, karena penderita tidak perlu menghasilkan sperma atau
telur. Mereka hanya memerlukan sejumlah sel somatik dari manapun diambil, sudah
memungkinkan mereka punya turunan yang mengandung gen dari suami atau istrinya.
5. Melemstarikan Spesies Langka
Meskipun upaya terbaik dari
konservasionis di seluruh dunia, beberapa spesies yang hampir punah. Kloning
Dolly sukses merupakan langkah pertama dalam melindungi satwa langka. Contoh
lainnya adalah hasil cloning yang melahirkan Noah, hewan gaur (spesies dari
Asia Tenggara yang mirip bison), yang merepresentasikan percobaan pertama yang
dilakukan oleh para ilmuwan untuk mengkloning hewan yang terancam punah. Para
ilmuwan di Amerika berharap bisa mengambil langkah besar dalam upaya melindungi
spesies yang terancam punah dengan melahirkan kloningan gaur di sebuah
peternakan di Iowa.
6. Meningkatkan pasokan makanan
Kloning dapat menyediakan sarana budidaya
tanaman yang lebih kuat dan lebih tahan terhadap penyakit, sambil menghasilkan
produk lebih. Hal yang sama bisa terjadi pada ternak serta di mana penyakit
seperti penyakit kaki dan ulut bisa menjadi eradicated. Kloning karena itu bisa
secara efektif memecahkan masalah pangan dunia dan meminimalkan atau mungkin
kelaparan.
EFEK NEGATIF KLONING
Jika kloning pada tanaman bertujuan menghasilkan tanaman baru yang memiliki
sifat-sifat identik dengan induknya maka kloning pada tanaman akan menghasilkan
individu baru yang sama dengan sifat induknya. Hal ini hal ini akan menurunkan
keanekaragaman tanaman baru yang dihasilkan. Tentu hal ini akan menurunkan
keanekaragaman tanaman baru yang dihasilkan. Akibatnya, keanekaragaman tumbuhan
yang merupakan sumber daya alam hayati pun akan semakin menurun. Demikian juga
kloning pada hewan, akan menurunkan keanekaragaman hewan. Keanekaragaman
genetik memainkan peran yang sangat penting dalam sintasan dan adaptabilitas
suatu spesies, karena ketika lingkungan suatu spesies berubah, variasi gen yang
kecil diperlukan agar spesies dapat bertahan hidup dan beradaptasi. Spesies
yang memiliki derajat keanekaragaman genetik yang tinggi pada populasinya akan
memiliki lebih banyak variasi alel yang dapat diseleksi. Seleksi yang memiliki
sangat sedikit variasi cendering memiliki risiko lebih besar. Dengan sedikitnya
variasi gen dalam spesies, reproduksi yang sehat akan semakin sulit, dan
keturunannya akan menghadapi permasalahan yang ditemui
Kloning pada hewan dan manusia masih dipertentangkan karena akibat yang
ditimbulkan seperti contohnya: resiko kesehatan terhadap individu hasil
kloning. Beberapa kalangan berpendapat bahwa kloning manusia dapat
disalahgunakan untuk menciptakan spesies atau ras baru dengahn tujuan yang
bertentangan dengan nilai kemanusiaan. Lagipula, kloning pada mamalia belum
sepenuhnya sempurna. Dapat dilihat dari domba Dolly yang menderita berbagai
penyakit dan berumur pendek.. Setelah hidup hanya 6 tahun (umur domba biasanya
mencapai 11-12 tahun), Dolly mati muda disebabkan penyakit paru-paru yang
biasanya menyerang domba-domba yang lanjut usia. Dolly juga mengidap penyakit
arthritis, mengerasnya sendi-sendi dan engsel tulang, lagi-lagi penyakit yang
biasa ditemukan pada domba yang sudah mulai uzur. Penelitian sesudah
kematiannya, menunjukkan bahwa Dolly memiliki telomer yang lebih pendek
daripada domba normal seusianya. Telomer adalah bagian yang melindungi ujung-ujung
kromosom (bundelan rantai DNA) yang memendek setiap kali sebuah sel membelah,
atau boleh dikatakan setiap saat individu itu bertumbuh. Individu hasil kloning
sel-selnya diperoleh dari induknya. Ini berarti umur sel-sel hasil kloning pun
sama dengan umur sel-sel induknya. Oleh karena itu, individu hasil kloning pun
akan memiliki umur sama dengan induknya. Dolly dikloning dari domba yang
berusia 6 tahun dan hasil penelitian ini seolah-olah menunjukkan bahwa tubuh
Dolly sudah berumur 6 tahun pada saat dilahirkan.
Terjadi kekecauan kekerabatan dan identitas diri dari klon maupun induknya.
Klon atau individu hasil cloning akan diangggap sebagai kopian dari individu
lain yang dianggap sebagai induknya karena memiliki sifat yang sama dengan
induknya. Sehinggga terjadi kekacauan apakah status klon tersebut adalah anak
atau merupakan kembaran dari individu aslinya.
3.4 Bioetika Kloning
Tujuan kloning ini adalah
untuk menciptakan mahluk baru, sehingga banyak yang berpendapat ini adalah upaya
“playing GOD”yang tidak dapat dibenarkan. Hal ini memicu kontroversi tentang
kloning di berbagai belahan dunia.
Berbagai kalangan mereaksi dengan keras bahwa jika teknologi ini diterapkan
pada manusia, maka teknologi kloning sungguh tidak dapat dibenarkan secara
moral. Teknologi kloning pada manusia akan menimbulkan begitu banyak persoalan
etis dan moral yang amat serius. Salah satu contoh pelarangan teknologi kloning
pada manusia muncul dari National Bioethics Advisory Commision (Amerika
Serikat) yang menyatakan bahwa: “Untuk saat ini, secara moral tidak dapat
diterima bila seseorang mencoba untuk menciptakan anak dengan mempergunakan
teknik somatic cell nuclear transfer kloning, baik secara pribadi maupun secara
umum, baik dalam lingkup riset maupun dalam lingkup klinis”. Hal
yang sama juga terjadi di Parlemen Uni Eropa yang melarang setiap negara
anggotanya melakukan kloning terhadap manusia. Meski demikian, perdebatan
mengenai kloning pada manusia masih terus berlanjut.
Hingga waktu ini sikap para
ilmuwan, organisasi profesi dokter dan masyarakat umumnya adalah bahwa
pengklonan individu yaitu pengklonan untuk tujuan reproduksi (reproductive
kloning) dengan menghasilkan manusia duplikat, kembaran identik, manusia
fotokopi yang berasal dari sel induk dengan cara implantasi inti sel tidak
dibenarkan, tetapi untuk tujuan terapi (therapeutic kloning) dianggap etis.
Etika tentang klonasi/
kloning dalam adeddum Buku Kedokteran Indonesia disebutkan bahwa menolak
dilakukan kloning terhadap manusia karena upaya itu mencerminkan penurunan
derajat serta martabat manusia sampai setingkat bakteri. Sehingga para ilmuwan
dihimbau untuk tidak melakukan klonasi dalam kaitan dengan reproduksi manusia.
Tetapi mendorong ilmuwan untuk tetap menggunakan bioteknologi kloning pada:
1. Sel atau jaringan dalam
upaya meningkatkan derajat kesehatan melalui antara lain: pembuatan zat anti
atau antigen monoclonal yang banyak digunakan dalam bidang kedokteran baik
aspek diagnostic maupun dalam pengobatan.
2. Dalam sel maupun jaringan
hewan dalam upaya penelitian kemungkinan penggunaan klonasi organ serta
penelitian lebih lanjut tentang kemungkinan digunakannya klonasi organ
manusia untuk kepentingan dirinya
sendiri. Kajian bioetika sangat perlu dilakukan dengan seksama, dalam menilai
masalah kloning. Yang sangat utama untuk diperhatikan adalah seharusnya kloning
hanya dilakukan untuk kepentingan kesejahteraan kehidupan serta tidak menyalahi
etika dan moral.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Adapun simpulan yang dapat penulis sampaikan yaitu :
1. Kloning adalah
suatu upaya untuk memproduksi sejumlah individu yang secara genetic sama persis
(identik). Kloning pertama kali dicetuskan oleh Herbert Webber pada tahun 1903.
2. Terdapat
beberapa jenis kloning yaitu, Kloning DNA Rekombinan, Kloning Kesehatan (Terapeutic
Cloning), Kloning Reproduksi (Reproductive Cloning).
3.
Kloning memiliki beberapa manfaat yaitu, Untuk pengembangan ilmu pengetahuan,
Untuk mengembangkan dan memperbanyak bibit unggul, Untuk tujuan diagnostik dan
terapi , Menolong atau menyembuhkan pasangan infertil mempunyai turunan, Melestarikan
Spesies Langka, Meningkatkan pasokan makanan. Namun ada juga beberapa efek
negative dari kloning ini.
4.
Bioetika kloning menyangkut pendapat – pendapat mengenai kloning ini. Ada yang
pro dengan dilakukan kloning dan ada yang kontra.
3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar