BAMBU BUNTU

Sabtu, 10 November 2012

Menjadi Mulia bersama Al-Qur’an


Menjadi Mulia bersama Al-Qur’an
            “Aku tinggalkan sesuatu yang jika berpegang teguh pada keduanya, kalian tak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya.” Pesan Rasulullah SAW dalam haji wada’ itu tidak asing lagi ditelinga kita. Namun, seberapa banyak dari kita yang sudah melaksanakan pesan tersebut??
            Kedekatan seseorang dengan Al-Qur’an, dapat dilihat dari sejauh mana umat Islam membaca, mentadabburi, menghafal dan mengamalkannya. Menurut hasil penelitian Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Gothe Institute tahun lalu menunjukkan, dari 1496 remaja Muslim Indonesia berusia 15-25 tahun yang menjadi responden, hanya 10,8 persen yang selalu membaca Al-Qur’an. Mayoritas atau 61,1 persen menyetakan kadang-kadang dan 0,3 persen tidak pernah membaca Al-Qur’an. Lalu, bagaimana dengan penghapal Qur’an (huffaz)?? Berdasarkan pada hasil penelitian tahun 2010, jumlah huffaz di Indonesia sekitar 30 ribu orang dari 240 juta umat Islam, di Arab Saudi sekitar 6000 huffaz dari 27,1 juta jiwa penduduk Arab, dan 1,4 juta huffaz dari 7 juta penduduk Libya. Bandingkan dengan Daerah Gaza di Palestina, terdapat sekitar 60 ribu huffaz (penghafal qur’an) dari 1,7 juta jiwa penduduk Gaza.
            Melihat data tersebut, kita layak memberikan apresiasi tinggi pada penduduk Gaza. Suasana perang tidak menghalangi mereka untuk menghafal Al-Qur’an. Bertolak belakang dengan kondisi di negeri kita yang aman tentram, namun tak banyak Muslim yang tergerak hatinya untuk dekat dengan Al-Qur’an.
            Direktur Pesantren tahfiz sekolah Darul Qur’an Internasional Bandung menceritakan pengalaman saat kunjungan ke Gaza, Mei 2012, Gaza merupakan Negara dengan pengaruh Qur’an yang begitu kuat. Disana, hampir semua orang menghafal Al-Qur’an. Terutama para pemimpin, mulai dari Perdana Mentri, anggota perlemen, hingga para profesional seperti dosen, insinyur, dokter. Dan hasilnya luar biasa.
            Di gaza, hasil pertanian melimpah, padahal petani hanya mengandalkan pengairan dari air hujan. Inilah berkah negeri para pejuang yang selalu dekat dengan  Al-qur’an .Tanahnya subur karena disiram oleh darah syuhada.
            Muslim di sana melaksanakan ajaran islam dengan penuh kesadaran. Mesjid selalu penuh. Para wanita menutup aurat dengan sempurna. Muslimah-muslimah bermental baja dengan sukarela melepas suami dan anak lelakinya untuk berjihad. Generasi muda tak ketinggalan, gagah dan berani mereka melawan tentara Israel.
Keindahan kondisi masyarakat di bawah naungan Al-qur’an, membuat mereka menjadi mulia.
Gaza seperti itu, karena mereka mengamalkan Al-qur’an dengan penuh kesadaran. Para pemimpin Gaza, melakukan tarbiyah Qur’ani atau pendidikan berlandaskan Al-qur’an. Kondisi peperangan turut memberi andil dalam membuat mereka selalu waspada, tidak melakukan aktivitas yang sia-sia.
Di Indonesia sebetulnya juga terdapat penghafal Al-Qur’an. Namun, itu saja tidak cukup. Menjadi penghafal Al-Qur’an tidak sekedar menghafal secara textbook. Melainkan harus menegakkan hukum Allah yang berpedoman pada  Al-Qur’an.
Mengapa kita semua harus menjalankan kehidupan dengan berpedoman kepada kitab Al-Qur’an ? Karena Al-Qur’an merupakan sumber dari segala sumber hukum, Al-Qur’an juga mencakup segala segi aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, pendidikan, hukum dan lain sebagainya. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (Al-Baqarah :2).
 Namun, apakah makna dari ayat tersebut sudah terealisasi dengan baik? Justru disaat sekarang ini nilai Al-Qur’an di dalam kehidupan bermasyarakat sudah mulai bergeser. Al-qur’an yang seharusnya menjadi petunjuk jalan, malah  dikesampingkan dan justru  menjadikan Google sebagai petunjuk jalan. Padahalah segala sesuatu itu bersumber dari Al-qur’an. Teknologi-teknologi juga diatur dalam Al-Qur’an. Tapi mengapa kita justru lebih mengandalkan google dari pada Al-Qur’an? Padahal Rasulullah sendiri menegaskan kepada kita semua untuk senantiasa berpegang teguh pada Kitabullah. Tetapi mengapa ketika menghadapi masalah yang dicari justru google, bukan Al-qur’an?
Al-qur’an sudah menceritakan bagaiman keadaan umat-umat terdahulu, kini, dan yang akan datang. Al-qur’an diturunkan  Allah kepada nabi Muhammad. Dan kemurnian al-qur’an itu sendiri Allah yang akan menjaganya. Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar(Al-Baqarah:23). Dari ayat tersebut Allah menegaskan bahwa tidak ada suatu hal pun yang dapat menyamai isi Al-qur’an. Maka dari itu kita sebagai umat manusia hendaknya menjadikan teknolgi sebagai sarana belajar, namun tetap menjadikan Al-qur’an sebagai pedoman, yang InsyaAllah akan mengantarkan kita pada kebahagiaan dunia dan akhirat. 

Tidak ada komentar: