BAMBU BUNTU

Selasa, 29 Januari 2013

Perkembangan Pers di Indonesia


Perkembangan Pers di Indonesia
a.       Pers di Masa Penjajahan Jepang
Pada masa ini, surat kabar-surat kabar Indonesia yang semula berusaha dan berdiri sendiri dipaksa bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya disesuaikan dengan rencana-rencana serta tujuan-tujuan tentara Jepang untuk memenangkan apa yang mereka namakan “Dai Toa Senso” atau Perang Asia Timur Raya. Dengan demikian, di zaman pendudukan Jepang pers merupakan alat Jepang. Kabar-kabar dan karangan-karangan yang dimuat hanyalah pro-Jepang semata.
. Di Zaman pendudukan Jepang yang totaliter dan fasistis, orang-orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya tetapi melalui organisasi keagamaan, pendidikan, politik, sebab kehidupan pers pada zaman Jepang sangat tertekan. Surat kabar yang beredar pada zaman penjajahan Belanda dilarang beredar.
Pada era ini pers Indonesia mengalami kemajuan dalam hal teknis namun juga mulai diberlakukannya izin penerbitan pers. Selain itu Jepang juga mendirikan Jawa Shinbun Kai dan cabang kantor berita Domei dengan menggabungkan dua kantor berita yang ada di Indonesia yakni Aneta dan Antara. Beberapa harian yang muncul antara lain:
1.       Asia Raya di Jakarta
2.       Sinar Baru di Semarang
3.       Suara Asia di Surabaya
4.       Tjahaya di Bandung
Pers nasional masa pendudukan Jepang mengalami penderitaan dan pengekangan lebih dari zaman Belanda. Namun ada beberapa keuntungan bagi wartawan atau insan pers yang bekerja pada penerbitan Jepang, antara lain:
·         Pengalaman karyawan pers Indonesia bertambah. Fasilitas dan alat yang digunakan jauh lebih banyak daripada pada masa Belanda.
·         Penggunaan bahasa Indonesia makin sering dan luas. Karena bahasa Belanda berusaha dihapus oleh Jepang, hal ini yang nantinya membantu bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa nasional.
·         Adanya pengajaran bagi rakyat agar berpikir kritis terhadap berita yang disajikan oleh sumber resmi Jepang. Kekejaman dan penderitaan yang dialami pada masa Jepang memudahkan pemimpin bangsa memberi semangat untuk melawan penjajah.
Beberapa hari setelah teks proklamasi dikumandangan oleh Bung Karno, telah terjadi perebutan terhadap perusahaan Koran Jepang, seperti Soeara Asia di Surabaya, Tjahaja di Bandung, dan Sinar Baroe di semarang.  Koran-koran tersebut pada tanggal 19 Agustus 1945 memuat berita sekitar Kemerdekaan Indonesia, Teks Proklamasi, Pembukaan UUD, Lagu Indonesia Raya.  Sejak saat itu Koran dijadikan alat mempropagandakan kemerdekaan Indonesia, walaupun masih mendapat ancaman dari tentara Jepang.

b.      Pers di Masa Revolusi Fisik
Peranan yang telah dilakukan oleh pers kita di saat-saat proklamasi kemerdekaan dicetuskan, dengan sendirinya sejalan dengan perjuangan rakyat Indonesia. Bahkan tidak sedikit dari para wartawan yang langsung turut serta dalam usaha-usaha proklamasi. Semboyan “Sekali Merdeka Tetap Merdeka” menjadi pegangan teguh bagi para wartawan. Periode tahun 1945 sampai 1949 yang biasa dinamakan periode “revolusi fisik”, membawa coraknya tersendiri dalam sifat dan fungsi pers kita. Pada saat itu bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan yang baru diraih tanggal 17 Agustus 1945. Belanda ingin kembali menduduki Indonesia, sehingga terjadi perang mempertahankan kemerdekaan. Saat itu pers terbagi menjadi dua golongan yaitu:
1.       Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh tentara Sekutu dan Belanda yang dinamakan
Pers Nica (Belanda).
2.       Pers yang terbit dan diusahakan oleh orang Indonesia atau disebut Pers Republik.
Kedua golongan ini sangat berlawanan. Pers Republik yang disuarakan kaum Republik berisi semangat mempertahankan kemerdekaan dan menentang usaha pendudukan sekutu. Pers Nica berusaha mempengaruhi rakyat agar menerima kembali Belanda. Contoh koran Republik yang muncul antara lain: Harian Merdeka, Sumber, Pemandangan, Kedaulatan Rakyat, Nasional, dan Pedoman. Pers Nica antara lain: Warta Indonesia di Jakarta, Persatuan di Bandung, Suluh Rakyat di Semarang, Pelita Rakyat di Surabaya, dan Mustika di Medan.
Pada masa ini Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Serikat Pengusaha Surat Kabar (SPS) lahir. Kedua organisasi ini mempunyai kedudukan penting dalam sejarah pers Indonesia.
Untuk menangani pers, pemerintah membentuk Dewan Pers pada tanggal 17 Maret 1959. Dewan tersebut terdiri dari orang-orang persuratkabaran, cendekiawan, dan pejabat pemerintah, dengan tugas:
·         Penggantian undang-undang pers kolonial.
·         Pemberian dasar sosial-ekonomis yang lebih kuat kepada pers Indonesia (artinya fasilitas kredit dan mungkin juga bantuan pemerintah).
·         Peningkatan mutu jurnalisme Indonesia.
·         Pengaturan yang memadai tentang kedudukan sosial dan hukum bagi wartawan Indonesia (tingkat hidup dan tingkat gaji, perlindungan hukum, etika jurnalistik, dll).
Namun, akibat kekuasaan pemerintah yang tidak terlawan, organisasi-organisasi pers tidak berkutik. Tidak tampak bahwa lembaga-lembaga ini behasil membelokkan jalannya kegiatan-kegiatan antipers secara berarti.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Fatimah malik ar'asy

Sy mencari bukti2/arsip2 apapun yg ada sangkut pautnya dgn http://www.abdulmalikarasy.wordpress.com untuk kemenangan fatimah.no hp sy ada di web itu.trims