Perkembangan Pers di Indonesia
a. Pers di Masa Penjajahan Jepang
Pada masa ini, surat
kabar-surat kabar Indonesia yang semula berusaha dan berdiri sendiri dipaksa
bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya disesuaikan dengan
rencana-rencana serta tujuan-tujuan tentara Jepang untuk memenangkan apa yang
mereka namakan “Dai Toa Senso” atau Perang Asia Timur Raya. Dengan demikian, di
zaman pendudukan Jepang pers merupakan alat Jepang. Kabar-kabar dan
karangan-karangan yang dimuat hanyalah pro-Jepang semata.
. Di
Zaman pendudukan Jepang yang totaliter dan fasistis, orang-orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang
berjuang tidak dengan ketajaman penanya tetapi melalui organisasi keagamaan,
pendidikan, politik, sebab kehidupan pers pada zaman Jepang sangat tertekan. Surat kabar yang beredar pada
zaman penjajahan Belanda dilarang beredar.
Pada era ini pers
Indonesia mengalami kemajuan dalam hal teknis namun juga mulai diberlakukannya
izin penerbitan pers. Selain itu Jepang juga mendirikan Jawa Shinbun Kai dan
cabang kantor berita Domei dengan menggabungkan dua kantor berita yang ada di
Indonesia yakni Aneta dan Antara. Beberapa harian yang muncul antara lain:
1.
Asia Raya di Jakarta
2.
Sinar Baru di Semarang
3.
Suara Asia di Surabaya
4.
Tjahaya di Bandung
Pers nasional masa
pendudukan Jepang mengalami penderitaan dan pengekangan lebih dari zaman
Belanda. Namun ada beberapa keuntungan bagi wartawan atau insan pers yang
bekerja pada penerbitan Jepang, antara lain:
·
Pengalaman karyawan pers Indonesia bertambah.
Fasilitas dan alat yang digunakan jauh lebih banyak daripada pada masa Belanda.
·
Penggunaan bahasa Indonesia makin sering dan
luas. Karena bahasa Belanda berusaha dihapus oleh Jepang, hal ini yang nantinya
membantu bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa nasional.
·
Adanya pengajaran bagi rakyat agar berpikir
kritis terhadap berita yang disajikan oleh sumber resmi Jepang. Kekejaman dan
penderitaan yang dialami pada masa Jepang memudahkan pemimpin bangsa memberi
semangat untuk melawan penjajah.
Beberapa hari setelah
teks proklamasi dikumandangan oleh Bung Karno, telah terjadi perebutan terhadap
perusahaan Koran Jepang, seperti Soeara
Asia di Surabaya, Tjahaja di
Bandung, dan Sinar Baroe di
semarang. Koran-koran tersebut pada
tanggal 19 Agustus 1945 memuat berita sekitar Kemerdekaan Indonesia, Teks
Proklamasi, Pembukaan UUD, Lagu Indonesia Raya.
Sejak saat itu Koran dijadikan alat mempropagandakan kemerdekaan
Indonesia, walaupun masih mendapat ancaman dari tentara Jepang.
b. Pers di Masa Revolusi Fisik
Peranan
yang telah dilakukan oleh pers kita di saat-saat proklamasi kemerdekaan
dicetuskan, dengan sendirinya sejalan dengan perjuangan rakyat Indonesia.
Bahkan tidak sedikit dari para wartawan yang langsung turut serta dalam
usaha-usaha proklamasi. Semboyan “Sekali Merdeka Tetap Merdeka” menjadi
pegangan teguh bagi para wartawan. Periode tahun 1945 sampai 1949 yang biasa
dinamakan periode “revolusi fisik”, membawa coraknya tersendiri dalam sifat dan
fungsi pers kita.
Pada saat itu bangsa Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan yang
baru diraih tanggal 17 Agustus 1945. Belanda ingin kembali menduduki Indonesia,
sehingga terjadi perang mempertahankan kemerdekaan. Saat itu pers terbagi
menjadi dua golongan yaitu:
1.
Pers yang diterbitkan dan diusahakan oleh
tentara Sekutu dan Belanda yang dinamakan
Pers Nica (Belanda).
Pers Nica (Belanda).
2.
Pers yang terbit dan diusahakan oleh orang
Indonesia atau disebut Pers Republik.
Kedua golongan ini sangat berlawanan. Pers Republik
yang disuarakan kaum Republik berisi semangat mempertahankan kemerdekaan dan
menentang usaha pendudukan sekutu. Pers Nica berusaha mempengaruhi rakyat agar
menerima kembali Belanda. Contoh koran Republik yang muncul antara lain: Harian
Merdeka, Sumber, Pemandangan, Kedaulatan Rakyat, Nasional, dan Pedoman. Pers
Nica antara lain: Warta Indonesia di Jakarta, Persatuan di Bandung, Suluh
Rakyat di Semarang, Pelita Rakyat di Surabaya, dan Mustika di Medan.
Pada masa ini Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan
Serikat Pengusaha Surat Kabar (SPS) lahir. Kedua organisasi ini mempunyai
kedudukan penting dalam sejarah pers Indonesia.
Untuk menangani pers, pemerintah membentuk Dewan Pers pada tanggal 17 Maret 1959. Dewan tersebut terdiri dari orang-orang persuratkabaran, cendekiawan, dan pejabat pemerintah, dengan tugas:
Untuk menangani pers, pemerintah membentuk Dewan Pers pada tanggal 17 Maret 1959. Dewan tersebut terdiri dari orang-orang persuratkabaran, cendekiawan, dan pejabat pemerintah, dengan tugas:
·
Penggantian undang-undang pers kolonial.
·
Pemberian dasar sosial-ekonomis yang lebih kuat
kepada pers Indonesia (artinya fasilitas kredit dan mungkin juga bantuan
pemerintah).
·
Peningkatan mutu jurnalisme Indonesia.
·
Pengaturan yang memadai tentang kedudukan sosial
dan hukum bagi wartawan Indonesia (tingkat hidup dan tingkat gaji, perlindungan
hukum, etika jurnalistik, dll).
Namun, akibat kekuasaan pemerintah yang tidak
terlawan, organisasi-organisasi pers tidak berkutik. Tidak tampak bahwa
lembaga-lembaga ini behasil membelokkan jalannya kegiatan-kegiatan antipers
secara berarti.
1 komentar:
Fatimah malik ar'asy
Sy mencari bukti2/arsip2 apapun yg ada sangkut pautnya dgn http://www.abdulmalikarasy.wordpress.com untuk kemenangan fatimah.no hp sy ada di web itu.trims
Posting Komentar