BAMBU BUNTU

Kamis, 03 Januari 2013

PENGARUH HORMON ASAM ABSISAT PADA POHON JATI


PENGARUH HORMON ASAM ABSISAT PADA POHON JATI”

Untuk memenuhi tugas biologi


Disusun Oleh :

Lujeng Purwayanti


XII IPA 3



Guru pembimbing: Sumaini Salim Spd
SMA N 1 SIAK
2012/2013





KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul Pengaruh Hormon Asam Absisat pada pertumbuhan tumbuhan . Makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan mata pelajaran Biologi .
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
  1. .Guru pembimbing yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada penulis sehingga penulis termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
  2. orang tua yang telah turut membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas ini selesai.
  3. rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini.
Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak memiliki kekurangan, untuk itu segala saran dan kritik yang berguna bagi kesempurnaan tugas ini sangat diharapkan. Penulis berharap makalah ini dapat memberikan manfaat bagi diri penulis sendiri maupun pihak yang memerlukan.
Siak, januari 2012                                                                                                                            Penulis










BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Makhluk hidup selalu mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan adalah proses kenaikan volume yang bersifat irreversible (tidak dapat balik) karena adanya penambahan substansi termasuk di dalamnya ada perubahan bentuk yang menyertai penambahan volume tersebut. Sedangkan perkembangan adalah proses menuju kedewasaan pada makhluk hidup yang bersifat kualitatif yaitu makhluk hidup dikatakan dewasa apabila alat perkembangbiakannya telah berfungsi. Seperti pada tumbuhan apabila telah berbunga maka tumbuhan itu sudah dikatakan dewasa.
Tumbuhan juga mengalami pertumbuhan dan perkembangan seperti memanjangnya batang, akar dan sebagainya. Pemekaran bunga, pemasakan buah adalah slaah satu perkembAngan yang dialami oleh tumbuhan. Pemekaran bunga dan pemasakan buah kalau kita teliti lebih lanjut sangatlah bervariasi sesuai dengan lingkungan dan jenis pohon itu sendiri. Kalau kita amati, pada saat musim-musim tertentu pertumbuhan bunga sangat pesat dan begitu juga dengan pematangan buahnya. Sebenarnya apa yang mengatur semua pemekaran bunga, pemanjangan atau pertumbuhan tunas-tunas baru pada tumbuhan tersebut.
Fitohormon atau hormon tumbuhan sendiri terdiri dari beberapa hormon yang memilki ciri, letak dan fungsi yang berbeda-beda. Ada hormon yang membantu pertumbuhan tumbuhan dan ada juga yang malah menghambat pertumbuhan tersebut. Hormon-hormon yang membantu pertumbuhan itu seperti auksin, giberelin, kalin dan asam traumalin. Sedangkan hormon yang justru menghambat pertumbuhan salah satunya adalah asam absisat.
Asam absisat atau dapat disebut juga inhibitor ini sangat jarang diketahui secara mendalam oleh beberapa orang yakni mengenai cara kerja dan fungsi-fungsi lainnya. Biasanya yang diketahui hanyalah sekedar fungsinya yang dapat menghambat pertumbuhan, tanpa mengetahui hal-hal lain yang saling berkesinambungan dengan fungsi dari homon ini. Maka dari itu pada kesempatan ini akan dibahas mengenai hal-hal yang menyangkut masalah hormon asam absisat ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan fitohormon atau hormon tumbuhan?
2.      Apa yang dimaksud dengan asam absisat?
3.      Apa yang dimaksud dengan pohon jati?
4.      Bagaimana cara kerja asam absisat?
5.      Apa kegunaan dari hormon asam absisat?
6.      Apakah Asam Absisat memilki hubungan dengan hormon tumbuhan lainnya?
7.      Faktor apa yang mempengaruhi gugurnya daun pada pohon jati saat musim kemarau?

C.    Tujuan
Untuk mendeskripsikan maksud dari hormon tumbuhan atau fitohormon, asam absisat itu sendiri dan pohon jati, mendiskripsikan cara kerja dan fungsi atau kegunaan dari asam absisat, mengetahui hubungan asam absisat dengan hormon tumbuhan lainnya seperti giberelin dan untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi gugurnya daun pada pohon jati saat musim kemarau.


D.    Manfaat
Agar para pembaca lebih mengerti akan pengaruh asam absisat pada tumbuhan yang dimana asam abisat ini merupakan hormon yang berbeda dengan hormon tumbuhan lainnya, agar para pembaca mengetahui bahwa asam absisat juga memiliki peran penting dalam pertumbuhan tumbuhan dan berkerja sama dengan hormon tumbuhan lainnya, dan juga mengerti alasan gugurnya daun pada pohon jati saat musim gugur.






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Fitohormon atau Hormon Tumbuhan
Hormon tumbuhan, atau pernah dikenal juga dengan fitohormon, adalah sekumpulan senyawa organik bukan hara (nutrien), baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil (di bawah satu milimol per liter, bahkan dapat hanya satu mikromol per liter) mendorong, menghambat, atau mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan (taksis) tumbuhan.
Penggunaan istilah "hormon" sendiri menggunakan analogi fungsi hormon pada hewan. Namun demikian, hormon tumbuhan tidak dihasilkan dari suatu kelenjar tertentu (endokrin) sebagaimana pada hewan, tetapi dihasilkan dari jaringan-jaringan tertentu. Penyebarannya pun tidak harus melalui pembuluh, karena hormon tumbuhan dapat ditransfer melalui sitoplasma atau ruang antarsel. Hormon tumbuhan ini juga berbeda dari hewan, hormon tumbuhan dapat bersifat endogen, dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan, maupun eksogen, diberikan dari luar sistem individu. Hormon eksogen dapat juga merupakan bahan non-alami (sintetik, tidak dibuat dari ekstraksi tumbuhan). Oleh karena itu, untuk mengakomodasi perbedaan ini dipakai pula istilah zat pengatur tumbuh.
Hormon tumbuhan bersifat endogenous ("endogen"), dihasilkan sendiri oleh individu yang bersangkutan, maupun exogenous ("eksogen"), diberikan dari luar sistem individu. Hormon eksogen dapat juga merupakan bahan non-alami (sintetik, tidak dibuat dari ekstraksi tumbuhan). Oleh karena itu, untuk mengakomodasi perbedaan dari hormon hewan, dipakai pula istilah zat pengatur tumbuh (bahasa Inggris: plant growth regulator/substances) bagi hormon tumbuhan.
Kelompok hormon sendiri terdapat ratusan hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dikenal orang, baik yang endogen maupun yang eksogen. Pengelompokan dilakukan untuk memudahkan identifikasi, dan didasarkan terutama berdasarkan efek fisiologi yang sama, bukan semata kemiripan struktur kimia. Pada saat ini dikenal lima kelompok utama hormon tumbuhan, yaitu auksin (bahasa Inggris: auxins), sitokinin (cytokinins), giberelin (gibberellins, GAs), etilena (etena, ETH), dan asam absisat (abscisic acid, ABA). Tiga kelompok yang pertama bersifat positif bagi pertumbuhan pada konsentrasi fisiologis, etilena dapat mendukung maupun menghambat pertumbuhan, dan asam absisat merupakan penghambat (inhibitor) pertumbuhan. Selain kelima kelompok itu, dikenal pula kelompok-kelompok lain yang berfungsi sebagai hormon tumbuhan namun diketahui bekerja untuk beberapa kelompok tumbuhan atau merupakan hormon sintetik, seperti brasinosteroid, asam jasmonat, asam salisilat, dan poliamina. Beberapa senyawa sintetik berperan sebagai inhibitor (penghambat perkembangan).
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari sistem pengaturan pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Kehadirannya di dalam sel pada kadar yang sangat rendah menjadi prekursor (“pemicu”) proses transkripsi RNA. Hormon tumbuhan sendiri dirangsang pembentukannya melalui signal berupa aktivitas senyawa-senyawa reseptor sebagai tanggapan atas perubahan lingkungan yang terjadi di luar sel. Kehadiran reseptor akan mendorong reaksi pembentukan hormon tertentu. Apabila konsentrasi suatu hormon di dalam sel telah mencapai tingkat tertentu, atau mencapai suatu nisbah tertentu dengan hormon lainnya, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai berekspresi.
Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.
Hormon tumbuhan tidak dihasilkan oleh suatu kelenjar sebagaimana pada hewan, melainkan dibentuk oleh sel-sel yang terletak di titik-titik tertentu pada tumbuhan, terutama titik tumbuh di bagian pucuk tunas maupun ujung akar. Selanjutnya, hormon akan bekerja pada jaringan di sekitarnya atau, lebih umum, ditranslokasi ke bagian tumbuhan yang lain untuk aktif bekerja di sana. Pergerakan hormon dapat terjadi melalui pembuluh tapis, pembuluh kayu, maupun ruang-ruang antarsel.
Dalam menjalankan perannya, hormon dapat berperan secara tunggal maupun dalam koordinasi dengan kelompok hormon lainnya. Contoh koordinasi antar hormon ditunjukkan oleh proses perkecambahan. Embrio biji tidak tumbuh karena salah satunya dihambat oleh produksi ABA dalam jaringan embrio biji. Pada saat biji berada pada kondisi yang sesuai bagi proses perkecambahan, giberelin dihasilkan. Apabila nisbah giberelin:ABA tidak mencapai titik tertentu, perkecambahan gagal. Apabila nisbah ini melebihi nilai tertentu, terjadi perkecambahan. Apabila nisbah giberelin:ABA masih berada di sekitar ambang, konsentrasi sitokinin menjadi penentu perkecambahan.
Terdapat ratusan hormon tumbuhan atau zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dikenal orang, baik yang endogen maupun yang eksogen. Pengelompokan dilakukan untuk memudahkan identifikasi, dan didasarkan terutama berdasarkan perilaku fisiologi yang sama, bukan kemiripan struktur kimia. Pada saat ini dikenal lima kelompok utama hormon tumbuhan, yaitu auksin (auxins), sitokinin (cytokinins), giberelin (gibberellins, GAs), asam absisat (abscisic acid, ABA), dan etilena (etena, ETH). Selain itu, dikenal pula kelompok-kelompok lain yang berfungsi sebagai hormon tumbuhan namun diketahui bekerja untuk beberapa kelompok tumbuhan atau merupakan hormon sintetik, seperti Oligosakarin san brasinosteroid,. Beberapa senyawa sintetik berperan sebagai inhibitor (penghambat perkembangan).
Pemahaman terhadap fitohormon pada masa kini telah membantu peningkatan hasil pertanian dengan ditemukannya berbagai macam zat sintetik yang memiliki pengaruh yang sama dengan fitohormon alami. Aplikasi zat pengatur tumbuh dalam pertanian modern mencakup pengamanan hasil, memperbesar ukuran dan meningkatkan kualitas produk (misalnya dalam teknologi semangka tanpa biji), atau menyeragamkan waktu berbunga (misalnya dalam aplikasi etilena untuk penyeragaman pembungaan tanaman buah musiman).

B.     Pengertian Asam Absisat
Hormon yang telah kita pelajari sejauh ini yaitu auksin,sitokinin dan giberelin, umumnya merangsang pertumbuhan tumbuhan.sebaliknya, terdapat masa pada kehidupan tumbuhan yang sangat menguntungkan apabila tumbuhan memperlambat pertumbuhan dan mengambil suatu keadaan dorman (istirahat). Hormon asam abisat (Abscisic acid, ABA), yang dihasilkan pada tunas terminal, akan memperlambat pertumbuhan dan mengarahkan primordial daun untuk berkembang menjadi sisik yang akan melindungi tunas yang dorman pada musim dingin. Hormon tersebut juga menghambat pembelahan sel kambium pembuluh. Dengan demikian, ABA tersebut membantu mempersiapkan tumbuhan untuk menghadapi musim dingin dengan cara menghentikan pertumbuhan primer dan sekunder.
Hormon asam absisat merupakan senyawa yang bersifat inhibitor (penghambat) yang cara kerjanya berlawanan dengan hormon auksin dan giberelin. Perlu diketahui salah satu fungsi auksin adalah untuk memacu proses pemanjangan sel dan pembentukan buah tanpa biji. Sedangkan salah satu fungsi dari giberelin adalah untuk mengakhiri proses dormansi pada biji yang terpengaruhi oleh asam absisat.
Tahapan lain dalam kehidupan suatu tumbuhan yang menguntungkan apabila pertumbuhan dihentikan adalah pada saat permulaan dormansi biji, dan kemungkinan asam abisatlah yang bertindak sebagai penghambat pertumbuhan. Biji akan berkecambah ketika ABA dihambat dengan cara membuatnya tidak aktif, atau dengan membuangnya atau melalui peningkatan aktivitas giberelin. Biji beberapa tumbuhan gurun mengakhiri dormansinya ketika hujan lebat melunturkan ABA dari biji. Biji tumbuhan lain memerlukan cahaya atau stimulus lain untuk memicu perombakan asam abisat. Pada sebagian besar kasus, rasio ABA terhadap giberelin akan menentukan apakah biji itu akan tetap dorman atau berkecambah.
Selain peranannya sebagai suatu penghambat pertumbuhan, asam abisat bertindak sebagai hormon “cekaman”, yang membantu tumbuhan dengan menghadapi kondisi yang buruk. Sebagai contoh, ketika suatu tumbuhan mulai layu, ABA akan terakumulasi di daun dan menyebabkan stomata menutup, mengurangi transpirasi dan kehilangan air lebih banyak. Fungsi ini bergantung pada ABA yang berasal dari akar. Pada beberapa khasus, kekurangan air dapat memberi cekaman pada sistem akar sebelum menekan sistem tunas, dan ABA yang di angkut dari akar ke daun bisa berfungsi sebagai “sistem peringatan didi”.
Asam absisat adalah molekul seskuiterpenoid (memiliki 15 atom karbon) yang merupakan salah satu hormon tumbuhan. Selain dihasilkan secara alami oleh oleh tumbuhan, hormon ini juga dihasilkan oleh alga hijau dan cendawan. Hormon ini ditemukan pada tahun 1963 oleh Frederick Addicott. Addicott berhasil mengisolasi senyawa abscisin I dan II dari tumbuhan kapas. Senyawa abscisin II kelak disebut dengan asam absisat, disingkat ABA. Pada saat yang bersamaan, dua kelompok peneliti lain yang masing-masing dipimpin oleh Philip Wareing dan Van Steveninck juga melakukan penelitian terhadap hormon tersebut.
Semua jaringan tanaman terdapat hormon ABA yang dapat dipisahkan secara kromatografi Rf 0.9.   Senyawa tersebut merupakan inhibitor B kompleks.  Senyawa ini mempengaruhi proses pertumbuhan, dormansi dan absisi.   Beberapa peneliti akhirnya menemukan senyawa yang sama yaitu asam absisat (ABA).   Peneliti tersebut yaitu Addicott et al dari California USA pada tahun 1967 pada tanaman kapas dan Rothwell serta Wain pada tahun 1964 pada tanaman lupin (Wattimena 1992).
Menurut Salisbury dan Ross (1995) zat pengatur tumbuhan yang diproduksi di dalam tanaman  disebut juga hormon tanaman.  Hormon tanaman yang dianggap sebagai hormon stress diproduksi dalam jumlah besar ketika tanaman mengalami berbagai keadaan rawan diantaranya yaitu ABA.  Keadaan rawan tersebut antara lain kurang air,  tanah bergaram, dan suhu dingin atau panas.  ABA membantu tanaman mengatasi dari keadaan rawan tersebut.
.
Pucuk jati dan buahnya
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Plantae
Divisi:
Magnoliophyta
Kelas:
Magnoliopsida
Ordo:
Lamiales
Famili:
Lamiaceae
Genus:
Tectona
Spesies:
T. grandis
Nama binomial
Tectona grandis
Linn. f.
 ABA adalah seskuiterpenoid berkarbon 15, yang disintesis sebagian di kloroplas dan plastid melalui lintasan asam mevalonat (Salisbury dan Ross 1995).   Reaksi awal sintesis ABA sama dengan reaksi sintesis isoprenoid seperti gibberelin sterol dan karotenoid.   Menurut Crellman (1989) biosintesis ABA pada sebagian besar tumbuhan terjadi secara  tak langsung melalui peruraian karotenoid tertentu (40 karbon) yang ada di plastid.  ABA pergerakannya dalam tumbuhan sama dengan pergerakan giberelin yaitu dapat diangkut secara mudah melalui xilem floem dan juga sel-sel parenkim di luar berkas pembuluh.  

C.    Tumbuhan Jati
Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau.
Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ini berasal dari kata thekku (തേക്ക്) dalam bahasa Malayalam, bahasa di negara bagian Kerala di India selatan. Nama ilmiah jati adalah Tectona grandis L.f.
Jati dapat tumbuh di daerah dengan curah hujan 1 500 – 2 000 mm/tahun dan suhu 27 – 36 °C baik di dataran rendah maupun dataran tinggi. Tempat yang paling baik untuk pertumbuhan jati adalah tanah dengan pH 4.5 – 7 dan tidak dibanjiri dengan air. Jati memiliki daun berbentuk elips yang lebar dan dapat mencapai 30 – 60 cm saat dewasa.
Jati memiliki pertumbuhan yang lambat dengan germinasi rendah (biasanya kurang dari 50%) yang membuat proses propagasi secara alami menjadi sulit sehingga tidak cukup untuk menutupi permintaan atas kayu jati. Jati biasanya diproduksi secara konvensional dengan menggunakan biji. Akan tetapi produksi bibit dengan jumlah besar dalam waktu tertentu menjadi terbatas karena adanya lapisan luar biji yang keras. Beberapa alternatif telah dilakukan untuk mengatasi lapisan ini seperti merendam biji dalam air, memanaskan biji dengan api kecil atau pasir panas, serta menambahkan asam, basa, atau bakteri. Akan tetapi alternatif tersebut masih belum optimal untuk menghasilkan jati dalam waktu yang cepat dan jumlah yang banyak.
Umumnya, Jati yang sedang dalam proses pembibitan rentan terhadap beberapa penyakit antara lain leaf spot disease yang disebabkan oleh Phomopsis sp., Colletotrichum gloeosporioides, Alternaria sp., dan Curvularia sp., leaf rust yang disebabkan oleh Olivea tectonea, dan powdery mildew yang disebabkan oleh Uncinula tectonae. Phomopsis sp. merupakan penginfeksi paling banyak, tercatat 95% bibit terkena infeksi pada tahun 1993-1994. Infeksi tersebut terjadi pada bibit yang berumur 2 – 8 bulan. Karakterisasi dari infeksi ini adalah adanya necrosis berwarna coklat muda pada pinggir daun yang kemudian secara bertahap menyebar ke pelepah, infeksi kemudian menyebar ke bagian atas daun, petiol, dan ujung batang yang mengakibatkan bagian daun dari batang tersebut mengalami kekeringan. Jika tidak disadari dan tidak dikontrol, infeksi dari Phomopsis sp. akan menyebar sampai ke seluruh bibit sehingga proses penanaman jati tidak bisa dilakukan.
Pohon jati (Tectona grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter.
Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun.
Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah darah apabila diremas. Ranting yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya.
Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm × 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Taju mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8 mm. Berumah satu.
Buah berbentuk bulat agak gepeng, 0,5 – 2,5 cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai balon kecil.

D.    Cara Kerja Asam Absisat
Cara kerja dari asam absisat ini seperti merangsang penutupan stomata pada waktu kekurangan air, mempertahankan dormansi dan biasanya terdapat di daun, batang, akar, buah berwarna hijau. Pengangkutan hormon ABA dapat terjadi baik di xilem maupun floem dan arah pergerakannya bisa naik atau turun. Transportasi ABA dari floem menuju ke daun dapat dirangsang oleh salinitas (kegaraman tinggi). Pada tumbuhan tertentu, terdapat perbedaan transportasi ABA dalam siklus hidupnya. Daun muda memerlukan ABA dari xilem dan floem, sedangkan daun dewasa merupakan sumber dari ABA dan dapat ditranspor ke luar daun.
Daun dan buah pada tumbuhan dapat menjadi rontok karena adanya pengaruh kerja hormon Asam Absisat (ABA). hormon ini menghambat pertumbuhan dan pembelahan sel. karena itu, jika hormon ini bekerja, proses yag terjadi di dalam sel akan berkurang dan kelamaan akan berhenti. berhentinya aktivitas sel, berarti juga berhentinya asupan nutrisi ke dalam sel tumbuhan tersebut, sehingga, bagian tumbuhan seperti daun akan kekurangan nutrisi, dan kering karena penguapan terus terjadi, namun tidak ada asupan air, dan kelamaan daun akan rontok.
Hormon ini dapat menutup stomata pada daun dengan menurunkan tekanan osmotik dalam sel dan menyebabkan sel turgor. Akibatnya, cairan tanaman hilang yang disebabkan oleh transpirasi melalui stomata dapat dicegah. ABA juga mencegah kehilangan air dari tanaman dengan membentuk lapisan epikutikula atau lapisan lilin. Selain itu, ABA juga dapat menstimulasi pengambilan air melalui akar. Selain untuk menghadapi kekeringan, ABA juga berfungsi dalam menghadapi lingkungan dengan suhu rendah dan kadar garam atau salinitas yang tinggi. Peningkatan konsentrasi ABA pada daun dapat diinduksi oleh konsentrasi garam yang tinggi pada akar.. Dalam menghadapi musim dingin, ABA akan menghentikan pertumbuhan primer dan sekunder. Hormon yang dihasilkan pada tunas terminal ini akan memperlambat pertumbuhan dan memicu perkembangan primordia daun menjadi sisik yang berfungsi melindungi tunas dorman selama musim dingin. ABA juga akan menghambat pembelahan sel kambium pembuluh.

E.     Fungsi atau Kegunaan Asam Absisat
Asam absisat berperan penting pemulaian (inisiasi) dormansi biji. Dalam keadaan dorman atau "istirahat", tidak terjadi pertumbuhan dan aktivitas fisiologis berhenti sementara. Proses dormansi biji ini penting untuk menjaga agar biji tidak berkecambah sebelum waktu yang tidak dikehendaki. Hal ini terutama sangat dibutuhkan pada tumbuhan tahunan dan tumbuhan dwimusim yang bijinya memerlukan cadangan makanan di musim dingin ataupun musim panas panjang.
Tumbuhan menghasilkan ABA untuk maturasi biji dan menjaga biji agar berkecambah di musim yang diinginkan.
ABA juga sangat penting untuk menghadapi kondisi cekaman lingkungan, seperti kekeringan. Hormon ini merangsang penutupan stomata pada epidermis daun dengan menurunkan tekanan osmotik dalam sel dan menyebabkan turgor sel[4]. Akibatnya, kehilangan cairan tanaman yang disebabkan oleh transpirasi melalui stomata dapat dicegah. ABA juga mencegah kehilangan air dari tubuh tumbuhan dengan membentuk lapisan epikutikula atau lapisan lilin. Selain itu, ABA juga dapat menstimulasi pengambilan air melalui akar. Selain untuk menghadapi kekeringan, ABA juga berfungsi dalam menghadapi lingkungan dengan suhu rendah dan kadar garam atau salinitas yang tinggi. Peningkatan konsentrasi ABA pada daun dapat diinduksi oleh konsentrasi garam yang tinggi pada akar. Dalam menghadapi musim dingin, ABA akan menghentikan pertumbuhan primer dan sekunder Hormon yang dihasilkan pada tunas terminal ini akan memperlambat pertumbuhan dan memicu perkembangan primordia daun menjadi sisik yang berfungsi melindungi tunas dorman selama musim dingin. ABA juga akan menghambat pembelahan sel kambium pembuluh.
Asam absisat merupakan hormon yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman (inhibitor) yaitu bekerja berlawanan dengan hormon auksin dan giberelin dengan jalan mengurangi atau memperlambat kecepatan pembelahan dan pembesaran sel. Asam absisat akan aktif pada saat tumbuhan berada pada kondisi yang kurang baik, seperti pada musim dingin, musim kering, dan musim gugur. Mengapa asam absisat justru berperan pada saat tanaman berada dalam kondisi yang kurang baik? Pada saat tumbuhan mengalami kondisi yang kurang baik, misalnya ketika kekurangan air di musim kering, maka tumbuhan tersebut mengalami dormansi yaitu daun-daunnya akan digugurkan dan yang tertinggal adalah tunas-tunasnya. Dalam keadaan demikian asam absisat terkumpul/terakumulasi pada tunas yang terletak pada sel penutup stomata, hal ini menyebabkan stomata menutup, sehingga penguapan air berkurang dan keseimbangan air di dalam tubuh tumbuhan terpelihara sehingga pertumbuhan tunasnya terhambat yang disebabkan melambatnya kecepatan pembelahan dan pembesaran sel-sel tunasnya.
Fungsi asam absisat, yaitu:
1.      Menghambat perkecambahan biji
2.      Mempengaruhi pembungaan tanaman
3.      Memperpanjang masa dormansi umbi-umbian
4.      Mempengaruhi pucuk tumbuhan untuk melakukan dormansi
5.      Untuk maturasi biji dan menjaga biji agar berkecambah di musim yang diinginkan
6.      Untuk menghadapi lingkungan dengan suhu rendah dan kadar garam atau salinitas yang tinggi

F.     Hubungan Hormon Asam Absisat dengan Hormon Giberelin
Telah diketahui bahwa fungsi dari asam absisat ini adalah sebagai inhibitor atau faktor pertumbuhan pada pertumbuahan tumbuhan dan memicu dormansi biji sedangkan fungsi dari giberelin adalah menghentikan proses dormansi pada biji. Hal ini jelas berlawanan jauh. Namun terjadi sebuah hubungan yang saling membantu pada fungsi tiap hormon ini. Pada saat kondisi lingkungan tidak menguntungkan untuk terjadinya perkecambahan, asam absisat berperan besar dalam memicu penutupan stomata sehingga perkecambahan di istirahatkan. Setelah lingkungan mulai memungkinkan untuk perkecambahan, giberelin mengambil peran untuk menghentikan tugas asam absisat dan mulai melakukan tugasnya seperti memicu pertumbuhan bunga dan juga akar.

G.    Faktor yang mempengaruhi gugurnya daun pada pohon jati 
Tumbuhan peluruh atau tumbuhan gugur merupakan sebutan bagi tumbuhan, terutama pepohonan, yang menggugurkan daun-daunnya pada musim atau keadaan iklim tertentu. Tumbuhan peluruh dapat mendominasi suatu vegetasi (penutup permukaan bumi) dan membentuk bioma hutan peluruh atau hutan gugur.
Di daerah beriklim sedang, seperti di Eropa bagian Tengah, tumbuhan peluruh menggugurkan daunnya pada musim gugur (nama musim ini diambil dari ciri khas hutan-hutan demikian), di saat suhu udara rata-rata menurun. Perubahan warna daun akibat perombakan klorofil terjadi hampir serentak sehingga warna hutan menjadi kuning, merah, atau coklat akibat warna dedaunan yang mengering. Suhu yang meningkat di penghujung musim dingin akan memicu munculnya daun-daun baru, seringkali diawali dengan bermunculannya bunga terlebih dahulu.
Di daerah tropika dengan musim kering yang jelas, pepohonan menggugurkan daunnya di saat curah hujan berkurang. Pengguguran ini dapat sebagian maupun seluruhnya. Jati, misalnya, akan menggugurkan semua daunnya. Pengguguran daun akan mengurangi transpirasi di musim kemarau dan dianggap sebagai mekanisme penghematan energi.
Pada tumbuhan seperti pohon jati, iklim yang cocok adalah yang memiliki musim kering yang nyata, namun tidak terlalu panjang, dengan curah hujan antara 1200-3000 mm pertahun dan dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi sepanjang tahun. Ketinggian tempat yang optimal adalah antara 0 – 700 m dpl; meski jati bisa tumbuh hingga 1300 m dpl.
Tegakan jati sering terlihat seperti hutan sejenis, yaitu hutan yang seakan-akan hanya terdiri dari satu jenis pohon.
Ini dapat terjadi di daerah beriklim muson yang begitu kering, kebakaran lahan mudah terjadi dan sebagian besar jenis pohon akan mati pada saat itu. Tidak demikian dengan jati. Pohon jati termasuk spesies pionir yang tahan kebakaran karena kulit kayunya tebal. Lagipula, buah jati mempunyai kulit tebal dan tempurung yang keras. Sampai batas-batas tertentu, jika terbakar, lembaga biji jati tidak rusak. Kerusakan tempurung biji jati justru memudahkan tunas jati untuk keluar pada saat musim hujan tiba.
Guguran daun lebar dan rerantingan jati yang menutupi tanah melapuk secara lambat, sehingga menyulitkan tumbuhan lain berkembang. Guguran itu juga mendapat bahan bakar yang dapat memicu kebakaran —yang dapat dilalui oleh jati tetapi tidak oleh banyak jenis pohon lain. Demikianlah, kebakaran hutan yang tidak terlalu besar justru mengakibatkan proses pemurnian tegakan jati: biji jati terdorong untuk berkecambah, pada saat jenis-jenis pohon lain mati.
Tanah yang sesuai adalah yang agak basa, dengan pH antara 6-8, sarang (memiliki aerasi yang baik), mengandung cukup banyak kapur (Ca, calcium) dan fosfor (P). Jati tidak tahan tergenang air.
Setuju dengan Jawaban HangTuah, yaitu untuk mengurangi penguapan, karena dengan semakin banyak daun, maka akan semakin luas bidang permukaan dari pohon tersebut yang akan terpapar oleh sinar matahari. Akibat dari pengguguran daun ini adalah terhambatnya pertumbuhan pohon, namun ini lebih baik dari pada kehilangan air, karena tanpa air, tumbuhan akan mati karena kekeringan yang menyebabkan sel-sel tumbuhan menjadi kering dan metabolisme sel menjadi sangat terganggu. Itulah mengapa terbentuk lingkaran tahun, di mana ruas sempit menandakan bahwa pertumbuhan tanaman terhambat (musim kering), dan ruas lebar menandakan bahwa tanaman tumbuh dengan baik (musim hujan).
Pengguguran daun dilakukan oleh hormon asam absisat ketika terjadi kekeringan. Telah kita ketahui fungsi dan cara kerja dari asam absisat tersebut beserta kegunaannya. Begitu pula yang terjadi pada pohon jati. Daun pohon jati akan tumbuh kembali ketika musim hujan.


BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
  1. Hormon tumbuhan, atau pernah dikenal juga dengan fitohormon, adalah sekumpulan senyawa organik bukan hara (nutrien), baik yang terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia, yang dalam kadar sangat kecil (di bawah satu milimol per liter, bahkan dapat hanya satu mikromol per liter) mendorong, menghambat, atau mengubah pertumbuhan, perkembangan, dan pergerakan (taksis) tumbuhan.
  2. Asam absisat adalah molekul seskuiterpenoid (memiliki 15 atom karbon) yang merupakan salah satu hormon tumbuhan yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan dengasn cara tertentu.
  3. Jati adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu tinggi. Pohon besar, berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-40 m. Berdaun besar, yang luruh di musim kemarau. Jati dikenal dunia dengan nama teak (bahasa Inggris). Nama ini berasal dari kata thekku (തേക്ക്) dalam bahasa Malayalam, bahasa di negara bagian Kerala di India selatan. Nama ilmiah jati adalah Tectona grandis L.f.
  4. Cara kerja dari asam absisat ini seperti merangsang penutupan stomata pada waktu kekurangan air dan ABA akan menghentikan pertumbuhan primer dan sekunder.
  5. Fungsi asam absisat, yaitu: Menghambat perkecambahan biji, Mempengaruhi pembungaan tanaman, Memperpanjang masa dormansi umbi-umbian, Mempengaruhi pucuk tumbuhan untuk melakukan dormansi, untuk maturasi biji dan menjaga biji agar berkecambah di musim yang diinginkan, untuk menghadapi lingkungan dengan suhu rendah dan kadar garam atau salinitas yang tinggi, menghambat pembelahan sel kambium pembuluh.
  6. Asam absisat memiliki hubungan dengan hormone tumbuhan lainnya, contohnya hormone giberelin. Dimana hormon-hormon ini saling menguntungkan di kondisi lingkungan yang berbeda namun sama-sama dalam tahap mempetahankan tumbuh tumbuhan tersebut.
  7. Pengguguran daun yang dilakukan oleh hormon asam absisat ketika terjadi kekeringan. Telah kita ketahui fungsi dan cara kerja dari asam absisat tersebut beserta kegunaannya. Begitu pula yang terjadi pada pohon jati. Daun pohon jati akan tumbuh kembali ketika musim hujan.
B.     SARAN
Adapun saran-saran yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini dalah:
1.      Ketahuilah hormon asam absisat tidak hanya memiliki persepsi sebagai penghambat pertumbuhan, tapi hormon ini memilki banyak sekali fungsi untuk mempertahankan hidup tumbuhan, termasuk pada pohon jati yang bertahan hidup dengan menggugurkan daunnya saat musim kemarau.
2.      Demikianlah makalah ini kami susun. Apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini saya mohon maaf. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Dengan demikian saya ucapkan terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA

Anggorowati, Sulastri. Fisiologi Tumbuhan. Pusat Penerbit Universitas Terbuka
Anonim. Asam Absisat. http://id.wikipedia.org. 19 maret 2012
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid IV. Badan Litbang Kehutanan (penerj.). Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya.
Mahfudz dkk., t.t., Sekilas Jati. Puslitbang Biotek dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Jogyakarta.
Tim Penyusun, 2003. Biologi 2A Kelas 2 SMU Semester 1. Klaten: Intan Pariwara













Tidak ada komentar: