TROPIK
DAN INFEKSI PADA BAYI DAN BALITA
DAN
BAYI
BARU LAHIR BERMASALAH
DI
SUSUN OLEH :
RIKA
DASRIANTY
NIM:
041132
DOSEN PENGAJAR:
NAZIFAH,SST
AKADEMI
KEBIDANAN SALMA
SIAK
SRI INDRAPURA
T.A.
2011/2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadiran Allah
SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya,sehingga saya dapat
menyelesaikan Kliping ini dengan judul” TROPIK DAN INFEKSI PADA BAYI DAN BALITADAN BAYI BARU LAHIR BERMASALAH”. Sholawat beriring salam senantiasa di aturkan
untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari dalam
kebodohan menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Pada kesempatan ini saya sebagai
penulis mengucapkan terima kasih kepada IBU NAZIFAH,SST sebagai dosen
pembimbing saya dan juga semua teman yang telah membantu saya dalam proses
penyelesaian makalah ini.
Saya menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kebaikan dan pembuatan makalah yang akan datang.
Saya berharap makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca dan bagi
semua yang membutuhkan.
Siak Sri Indrapura, Oktober
2012
PENULIS
RIKA DASRIANTY
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
belakang.
Anak merupakan anugerah
yang diberikan oleh tuhan YME kepada setiap pasangan. Setiap manusia/pasangan
tentunya ingin mempunyai anak yang sempurna baik secara fisik maupun psikis. Namun dalam kenyatanya masih
banyak kita jumpai bayi di lahirkan dengankeadaan Bermasalah.
Ditinjau dari
pertumbuhan dan perkembangan bayi, periode neonatal merupakan periode yang
paling kritis. Makadari itu diperlukan pemantauan pada bayi baru
lahir. Tujuan pemantauan bayi baru lahir adalah untuk mengetahui aktivitas bayi
normal atau tidak dan identifikasi masalah kesehatan bayi baru lahir yang
memerlukan perhatian keluarga dan penolong persalinan serta tindak lanjut
petugas kesehatan.
Dengan
pemantauan neonatal dan bayi, kita dapat segera mengetahui masalah-masalah yang
terjadi pada bayi sedini mungkin. Contoh masalah pada bayi yang sering kita
temui yaitu bercak Mongol, Hemangioma, muntah dan gumoh, Ikterik, Diare, Obstipasi, Infeksi, Sudden infant death syndrome (SIDS), Oral trush, Diaper rash, Seborrhea, Miliarriasis, bisul,
Penyakit tropic dan infeksi, Neurologi, Pulmonologi, Gostroeantalogi, Nek
Blogi, Penyakit gizi.
Jika salah satu dari masalah tersebut tidak
segera diatasi maka bisa menyebabkan masalah atau komplikasi lainnya. Namun,
tak semua masalah tersebut harus mendapat penanganan khusus karena bisa membuat
dampak negative pada pertumbuhan dan perkembangan bayi. Ada masalah yang seharusnya
dibiarkan saja karena masalah tersebut bisa menghilang dengan sendirinya.
Oleh karena ibu
dalam makalah ini akan membahas bercak Mongol, Hemangioma, muntah dan gumoh, Ikterik, Diare, Obstipasi, Infeksi, Sudden infant death syndrome (SIDS), Oral trush, Diaper rash, Seborrhea, Miliarriasis, bisul,
Penyakit tropic dan infeksi, Neurologi, Pulmonologi, Gostroeantalogi, Nek
Blogi, Penyakit gizi.
serta
penanganan yang sesuai agar tidak menimbulkan dampak lainnya. Diharapkan makalah
ini dapat menambah pengetahuan tentang masalah pada bayi.
1.2.
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian
dari bercak mongol, hemangioma, muntah dan gumoh, Ikterik, Diare, Obstipasi, Infeksi, Sudden infant death syndrome (SIDS), Oral trush, Diaper rash, Seborrhea, Miliarriasis, bisul,
Penyakit tropic dan infeksi, Neurologi, Pulmonologi, Gostroeantalogi, Nek
Blogi, Penyakit gizi pada bayi ?
2. Apa
saja penyebab dari bercak mongol, hemangioma, muntah dan gumoh, Ikterik, Diare, Obstipasi, Infeksi, Sudden infant death syndrome (SIDS), Oral trush, Diaper rash, Seborrhea, Miliarriasis, bisul,
Penyakit tropic dan infeksi, Neurologi, Pulmonologi, Gostroeantalogi, Nek
Blogi, Penyakit gizi pada bayi ?
3. Apa perbedaan
muntah dan gumoh pada bayi ?
4. Bagaimana tanda dan gejala dari
bercak mongol dan hemangioma ?
5. Bagaimana
cara menangani bercak mongol, hemangioma, muntah dan gumoh, Ikterik, Diare, Obstipasi, Infeksi, Sudden infant death syndrome (SIDS), Oral trush, Diaper rash, Seborrhea, Miliarriasis, bisul,
Penyakit tropic dan infeksi, Neurologi, Pulmonologi, Gostroeantalogi, Nek
Blogi, Penyakit gizi, pada bayi?
1.3.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian dari bercak mongol, hemangioma, muntah dan gumoh, Ikterik, Diare, Obstipasi, Infeksi, Sudden infant death syndrome (SIDS), Oral trush, Diaper rash, Seborrhea, Miliarriasis, bisul,
Penyakit tropic dan infeksi, Neurologi, Pulmonologi, Gostroeantalogi, Nek
Blogi, Penyakit gizi pada bayi.
2. Untuk
mengetahui penyebab dari bercak mongol, hemangioma, muntah dan gumoh, Ikterik, Diare, Obstipasi, Infeksi, Sudden infant death syndrome (SIDS), Oral trush, Diaper rash, Seborrhea, Miliarriasis, bisul,
Penyakit tropic dan infeksi, Neurologi, Pulmonologi, Gostroeantalogi, Nek
Blogi, Penyakit gizi pada bayi.
3. Untuk mengetahui
perbedaan muntah dan gumoh pada bayi.
4. Untuk
mengetahui tanda dan gejala dari
bercak mongol dan hemangioma,
Ikterik, Diare, Obstipasi, Infeksi, Sudden infant death syndrome (SIDS), Oral trush, Diaper rash, Seborrhea, Miliarriasis, bisul, Penyakit
tropic dan infeksi, Neurologi, Pulmonologi, Gostroeantalogi, Nek Blogi, Penyakit gizi.
5. Untuk
mengetahui cara menangani bercak mongol, hemangioma, muntah dan gumoh, Ikterik, Diare, Obstipasi, Infeksi, Sudden infant death syndrome (SIDS), Oral trush, Diaper rash, Seborrhea, Miliarriasis, bisul,
Penyakit tropic dan infeksi, Neurologi, Pulmonologi, Gostroeantalogi, Nek
Blogi, Penyakit gizi, pada bayi.
1.4.
Manfaat
1.
Maafaat bagi Penulis.
1.
Penulis bisa menambah pengetahuan
tentang bercak mongol, hemangioma, muntah dan gumoh pada bayi dengan
membaca dari berbagai sumber untuk bahan penyusunan makalah.
2.
Penulis bisa menambah pengetahuan
tentang penyebab dan penanganan bercak mongol, hemangioma, muntah dan gumoh
pada bayi.
2.
Manfaat bagi Pembaca.
1.
Pembaca bisa menambah pengetahuan
tentang bercak mongol, hemangioma, muntah dan gumoh, Ikterik, Diare, Obstipasi, Infeksi, Sudden infant death syndrome (SIDS), Oral trush, Diaper rash, Seborrhea, Miliarriasis, bisul,
Penyakit tropic dan infeksi, Neurologi, Pulmonologi, Gostroeantalogi, Nek
Blogi, Penyakit gizi, pada bayi
dengan membaca makalah ini.
2. Pembaca bisa
menambah pengetahuan tentang penyebab dan penanganan bercak mongol, hemangioma,
muntah dan gumoh,
Ikterik, Diare, Obstipasi, Infeksi, Sudden infant death syndrome (SIDS), Oral trush, Diaper rash, Seborrhea, Miliarriasis, bisul,
Penyakit tropic dan infeksi, Neurologi, Pulmonologi, Gostroeantalogi, Nek
Blogi, Penyakit gizi, pada bayi.
1.5.
Sistimatika
Penulisan
SISTIMATIKA
PENULISAN
KATA PENGANTAR
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
1.2.
Rumus Masalah
1.3.
Tujuan
1.4.
Manfaat Bagi Penulis
1.5.
Sistimatika Penulis
BAB II PEMBAHASAN
BAYI BARU LAHIR BERMASALAH
2.1.
Ikterik
2.2.
Muntah Dan Gomoh
2.3.
Diare
2.4.
Obstipasi
2.5.
Infeksi
2.6.
Sudden Infant Death Sgndrome (SIDS)
2.7.
Bercak Mongol
2.8.
Hemangioma
2.9.
Oral Trush
2.10.
Diaper Rash
2.11.
Saborrhea
2.12.
Milarriasi
2.13.
Bisul ( Furunkel )
MASALAH YANG LAZIM TERJADI PADA BBL
3.1. Penyakit Tropik Dan Infeksi
3.1.1. Merbili
3.1.2. Difteri
3.1.3. DBD
3.1.4. Tetanus
3.1.5. Typus
Abdominalis
4.1. Neurologi
4.1.1. Kejang
Demam
5.1.
Gastroeantalogi
5.1.1. Muntah
Dan Gomoh
5.1.2. Diare
6.1. Pulmonologi
6.1.1. Asma
7.1. Penyakit
Gizi
7.1.1. Ganguan
Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)
7.1.2. Kurang
Energi Protein (KEP) Pada Anak
7.1.3. Kurang
Fitamin A
7.1.4. Obesitas
BAB III PENUTUP
7.1. Kesimpulan
7.2. Sara
DAFTAR PUSTAKA
BAB
11
PEMBAHASAN
BAYI
BARU LAHIR BERMASALAH
2.1.
Ikterik
a. Definisi.
Ikterik adalah
peningkatan kadar bilirubin dalam darah dalam satu minggu pertama kehidupannya.
Pada hari ke 2-3 dan puncaknya di hari ke 5-7, kemudian akan menurun pada hari
ke 10-14, peningkatannya tidak melebihi 10 mg/ddl pada bayi atterm dan < 12
mg/dl pada bayi prematur. Keadaan ini masih dalam batas normal.
Ikterik dibagi menjadi 2 :
-
Ikterik Fisiologis : ikterik yang timbul pada hari kedua dan ketiga,tidak
mempunyai dasar patologis, kadar tidak melampaui kadar yang membahayakan.
Dikatakan ikterik fisiologis apabila sesudah pengamatan dan pemeriksaan
selanjutnya tidak menunjukan dasar patologis dan tidak mempunyai potensi
berkembang menjadi kern icterus (suatu kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak).
-
Ikterik Patologis : ikterik yang mempunyai dasar patologis, kadar bilirubin
mencapai hiperbilirubinemia,
b.
Etiologi
-
Kurangnya enzim glukoronil transferase,
-
Pemberian minum, terutama ASI yang kurang,
- Gangguan
fungsi hati/ kerja hati yang bertambah berat, missal akibat inkompatibilitas Rhesus/ ABO hati belum
matang.
c.
Patofisiologi
-
Peningkatan B. indirek karena pemecahan sel darah merah sebelum waktunya,
fungsi hati belum matang.
-
Asupan kalori dan cairan kurang
-
Kadar normal bilirubin indirek adalah kurang lebih 5 mg%
d.
Komplikasi
Berpotensi patologi jika :
-
Timbul 24 jam pertama
-
Kadar B.Indirek lebih dari 12,5 mg% pada bayi cukup bulan dan lebih dari 10 mg%
pada bayi premature.
-
Peningkatan kadar bilirubin lebih dari 5 mg %/ hari.
e.
Penatalaksanaan
-
Pemberian ASI yang adekuat
anjurkan ibu menyusui sesuai dengan
keinginan bayinya, paling tidak setiap 2-3 jam
-
Jemur bayi dalam keadaan telanjang dengan sinar matahari pukul 7-9 pagi.
Pemberian
terapi sinar matahari sehingga bilirubin diubah menajdi isomer foto yang tidak
toksik dan mudah dikeluarkan tubuh karena mudah larut dalam air.
f.
Derajat Kramer
DAERAH
|
LUAS IKTERUS
|
KADAR (mg %)
|
I
|
Kepala dan
leher
|
5
|
II
|
Daerah I +
badan atas
|
9
|
III
|
Daerah I, II
+ badan baah dan tungkai
|
11
|
IV
|
Daerah I, II,
III + lengan dan kaki dibawah lutut
|
12
|
V
|
Daerah I, II,
III, IV + tangan dan kaki
|
16
|
g.
Diagnosis banding
Ikterus yang timbul 24 jam pertatama
kehidupan mungkin akibat eritroblstosis foetalis, sepsis, rubella atau
toksoplasmosis congenital. Ikterus yang timbul setelah hari ke 3 dan dalam
minggu pertama, harus dipikirkan kemungkinan septicemia sebagai penyebabnya.
Ikterus yang permulaannya timbul setelah minggu pertama kehidupan memberi
petunjuk adanya septicemia, atresia kongental saluran empedu, hepatitis serum
homolog, rubella, hepatitis herpetika, anemia hemolitik yang disebabkan oleh
obat-obatan dan sebagainya.
Ikterus yang persisten selama bulan
pertama kehidupan memberi petunjuk adanya apa yang dinamakan “inspissated bile
syndrome”. Ikterus ini dapat dihubungkan dengan nutrisi parenteral total.
Kadang bilirubin fisiologis dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa
minggu seperti pada bayi yang menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis
pylorus.
h.
Terapi
Tujuan utama penatalaksanaan ikterus
neonatal adalah untuk mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai
nilai yang dapat menimbulkan kernikterus/encefalopati biliaris, serta mengobati
penyebab langsung ikterus tersebut. Pengendalian
bilirubin juga dapat dilakukan dengan mengusahakan agar kunjugasi bilirubin
dapat dilakukan dengan megusahakan mempercepat proses konjugasi.
Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya
glukoronil transferase dengan pemberian obat seperti luminal atau fenobarbital.
Pemberian substrat yang dapat menghambat matabolisme
bilirubin (plasma atau albumin).
2. 2.
Muntah dan gumoh
a. Definisi
Muntah atau emesis adalah keadaan
dimana dikeluarkannya isi lambung secara ekspulsif atau keluarnya kembali
sebagian besar atau seluruh isi lambung yang terjadi setelah agak lama makanan
masuk kedalam lambung. Usaha
untuk mengeluarkan isi lambung akan terlihat sebagai kontraksi otot perut.
b.
Etiologi
- Organik
1.
Gastrointestinal
Obstruksi : Atresia esofagus
Non obstruksi : Perforasi lambung
2.
Ekstra gastrointestinal
Insufisiensi ginjal, obstruksi urethra, susunan syaraf
pusat,
peningkatan tekanan intra cranial (TIK).
- Non
organik
Teknik pemberian minum yang salah,
makanan/minuman yang tidak cocok atau terlalu banyak, keracunan, obat-obat
tertentu, kandidasis oral.
c. Patofisiologi
Suatu keadaan dimana anak atau bayi
menyemprotkan isi perutnya keluar, kadang-kadang seluruh isinya di kelurkan.
Pada bayi sering timbul pada minggu-minggu pertama, hal tersebut merupakan aksi
reflek yang di koordinasi dalam medulla oblomata dimana isi lambung dikeluarkan
dengan paksa melalui mulut. Muntah dapat dikaitkan dengan keracunan, penyakit
saluran pencernaan, penyakit intracranial dan toksin yang dihasilkan oleh
bakteri.
d.
Komplikasi
Kehilangan cairan tubuh/elektrolit
sehingga dapat menyebabkan dehidrasi Karena sering muntah dan tidak mau
makan/minum dapat menyebabkan ketosis Ketosis akan menyebabkan asidosis yang
akhirnya bisa menjadi renjatan (syok) Bila muntah sering dan hebat akan terjadi
ketegangan otot perut, perdarahan, konjungtiva, ruptur, esophagus, infeksi
mediastinum, aspirasi muntah jahitan bisa lepas pada penderita pasca operasi
dan timbul perdarahan.
e.
Penatalaksanaan
-
Utamakan penyebabnya
-
Berikan suasana tenang dan nyaman
-
Perlakukan bayi/anak dengan baik dan hati-hati
-
Kaji sifat muntah
-
Simptomatis dapat diberi anti emetik (atas kolaborasi dan instruksi dokter)
-
Kolaborasi untuk pengobatan suportif dan obat anti muntah (pada anak tidak
rutin digunakan) :
1. Metoklopramid
2. Domperidon (0,2-0,4
mg/Kg/hari per oral)
3. Anti histamin
4. Prometazin
5. Kolinergik
6. Klorpromazin
7. 5-HT-reseptor antagonis
8. Bila
ada kelainan yang sangat penting segera lapor/rujuk ke rumah sakit/ yang
berwenang.
Gumoh
a.
Definisi.
Gumoh adalah
keluarnya kembali susu yang telah ditelan ketika atau beberapa saat setelah
minum susu botol atau menyusui pada ibu dan jumlahnya hanya sedikit.
b.
Etiologi
-
Anak/bayi yang sudah kenyang
-
Posisi anak atau bayi yang salah saat menyusui akibatnya udara masuk kedalam
lambung
-
Posisi botol yang tidak pas
-
Terburu-buru atau tergesa-gesa dalam menghisap
-
Akibat kebanyakan makan
-
Kegagalan mengeluarkan udara
c.
Patofisiologi
Pada keadaan gumoh, biasanya sudah
dalam keadaan terisi penuh sehingga kadang-kadang gumoh bercampur dengan air
liur yang mengalr kembali keatas dan keluar melalui mulut pada
sudut-sudut bibir. hal tersebut disebabkan karena otot katub di ujung lambung
tidak bias bekerja dengan baik yang seharusnya mendorong isi lambung ke
bawah . keadaan ini juga bias terjadi pada orang dewasa dan anak-anak
yang lebih besar. Kebanyakan gumoh terjadi pada bayi usia bulan-bulan pertama
d.
Penatalaksanaan
-
Kaji penyebab gumoh
- Gumoh
yang tidak berlebihan merupakan keadaan yang normal pada bayi yang umurnya
dibawah 6 bulan, dengan memperbaiki teknik menyusui/memberikan susu.
-
Saat memberikan ASI/PASI kepala bayi ditinggikan
-
Botol tegak lurus/miring jangan ada udara yang terisap
- Bayi/anak
yang menyusui pada ibu harus dengan bibir yang mencakup rapat puting susu ibu
-
Sendawakan bayi setelah minum ASI/PASI
- Bila
bayi sudah sendawa bayi dimiringkan kesebelah kanan, karena bagian terluas
lambung ada dibawah sehingga makanan turun kedasar lambung yang luas
-
Bila bayi tidur dengan posisi tengkurap, kepala dimiringkan ke kanan
f.
Diagnosis banding
Gumoh berbeda dengan muntah
Gumoh
terjadi karena ada udara di dalam lambung yang terdorong keluar kala makanan
masuk ke dalam lambung bayi. Gumoh terjadi secara pasif atau terjadi secara
spontan. Berbeda dari muntah, ketika isi perut keluar karena anak
berusaha mengeluarkannya. Dalam kondisi normal, gumoh bisa dialami bayi antara
1 - 4 kali sehari.
Gumoh dikategorikan normal, jika
terjadinya beberapa saat setelah makan dan minum serta tidak diikuti
gejala lain yang mencurigakan. Selama berat badan bayi
meningkat sesuai standar kesehatan, tidak rewel, gumoh tidak bercampur
darah dan tidak susah makan atau minum, maka gumoh tak perlu dipermasalahkan.
2.3.
Diare
a. Definisi
Diare adalah buang
air besar dengan frekuensi 3x atau lebih per hari, disertai perubahan tinja
menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang terjadi pada bayi dan anak
yang sebelumnya tampak sehat (A.H. Markum, 1999).
b.
Etiologi
-
Bayi terkontaminasi feses ibu yang mengandung kuman patogen saat dilahirkan
-
Infeksi silang oleh petugas kesehatan dari bayi lain yang mengalami diare,
hygiene dan sanitasi yang buruk
-
Dot yang tidak disterilkan sebelum digunakan
-
Makanan yang tercemar mikroorganisme (basi, beracun, alergi)
-
Intoleransi lemak, disakarida dan protein hewani
-
Infeksi kuman E. Coli, Salmonella, Echovirus, Rotavirus dan Adenovirus
-
Sindroma malabsorbsi (karbohidrat, lemak, protein)
-
Penyakit infeksi (campak, ISPA, OMA)
-
Menurunnya daya tahan tubuh (malnutrisis, BBLR, immunosupresi, terapi
antibiotik)
c. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang dapat menyebabkan
diare adalah :
a.
Gangguan ostimotik
Akibat terdapatnya makanan atau
zat yang tidak dapat di serap oleh tubuh akan menyebabkan tekanan osmotic dalam
rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkan isi dari usus sehingga timbul diare.
b.
Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu, misalnya
oleh toksin pada dinding usus yang akan menyebabkan peningkatan sekresi air dan
elektrolit yang berlebihan dalam rongga usus, sehingga akan terjadi
peningkatan-peningkatan isi dari rongga usus yang akan merangsang pengeluaran
isi dari rongga usus sehingga timbul diare.
c.
Gangguan molititas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan
berkurangnya kesempatan bagi usus untuk menyerap makanan yang masuk, sehingga
akan timbul diare.tetapi apabila terjadi keadaan yang sebaliknya yaitu
penurunan dari peristaltik usus akan dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri yang
berlebiham di dalam rongga usus sehingga akan menyebabkan diare juga.
Pathogenesis diare
akut:
a) Maksudnya
jasad renik yang masih hidup kedalam usus halus setelah berhasil melewati
rintangan asam lambung.
b)
Jasad renik tersebut akan berkembang baik(multiplikasi) didalam usus halus.
c)
Dari jasad renik tersebut akan keluar toksin (toksin diaregenik)
d)
Akibat toksin tersebut akan terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
d. Komplikasi
-
Kehilangan
cairan dan elektrolit yang berlebihan (dehidrasi, kejang dan demam)
- Syok
hipovolemik yang dapat memicu kematian
- Penurunan berat
badan dan malnutrisi
- Hipokalemi
(rendahnya kadar kalium dalam darah)
- Hipokalsemi
(rendahnya kadar kalsium dalam darah)
- Hipotermia
(keadaan suhu badan yang ekstrim rendah)
-
Asidosis (keadaan patologik akibat penimbunan asam atau
kehilangan alkali dalam tubuh)
e. Penatalaksanaan
- Memberikan
cairan dan mengatur keseimbangan elektrolit
- Terapi
rehidrasi
-
Kolaborasi
untuk terapi pemberian antibiotik sesuai dengan kuman penyebabnya
- Mencuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan bayi untuk mencegah penularan
-
Memantau biakan
feses pada bayi yang mendapat terapi antibiotik
-
Tidak
dianjurkan untuk memberikan anti diare dan obat-obatan pengental feses
2.4.
Obstipasi
a. Definisi
Penimbangan feces yang keras akibat
adanya penyakit atau adanya obstuksi pada saluran cerna. Atau bisa di
definisikan sebagai tidak adanya pengeluaran tinja selama 3 hari atau lebih.
Lebih dari 90% bayi baru lahir akan mengeluarkan mekonium
dalam 24 jam pertama sedangkan sisanya akan mengeluarkan mekonium dalam 36 jam
kelahiran. Jika hal ini tidak terjadi maka harus di pikirkan adanya obstipasi.
Tetapi harus di ingat ketidakteraturan defekasi bukanlah obstipasi pada bayi
yang menyusui pada ibunya dapat terjadi keadaan tanpa defekasi selama 5-7 hari
dan tidak menunjukan adanya gangguan. Yang kemudian akan mengeluarkan tinja
dalam jumlah yang banyak sewaktu defekasi. Hal ini masih di katakana normal.
Dengan bertambahnya usia dan variasi dalam dietnya akan menyebabkan defekasi
menjadi lebih jarang dan tinjanya menjadi lebih keras. Pembagiannya dibedakan :
a.
Obstipasi akut,
yaitu rectum tetap mempertahankan tonusnya dan defekasi timbul secara
mudah dengan stimulasi eksetiva, supositoria atau enema.
b. Obstipasi
kronik, yaitu rectum tidak kosong dan dindingnya mengalami peregangan
berlebihan secara kronik, sehingga tambahan feses yang datang mencapai
tempat ini tanpa meregang rectum lebih lanjut. Reseptor sensorik tidak
memberikan respon, dinding rectum lebih lanjut, reseptor sensorik tidak
member ikan respon, dinding rectum faksid dan tidak mampu untuk berkontraksi secara
efektif.
b. Etiologi
a.
Kebiasaan Makan
Obstipasi dapat timbul bila tinja
terlalu kecil
untuk
membangkitkan buang air besar. Keadaan ini terjadi akibat dari
kelaparan,dehidrasi,
makanan,kurang
mengandung selulosa.
b.
Hypothyroidisme
Obstipasi merupakan gejala dari dua
keadaan yaitu kreatinisme dan myodem.dimana tidak terdapat cukup ekskresi
homone tiroid semua proses metabolism berkurang.
c.
Keadaan-keadaan
mental
Factor kejiwaan memegang peranan
penting terhadap terjadinya obstipasi,terutama depresi berat sehingga tidak
mempedulikan keinginannya untuk buang air besar.biasanya terjadi pada anak usia
1-2 tahun.jika pada usia 1-2 th pernah buang air besar keras dan terasa nyeri,
mereka cenderung tidak mau BAB untuk beberapa hari,bahkan beberapa minggu
sampai bebrapa bulan sesudahnya karena takut mengalami kesukaran lagi.dengan
tertahannya feses dalam beberapa Hari/minggu/bulan akan mengakibatkan kotoran
menjadi keras dan lebih terasa nyeri lagi sehingga anak menjadi semakin malas BAB.Anak
dengan keterbelakangan mental sulit di latih untuk BAB.
d.
Penyakit
organis
Obstipasi bisa terjadi berganti-ganti
dengan diare pada kasus carcinoma colon dan diveri culitus.obstipasi ini
terjadi bila BAB sakit dan sengaja dihindari seperti pada fistula ani dan
wasir yang mengalami thrombosis.
e.
Kelainan
congenital
Adanya penyakit atresia stenosis. Mega
kolon aging lionik congenital (penyakit hirschprung). Obstruksi bolos usus
illeus mekonium/ sumbatan mekonium. Hal ini di curigai pada neonatus yang tidak
mengeluarkam nekonium dalam 36 jam pertama.
f.
Penyakit lain
Misalnya karena diet yang salah tidak
adanya selulosa untuk mendorong terjadinya peristaltic atau pada anak setelah
sakit / sedang sakit, dimana anak masih kekurangan cairan.
g.
Patofisiologi
Pada keadaan normal sebagian rectum
dalam keadaan kosong kecuali bila adanya reflex dari kolon yang mendorong
feses dalam rectum yang terjadi sekali atau duakali sehari .
hal tersebut
memberikan stimulus pada arkus aferen dari refleks defekasi . dengan
dirasakan dan arkus aferen menyebabkan kontraksi otot dinding abdomen sehingga
terjadilah defekasi. Mekanisme usus yang normal terdiri dari 3 faktor :
a.
Asupan cairan
yang adekuat
b.
Kaget fisik dan
mental
c.
Jumlah asuapan
makanan yang berserat
Dalam keadaan normal,ketika bahan
makanan yang akan dicerna memasuki kolon, air dan elektrolit di absorbsi
melewati membrane penyerapan. Penyerapan tersebut berakibat pada
perubahan bentuk feces dari bentuk cair menjadi bahan yang lunak dan
berbentuk. Ketika feces melewati rectum, feces menekan dinding rectum dan
merangsang untuk defekasi. Apabila anak tidak mengkonsumsi cairan secara
adekuat, produk dari pencernaan akan lebih kering dan padat, serta tidak dapat
dengan segera digerakkan dengan gerakan peristaltic menuju rectum, sehingga
penyerapan terjadi secara terus menerus dan feces menjadi
semakin kering, padat dan susah dikeluarkan serta menimbulkan rasa sakit.
Rasa sakit ini dapat menyebabkan anak malas atau tidak mau BAB yang kemungkinan
dapat menyebabkan berkembangnya luka. Proses dapat terjadi
bila anak kurang beraktifitas, menurunnya peristaltic usus dan lain-lain.
Hal tersebut menyebabkan sisa metabolisme berjalan lambat yang
kemungkinan penyerapan air yang berlebihan.
Bahan makanan sangat dibutuhkan untuk
merangsang peristaltic usus dan pergerakan normal dari metabolisme dalam
saluran pencernaan menuju ke saluran yang lebih besar. Sumbatan dan usus dapat
juga menyebabkan obstiasi.
h. Komplikasi
a. Perdarahan
b. Ulcerasi
c. Obstruksi
parsial
d. Diare
intermitten
e. Distensi kolon menghilang
sensasi regangan rectum yang mengawali proses defekasi.
i. Penatalaksanaan
a.
Mencari
penyebab
b. Menegakkan
kembali kebiasaan defekasi yang normal dan memperhatikan gizi, tambahan
cairan dan kondisi psikis
c. Pengosongan
rectum dilakukan jika tidak ada kemajuan setelah dianjurkan untuk
menegakkan kembali kebiasaan defekasi biasa dengan disimpaksi digital, enema
minyak zaitun, laktasiva.
2.5.
Infeksi
a. Definisi
Menurut
kamus kedokteran infeksi merupakan penembusan dan penggandaan di dalam tubuh
dari organisme yang hidup ganas seperi bakteri, virus, dan jamur.
Infeksi
adalah kolonisasi yang dilakukan oleh spesies asing terhadap organisme inang,
dan bersifat membahayakan inang. (Wikipedia bahasa Indonesia).
Sedangkan
infeksi perinatal yaitu infeksi pada neonatus yang terjadi pada masa prenatal,
antenatal, intranatal dan postnatal. Infeksi pada neonatus lebih sering
ditemukan pada bayi baru lahir dan pada bayi yang lahir dirumah sakit.
Beberapa
mikroorganisme tertentu dapat menyebabkan janin menderita infeksi dan
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Kadang-kadang
infeksi janin ini tidak berhubungan dengan berat ringannya penyakit infeksi si
ibu.
Infeksi pada neonatus merupakan sebab
yang penting terhadap terjadinya morbiditas dan mortalitas selama periode ini.
Lebih kurang 2% janin dapat terinfeksi in utero dan 10% bayi baru lahir
terinfeksi selama persalinan atau dalam bulan pertama kehidupan. Para peneliti
menemukan tanda inflamasi pada kira-kira 25% kasus autopsi, selain ini
merupakan penyebab kedua terbanayak setelah penyakit membran hialin.
b. Etiologi
a) Infeksi
kongenital/bawaan (congenital infection)
Banyak infeksi yang mengenai bayi
baru lahir ditularkan dari ibu ke bayi, baik selama kehamilan atau proses
persalinan. Umumnya disebabkan virus dan parasit seperti HIV (yang menyebabkan
AIDS), rubella, cacar air, sifilis, herpes, toksoplasmosis, dan citomegali
virus.
b)
Streptokokus grup B
Streptokokus grup B adalah bakteri
yang umum dapat menyebabkan berbagai infeksi pada bayi baru lahir, yaitu
sepsis, pneumonia dan meningitis. Bayi umumnya mendapat bakteri dari ibu selama
proses kelahiran, banyak perempuan hamil membawa bakteri ini dalam rektum atau
vagina. Ibu dapat mentransmisikan bakteri ini kepada bayi mereka
jika mereka tidak diobati dengan antibiotik.
c) Escherichia
coli (E.coli)
Escherichia coli (E.coli) adalah
bakteri lain sebagai penyebab infeksi pada bayi baru lahir dan dapat
mengakibatkan infeksi saluran kemih, sepsis, meningitis dan pneumonia. Setiap
orang membawa E.coli di tubuhnya dan bayi dapat terinfeksi dalam proses kelahiran
saat bayi melewati jalan lahir atau kontak dengan bakteri tersebut di rumah
sakit atau rumah. Bayi baru lahir yang menjadi sakit karena infeksi E.coli
memiliki sistem kekebalan tubuh yang belum matang sehingga mereka rentan untuk
sakit.
d) Jamur candida
Pertumbuhan berlebihan dari jamur
candida, jamur yang ditemukan pada tubuh setiap orang, dapat mengakibatkan
infeksi kandidiasis. Pada bayi baru lahir umumnya berupa ruam popok (diaper
rush), dapat juga berupa sariawan (oral thrush) di mulut dan tenggorokan.
Infeksi ini menyebabkan luka di sudut mulut dan bercak putih di lidah,
langit-langit, bibir dan pipi bagian dalam. Bayi baru lahir seringkali mendapat
jamur ini dari vagina ibu dalam proses kelahiran
c. Patofisiologi
Reaksi tubuh dapat berupa reaksi lokal
dan dapat pula terjadi reaksi umum. Pada infeksi dengan reaksi umum akan
melibatkan syaraf dan metabolik, pada saat itu terjadi reaksi ringan
limporetikularis di seluruh tubuh, berupa proliferasi sel fagosit dan sel
pembuat antibodi (limfosit B). Kemudian reaksi lokal yang disebut inflamasi
akut, reaksi ini terus berlangsung selama terjadi proses pengrusakan jaringan
oleh trauma. Bila penyebab pengrusakan jaringan bisa diberantas, maka sisa
jaringan yang rusak disebut debris akan difagositosis dan dibuang oleh tubuh
sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Bila trauma berlebihan, reaksi sel
fagosit kadang berlebihan sehingga debris yang berlebihan terkumpul dalam suatu
rongga membentuk abses atau bekumpul di jaringan tubuh yang lain membentuk
flegman (peradangan yang luas di jaringan ikat). (Sjamsuhidajat R, 1997 ).
Gambaran klinis infeksi pasca bedah
adalah : Rubor (kemerahan), kalor (demam setempat) akibat vasodilatasi dan
tumor (bengkak) karena eksudasi. Ujung syaraf merasa akan terangsang oleh
peradangan sehingga terdapat rasa nyeri (dolor). Nyeri dan pembengkan akan
mengakibatkan gangguan faal, dan reaksi umum antara lain berupa sakit kepala,
demam dan peningkatan denyut jantung (Sjamsuhidajat R. 1997.).
d. Penatalaksanaan
a. Apabila suhu
tinggi lakukan kompres dingin
b. Berikan ASI
perlahan lahan sedikit demi sedikit
c. Apabila bayi muntah, lakukan
perawatan muntah yaitu posisi tidur miring ke kiri / ke kanan
d.Apabila ada diare perhatikan personal
hygiene dan keadaan lingkungan
2.6.
Sudden infant death syndrome (SIDS)
a. Definisi
Sindrom kematian bayi mendadak (SKBM)
didefinisikan sebagai kematian mendadak pada bayi atau pada anak kecil yang
tidak terkirakan anamnemis dan tidak terjelaskan dengan pemeriksaan postmoterm
menyeluruh, yang meliputi otopsi, penyelidikan terjadinya kematian, dan
tinjauan riwayat medis keseluruhan.
b. Etiologi
Berbagai faktor genetik, lingkungan
atau sosial telah dikaitkan dengan peningkatan resiko SKBM termasuk kelahiran
prematur, terutama dengan riwayat apnea, BBLR, cuaca dingin, ibu muda yang
tidak menikah, kondisi sosial ekonomi yang buruk termasuk populasi yang padat,
riwayat ibu perokok, anemia, penggunaan narkotika, cacat batang otak, fungsi
saluran nafas yang abnormal dan hiperaktif, riwayat SKBM pada saudara
sekandung, riwayat ”hampir hilang”, atau episode SKBM yang abortif (misalnya;
masa dimana bayi berhenti bernapas, menjadi sianosis atau pucat, serta menjadi
tidak responsif, tapi berhasil diresusitasi).
c. Patofisiologi
Temuan postmortem adalah terkait
langsung dengan kelainan perkembangan batang otak dan asfiksia kronis.
Perubahan asfiksi adalah akibat kelainan yang mendasar yang menyebabkan
gangguan perkembangan batang otak atau akibat disfungsi batang otak.
Berdasarkan data postmortem dan kelainan fungsi yang ada pada bayi dengan risiko
tinggi untuk SKBM, hipotesis yang paling kuat untuk menjelaskan SKBM adalah
kelainan batang otak dalam mengendalikan kardiorespirasi.
Peningkatan risiko SKBM yang terkait
dengan banyak faktor obstetri menunjukkan bahwa lingkungan dalam rahim calon
korban SKBM adalah suboptimal. Ibu merokok selama kehamilan meningkatkan dua
kali risiko SKBM, bayi dari ibu perokok juga tampak meninggal pada umur yang
lebih muda. Risiko kematian membesar secara progresif sejalan dengan
peningkatan pajanan rokok sehari-hari dan sejalan dengan menjeleknya anemia
ibu. Iskemia janin yang disebabkan oleh vasokontriksi diduga merupakan
mekanisme dimana merokok pada ibu merupakan predisposisi terjadinya SKBM.
Posisi tidur tengkurap pada bayi adalah
faktor risiko bermakana untuk SKBM. Frkuensi SKBM tiga kali lebih besar bila
posisi tidur yang terutama adalah tengkurap (di atas perut) daripada bila
terlentang (di atas punggung). Program intervensi berdasarkan populasi untuk
mengurangi tidur tengkurap telah menghasilkan penurunan yang besar prevalensi
tidur tengkurap dan penurunan yang besar angka SKBM sebesar 50 % atau lebih.
d. Penatalaksanaan
Dengan kemajuan teknologi dan bertambah
banyaknya orang tua yang mendapat informasi mengenai SKBM, maka tekanan untuk
memantau ventilasi dan denyut jantung semakin meningkat. Terdapat kebutuhan
untuk menentukan rentan normal dari denyut jantung, variasi kecepatan denyut jantung,
frekuensi dan lama jeda pernapasan, sehingga bayi-bayi yang mungkin mendapat
manfaat dengan pemantauan dapat diidentifikasi. Pemantauan denyut jantung (EKG)
saat ini lebih maju secara teknis dibandingkan pemantauan ventilasi (pemantauan
apnea). Pemantauan apnea tergantung pada gangguan mungkin tidak dapat
mendeteksi obstruksi saluran nafas lengkap karena bayi tetap melanjutkan
gerakan-gerakan pernapasan. Karena apnea yang serius dapat terabaikan jika
hanya melakukan pemantauan gerakan torakoabdominal saja, maka harus disertakan
pula pemantauan denyut jantung.
Pada saat ini, sulit untuk memutuskan
apakah pemantauan di rumah diperlukan atau diinginkan, atau berapa lama harus
dilakukan. Kesanggupan anggota keluarga untuk menangani alat pantau serta
melakukan tindakan-tindakan yang tepat terhadap alarm serta alarm palsu
merupakan faktor yang kritis dalam mengambil keputusan. Untuk saat ini, kami
yakin bahwa program pemantauan di rumah seharusnya tidak terlepas dari riset
yang mengevaluasi program tersebut beserta pengaruhnya.
Bahkan seandainya mungkin untuk pencegahan
SKBM khususnya pada semua bayi beresiko tinggi, beberapa kasus akan terjadi
pada bayi yang tidak dianggap beresiko. Dengan alasan ini dan karena menurut
definisi kematian datang dengan cepat dan tanpa peringatan maka perlu diberikan
dukungan psikologi dan emosi.
2.7.
Bercak mongol
a.Definisi
Bintik Mongolia, daerah pigmentasi biru-kehitaman, dapat terlihat pada semua permukaan tubuh, termasuk pada ekstremitas. Bercak ini lebih sering terlihat di punggung dan bokong. Daerah pigmentasi ini terlihat pada bayi-bayi yang berasal dari Mediterania, Amerika Latin, Asia, Afrika, atau beberapa wilayah lain di dunia. Bercak-bercak ini lebih sering terlihat pada individu berkulit lebih gelap tanpa memperhatikan kebangsaannya. Bercak ini secara bertahap akan lenyap dengan sendirinya dalam hitungan bulan atau tahun (Dasar-dasar Keperawatan Maternitas Edisi 6, Persis Mary Hilton, EGC)
Bintik Mongolia, daerah pigmentasi biru-kehitaman, dapat terlihat pada semua permukaan tubuh, termasuk pada ekstremitas. Bercak ini lebih sering terlihat di punggung dan bokong. Daerah pigmentasi ini terlihat pada bayi-bayi yang berasal dari Mediterania, Amerika Latin, Asia, Afrika, atau beberapa wilayah lain di dunia. Bercak-bercak ini lebih sering terlihat pada individu berkulit lebih gelap tanpa memperhatikan kebangsaannya. Bercak ini secara bertahap akan lenyap dengan sendirinya dalam hitungan bulan atau tahun (Dasar-dasar Keperawatan Maternitas Edisi 6, Persis Mary Hilton, EGC)
Bercak
mongol adalah bercak datar normal berwarna hijau kebiruan atau abu
kebiruan yang ditemukan pada 90% bayi Amerika, Asia, Hispanik dan Afrika
Amerika dan 10%nya terjadi pada bayi Kaukasia, khususnya keturunan Mediterania.
Paling sering pada daerah punggung, bokong, tapi dapat pula ditemukan pada
bagian tubuh lain. Memiliki bermacam ukuran dan bentuk, tidak memiliki hubungan
dengan penyakit tertentu. Kebanyakan akan memudar pada usia 2 atau 3 tahun,
walaupun bekasnya akan bertahan sampai dewasa.
Bercak mongol terlihat seperti bercak rata berwarna biru, biru hitam, atau abu-abu dengan batas tegas, bisa berukuran sangat besar dan mirip dengan tanda lebam. Umumnya terdapat pada sisi punggung bawah, juga paha belakang, kaki, punggung atas dan bahu. Biasanya dimiliki pada 9 dari 10 anak berkulit hitam, keturunan Mediterania dan keturunan Indian dan sangat jarang terjadi pada bayi berambut pirang dan berwarna biru.
Bercak mongol merupakan sekumpulan padat melanosit, sel kulit yang mengandung melanin, pigmen normal kulit. Saat melanosit muncul ke permukaan kulit, akan terlihat coklat tua. Semakin jauh dari permukaan kulit, melanosit akan terlihat semakin biru. Selain itu, bercak mongol tidak berhubungan dengan memar atau kondisi medis lainnya. Bercak mongol tidak menjurus pada kanker ataupun masalah lain.
b.Etiologi.
Bercak mongol adalah bawaan sejak lahir, warna khas dari bercak mongol ditimbulkan oleh adanya melanosit yang mengandung melanin pada dermis yang terhambat selama proses migrasi dari krista neuralis ke epidermis. Lebih dari 80% bayi yang berkulit hitam. Orang Timur dan India Timur memiliki lesi ini, sementara kejadian pada bayi yang kulit putih kurang dari 10%. Lesi-lesi yang tersebar luas, terutama pada tempat-tempat yang tidak biasa cenderung tidak menghilang.
Hampir 90% bayi dengan kulit berwarna atau kulit Asia (Timur) lahir dengan bercak ini,namun pada bayi Kaukasia hanya 5 %. Lesi ini biasanya berisi sel melanosit yang terletak di lapisan dermis sebelah dalam atau di sekitar folikel rambut. Kadang-kadang tersebar simetris, dapat juga unilateral. Bercak ini hanya merupakan lesi jinak dan tidak berhubungan dengan kelainan-kelainan sistemik. (iskandar, 1985)
c.Gejala Klinis
Tanda
lahir ini biasanya berwarna coklat tua, abu-abu batu, atau biru kehitaman.
Terkadang bintik mongol ini terlihat seperti memar. Biasanya timbul pada bagian
punggung bawah dan bokong, tetapi sering juga ditemukan pada kaki, punggung,
pinggang, dan pundak. Bercak mongol juga bervariasi dalam ukuran, dari sebesar
peniti sampai berdiameter enam inchi. Seorang anak bisa memiliki satu atau
beberapa bercak mongol.
Adanya bercak kebiru-biruan atau biru-kehitaman pada bagian punggung, bokong. Bagian bawah spina, pada bahu atau bagian lainnya. Biasanya bercak mongol ini terlihat sebagai :
a. Luka seperti pewarnaan.
b. Daerah pigmentasi memiliki tekstur kulit yang normal.
c. Area datar dengan bentuk yang tidak teratur.
d. Biasanya akan menghilang dalam hitungan bulan atau tahun.
e. Tidak ada komplikasi yang ditimbulkan.
d.Penatalaksanaan
Bercak mongol biasanya menghilang dalam beberapa tahun pertama, atau pada 1-4 tahun pertama sehingga tidak memerlukan perlindungan khusus. Namun, bercak mongol multiple yang tersebar luas, terutama pada tempat-tempat biasa, cenderung tidak akan hilang, tapi dapat menetap sampai dewasa. Sumber lain menyatakan bahwa bercak mongol ini mulai pudar pada usia dua tahun pertama dan menghilang antara usia 7-13 tahun. Kadang-kadang juga menghilang setelah dewasa. Sebagian kecil, sekitar 5% anak yang lahir dengan bercak mongol masih memiliki bercak mongol hingga mereka dewasa. Bercak mongol ini biasanya tidak berbahaya dan tidak memerlukan perawatan ataupun pencegahan khusus.
Nervus Ota (Daerah zigomaticus) dan Nervus Ito (daerah sclera atau fundus mata atau daerah delto trapezius) biasanya menetap, tidak perlu diberikan pengobatan. Namun, bila penderita telah dewasa, pengobatan dapat dilakukan dengan alasan estetik. Akhir-akhir ini dianjurkan pengobatan dengan menggunakan sinar laser.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan oleh bidan dalam hal ini adalah dengan memberikan konseling pada orang tua bayi. Bidan menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan bintik mongol, menjelaskan bahwa bintik mongol ini akan menghilang dalam hitungan bulan atau tahun dan tidak berbahaya serta tidak memerlukan penanganan khusus sehingga orang tua bayi tidak merasa cemas. Demikianlah artikel tentang bercak mongol pada bayi semoga artikel mengenai bercak mongol pada bayi ini dapat membantu, bagi anda yang membutuhkan informasi ini, terima kash telah membaca artikel bercak mongol.
2.8.
Hemangioma
a.
Definisi
Hemangioma yaitusekelompok pembuluh
darah yang tidak ikut aktif dalam peredaran darah dan ia muncul di permukaan
kulit.
b. Etiologi
Hemangioma terjadi karena kelainan
pembuluh darah tetapi ini tidak berbahaya dan umumnya timbul disatu tempat
seperti diwilayah leher atau kepala.
Hemangioma
sendiri dikenal dalam berbagai bentuk yaitu:
c. Patofisiologi
Hemangioma biasanya tampak dipermukaan
kulit, biasanya berwarna merah cerah atau merah muda ada juga yang berwarna
coklat muda/tua dan ada yang menonjol ada yang tidak.
d. Penatalaksanaan
Diberikan pengobatan apabila sudah
mengganggu seperti mengganggu fungsi mulut dan pencernaan atau mengganggu
keindahan penampilan, dengan memberikan obat-obatan atau dengan laser bahkan
bila diperlukan lewat bedah plastik jika meninggalkan jaringan perut.
2.9.
Oral trush
a. Definisi
Adalah kondidiasis membrane mukosa mulut
bayi yang d tandai dengan munculnya berca – bercak keputihan yang membentuk
plak-plak berkeping di mulut, ulkus dangkal, demam dan adanya iritasi gastro
interstinal.
b. Etiologi
Biasanya merupakan infeksi yang
disebabkan oleh sejenisnya jamur (candida albican) yang merupakan organism
penghuni kulit dan mukosa mulut, vagina dan saluran cerna.
c. Komplikasi
Terdapatnya lesi pada mulut yang
berwarna putih dan membentuk plak-plak yang berkeping menutupi seluruh atau
sebagian lidah, kedua bibir, gusi dan mukosa pipi.
d. Penatalaksanaan
Oral trush pada umumnya bisa sembuh
dengan sendirinya tetapi lebih baik jika diberikan pengobatan dengan cara:
a.
bedakan dengan
endapan susu pada mulut bayi.
b.
apabila sumber
infeksi berasal dari ibu harus segera diobati dengan pemberian antibiotika
berspektrum luas.
c.
menjaga
kebersihan dengan baik.
d.
bersihkan
daerah mulut bayi setelah makan ataupun minum susu dengan air matang dan
bersih.
e.
pada bayi yang
minum susu dengan menggunakan botol, harus menggunakan teknik steril dalam
membersihkan susu sebelum di gunakan.
Pemberian terapi pada bayi yaitu:
1. 1 ml larutan
nystatin (100.000) unit 4x perhari dengan interval setiap 6 jam.
2. Larutan
diberikan dengan lembut dan hati-hati agar tidak menyebar luas ke rongga mulut.
3. Gentian violet 3x perhari
2.10. Diaper rash
a. Definisi
Diaper rash adalah suatu keadanaan
akibat dari kontak tersumenerus dengan lingkungan yang tidak baik.
b.
Etiologi
-
Kebersihan kulit bayi yang tidak terjaga, misalnya jarang ganti popok setelah
bayi atau anak kencing.
-
Udara/ suhu lingkungan yang terlalu panas/ lembab.
-
Akibat mencret.
-
Reaksi kontak terhadap karet, plastik dan deterjen, misalnya pampres.
c.
Komplikasi
-
Iritasi pada kulit yang kontak langsung , muncul erithema.
-
Erupsi pada daerah kontak yang menonjol, seperti pantat, alat kemaluan perut
bawah, paha atas.
-
Pada keadaan yang lebih parah dapat terjadi papila erythematosa vesikula
uleerasi
d.
Penatalaksanaan
-
Daerah yang terkena ruam popok tidak boleh terkena air dan harus dibiarkan
terbuka dan tetap kering.
-
Untuk membersihkan kulit yang iritasi dengan menggunakan kapas halus yang
mengandung minyak.
-
Segera dibersihkan dan dikeringkan bila ank kencing atau berak.
-
Posisi tidur anak diatur supaya tidak menekan kulit/ daerah yang iritasi.
-
Usahakan memberikan makanan TKTP dengan porsi cukup.
-
Memperhatikan kebersihan kulit dan kebersihan tubuh secara keseluruhan.
-
Memelihara kebersihan pakaian dan alat-alat untuk bayi.
-
Pakaian atau celana yang terkena air kencing harus direndam dalam air yang
dicampur acidum borium.
-
Kemudian dibersihkan dan tidak boleh menggunakan sabun cuci langsung dibilas
dengan bersih dan dikeringkan.
2.11. Seborrhea
a. Definisi
Adalah radang berupa sisik yang
berlemak dan eritema pada daerah yang terdapat banyak kelenjar sebaseanya
,biasanya di daerah kepala.
b. Etiologi
Belum diketahui secara pasti ,tetapi
ada beberapa ahli yang menyatakan beberapa factor penyebab seborrhea yaitu :
a.
faktor
hereditas, yaitu bisa di sebabkan karena adanya faaktor keturunan orang tua.
b.
Intake makanan
yang berlemak dan berkalori tinggi.
c.
Asupan minuman
beralkohol
d. Adanya gangguan
emosi
c. Penatalaksanaan
- Secara kasual
belum diketahui
-
Topikal,
shampoo yang tidak berbusa 2-3x per minggu dan krim selemum sulfide/hg
presipirtatus.
2.12. Miliarriasis
a. Definisi
Milliarisasis disebut juga sudamina,
liken tropikus, biang keringat, keringat buntet, priekle heat.
Yaitu dermatosis yang disebabkan oleh
retensi keringat tersumbatnya pori kelenjar keringat.
b. Etiologi
-
Udara panas dan lembab
-
infeksi oleh bakteri
c.
Patofisiologi
Akibat tersumbatnya pori kelenjar
keringat, sehingga pengeluaran keringat tertahan yang ditandai dengan adanya
vesikel miliar di muara kelenjar keringat. Kemudian akan timnul radang dan
edema akibat perspirasi yang tidak dapat keluar diabsorbsi oleh stratum
korneum.
Milliarisasis sering terjadi pada bayi
premature karena proses diferensiasi sel epidermal dan apendiksnya belum
sempurna. Kasus milliaria terjadi padan 40-50%bayi baru lahir. Muncul pada usia
2-3 bulan pertama akan menghilang dengan sendirinya3-4 minggu kemudian.
Kadang-kadang kasus ini menetap untuk beberapa lama dan dapat menyebar ke
daerah sekitarnya.
d. Gejala Klinis
a.
Milliaria
kritalina
Milliaria kristalina II timbul pada
pasien dengan peningkat keringat seperti pasien demam di ranjang. Lesinya
berupa vesikel sangat supervisal, bentuknya kecil dan menyerupai titik embun
berukuran 1-2 mm terutama timbul setelah keringat. Vesikel mudah pecah karena
trauma yang paling ringan, misalnya akibat gesekan dengan pakaian. Vesikel yang
pecah berwarna jernih dan tanpa reaksi peradangan asimptomatik dan berlangsung
singkat. Umumnya tidak ada keluhan dan dapat sembuh dengan sendirinya.
b. milliaria rubra
Ditandai dengan adanya papula vesikel
dan eritema disekitarnya. Keringat merembes le dalam epidermis. Biasanya
disertai rasa gatal dan pedih pada daerah ruam dan daerah disekitarnya. Sering
diikuti dengan infeksi sekunder lainnya dan dapat juga menyebabkan timbulnya
impetigo dan furunkel.
e.
Penatalaksanaan
Asuhan yang diberikan pada neonatus,
bayi dan balita dengan milliaria tergantung pada beratnya penyakit dan
keluhan yang dialami. Asuhan yang umum diberikan adalah:
a.
Prinsip asuhan
adalah dengan mengurangi penyumbatan keringat dan menghilangkan sumbatan yang
sudah timbul.
b.
Memelihara
kebersihan tubuh bayi
c. Upayakan
kelembaban suhu yang cukup dan suhu lingkungan yang sejuk dan kering. Misalnya
pasien tinggal di ruang ber-AC atau didaerah yang sejuk dan kering.
d.
Gunakan pakaian
yang tidak terlalu sempit, gunakan pakaian yang menyerap keringat
e.
Segera ganti
pakaian yang basah dan kotor
f.
Pada milliaria
rubra dapat diberikan bedak salisil 2% dan dapat ditambahkan menthol 0,5%-2%
yang bersifat mendinginkan ruam.
2.13.
Bisul (Furunkel)
a. Definisi
Bisul
(furunkel) adalah infeksi kulit yang meliputi seluruh folikel rambut dan jaringan
subkutaneus di sekitarnya. Penyebabnya
adalah bakteri stafilokokus, tetapi bisa juga disebabkan oleh bakteri lainnya
atau jamur. Paling sering ditemukan di daerah leher, payudara, wajah dan
bokong. Akan terasa sangat nyeri jika
timbul di sekitar hidung atau telinga atau pada jari-jari tangan.
b. Etiologi
Furunkel
berawal sebagai benjolan keras berwarna merah yang mengandung nanah. lalu
benjolan ini akan berfluktuasi dan tengahnya menjadi putih atau kuning
(membentuk pustula). Bisul bisa pecah spontan atau dipecahkan dan mengeluarkan
nanahnya, kadang mengandung sedikit darah. Bisa disertai nyeri yang sifatnya
ringan sampai sedang kulit di sekitarnya tampak kemerahan atau meradang. Kadang
disertai demam, lelah dan tidak enak badan, jika furunkel sering kambuhan maka
keadaannya disebut furunkulosis.
c.
Gejala Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan
gejala-gejalanya.
Pembiakan contoh jaringan kulit bisa dilakukan untuk
memastikan bahwa penyebabnya adalah stafilokokus. Jika bisul timbul di sekitar
hidung biasanya akan diberikan antibiotik per-oral (melalui mulut) karena
infeksi bisa dengan segera menyebar ke otak.
Bisul yang menyerang kulit
bayi akan membuat bayi menjadi rewel, karena kemunculannya selalu disertai
dengan rasa nyeri bahkan tak jarang disertai dengan meningkatnya suhu tubuh bayi. Bisul merupakan salah satu bentuk
infeksi kulit yang dapat meyerang manusia dari segala usia, hanya saja
kulit bayi lebih sensitive sehingga lebih mudah mengalaminya. Penyebab
bisul pada bayi adalah karena adanya peradangan akibat infeksi
bakteri staphylococcus aureus. Bakteri ini merupakan salah satu jenis bakteri
gram positif yang bersifat mikrofloral normal manusia (tinggal menetap di
bagian tertentu tubuh manusia). Dengan demikian bakteri ini sebenarnya sudah
sangat akrab dengan manusia, hanya saja karena kondisi tertentu dapat
menimbulkan infeksi.
Faktor kebersihan lingkungan merupakan
faktor utama penyebab bisul pada bayi. Di lingkungan yang kotor bakteri ini
dapat menyebabkan infeksi pada kulit bayi.
Saat mulai terjadi infeksi, bayi dapat mengalami peningkatan suhu tubuh atau
demam. Bakteri ini juga akan menghasilkan nanah pada bagian yang terinfeksi.
Dengan adanya nanah maka muncul pembengkakan di bawah kulit akibat penumpukan
nanah serta menimbulkan rasa nyeri, akibatnya bayi sering rewel dan sulit tidur
apalagi jika bisul muncul di sekitar kepala. Di bagian yang terinfeksi juga
biasanya berwarna kemerahan bahkan terkadang menghitam.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan
oleh orang tua dalam mengatasi bisul pada bayi. Pertama harus dipahami
bahwa bisul disebabkan oleh infeksi bakteri sehingga tidak berhubungan dengan
pola makan bayi atau ibu yang menyusui. Jika belum parah, kompres air hangat
dapat mengatasi bisul pada bayi. Kompres hangat dapat mengurangi rasa nyeri
yang dirasakan bayi. Hal lain yang harus dipahami adalah bisul tidak boleh
dipencet untuk mengeluarkan nanahnya, karena justru akan memperburuk kondisi
infeksi tersebut.
d.
Penatalaksanaan
Jika sudah muncul nanah sebaiknya
bayi segera dibawa ke dokter untuk mendapatkan tindakan yang terbaik. Kebersihan kulit bayi
harus menjadi perhatian, agar infeksi tidak semakin menyebar. Sementara untuk
obat bisul bayi, jenis yang digunakan adalah antibiotik. Antibiotik sering
digunakan sebagai obat bisul pada bayi karena berfungsi untuk membunuh bakteri
sehingga infeksi bisul akan terhenti.
MASALAH YANG LAZIM TERJADI PADA BBL
3.1. Penyakit Tropik dan Infeksi
3.1.1. Morbili
a.
Pengertian
Morbili adalah penyakit virus akut,
menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium prodormal ( kataral ),
stadium erupsi dan stadium konvalisensi, yang dimanifestasikan dengan demam,
konjungtivitis dan bercak koplik.
Morbili penyakit anak menular yang
lazim biasanya ditandai dengan gejala–gejala utama ringan, ruam serupa dengan
campak ringan atau demam, scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi.
b. Terafi dan Gejala-gejala umum
1.
Demam, Pasien harus diberi pakaian yang tipis supaya memberikan kenyamanan yang
maksimum. Asetaminofen atau aspirin dalam dosis 10 mg per kg setiap 4-6 jam
direkomendasikan untuk terapi ketidaknyaman yang menyertai demam.
2.
Batuk. Kelembaban yang dihasilkan dari alat penguap mungkin membantu. Bilamana
batuk mengganggu aktivitas tidur atau merupakan gangguan utama maka dapat
digunakan kodein fosfat dalam dosis 0,2 mg per kg setiap 4 jam.
3.
Kongesti. Dekongestan per oral dengan atau tanpa antihistamin mungkin
memberikan sejumlah keringanan.
4.
Konjungtivitis. Lampu ruangan yang dikecilkan dapat memberikan kenyamanan.
Penggunaan air mata buatan dan kompres mata dingin memberikan perbaikan simtomatis.
5.
Pruritus. Kompres dngin memberikan perbaikan simtomatis. Antihistamin per oral
dapat membantu secara khusus karena efek sedtifnya.
6.
Demam, Pasien harus diberi pakaian yang tipis supaya memberikan kenyamanan yang
maksimum. Asetaminofen atau aspirin dalam dosis 10 mg per kg setiap 4-6 jam
direkomendasikan untuk terapi ketidaknyaman yang menyertai demam.
7.
Batuk. Kelembaban yang dihasilkan dari alat penguap mungkin membantu. Bilamana
batuk mengganggu aktivitas tidur atau merupakan gangguan utama maka dapat
digunakan kodein fosfat dalam dosis 0,2 mg per kg setiap 4 jam.
8
Kongesti Dekongestan per oral dengan atau tanpa antihistamin mungkin memberikan
sejumlah keringanan.
Gejala
dimulai antara 7-20 hari (rata-rata 10-12 hari) sesudah terinfeksi. Gejala awal
sulit dibedakan dengan influensa biasa. Dimulai dengan demam tinggi, hidung
berair, batuk ringan, sariawan, nyeri menelan, dan mata merah berair. Anak
menjadi cengeng dan matanya selalu terpejam akibat radang pada selaput lendir
mata(konjungtivitis).
c.Etiologi
Penyebabnya adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah sealma masa prodormal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Virus ini berupa virus RNA yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus Morbilivirus.
Penyebabnya adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah sealma masa prodormal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Virus ini berupa virus RNA yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus Morbilivirus.
d.Epidemiologi
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila seseorang wanita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester I, II, atau III maka ia akan mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan BBLR, atau lahir mati atau anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila seseorang wanita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester I, II, atau III maka ia akan mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan BBLR, atau lahir mati atau anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.
e.Patofisiologi
- Droplet Infection (virus masuk) - Berkembang biak dalam RES - Keluar dari RES keluar sirkulasi
- Droplet Infection (virus masuk) - Berkembang biak dalam RES - Keluar dari RES keluar sirkulasi
Masa
tunas/inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih dari 10-20 hari dan kemidian
timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium yaitu:
1. Stadium kataral (prodormal)
Stadium
prodormal berlangsung selama 4-5 hari ditandai oleh demam ringa hingga sedang,
batuk kering ringan, coryza, fotofobia dan konjungtivitis. Menjelang akhir
stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang
patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik
berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema.
Lokalisasinya dimukosa bukalis berhadapandengan molar dibawah, tetapi dapat
menyebar tidak teratur mengenai seluruh permukaan pipi. Meski jarang, mereka
dapat pula ditemukan pada bagian tengah bibir bawah, langit-langit dan
karankula lakrimalis.Bercak tersebut muncul dan menghilang dengan cepat dalam
waktu 12-18 jam. Kadang-kadang stadium prodormal bersifat berat karena diiringi
demam tinggi mendadak disertai kejang-kejang dan pneumoni. Gambaran darah tepi
ialah limfositosis dan leukopenia.
2. Stadium erupsi
Coryza
dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema / titik merah dipalatum durum dan
palatum mole. Terjadinya eritema yang berbentuk makula papula disertai dengan
menaiknya suhu tubuh. Eritema timbul dibelakang telinga dibagian atas lateral
tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat
perdarahan primer pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Terdapat pembesaran
kelenjar getah bening disudut mandibula dan didaerah leher belakang. Juga
terdapat sedikit splenomegali, tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi
dari morbili yang biasa ini adalah “Black Measles” yaitu morbili yang disertai
perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
2. Stadium konvalesensi
Erupsi
berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang
bisa hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering
ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala
patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau
eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai
menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.
f. Pencegahan
1. Imunusasi aktif
Hal
ini dapat dicapai dengan menggunakan vaksin campak hidup yang telah dilemahkan.
Vaksin hidup yang pertama kali digunakan adalah Strain Edmonston Pelemahan
berikutnya dari Strain Edmonston B. Tersebut membawa perkembangan dan pemakaian
Strain Schwartz dan Moraten secara luas. Vaksin tersebut diberikan secara
subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama.
Pada
penyelidikan serulogis ternyata bahwa imunitas tersebut mulai mengurang 8-10
tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan agar vaksinasi campak rutin tidak dapat
dilakukan sebelum bayi berusia 15 bulan karena sebelum umur 15 bulan
diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada
antibodi dari ibu. Pada suatu komunitas dimana campak terdapat secara endemis,
imunisasi dapat diberikan ketika bayi berusia 12 bulan.
2. Imunusasi pasif
Imunusasi
pasif dengan serum oarng dewasa yang dikumpulkan, serum stadium penyembuhan
yang dikumpulkan, globulin placenta (gama globulin plasma) yang dikumpulkan
dapat memberikan hasil yang efektif untuk pencegahan atau melemahkan campak.
Campak dapat dicegah dengan serum imunoglobulin dengan dosis 0,25 ml/kg BB
secara IM dan diberikan selama 5 hari setelah pemaparan atau sesegera mungkin.
g. Pengobatan medis
Terdapat
indikasi pemberian obat sedatif, antipiretik untuk mengatasi demam tinggi.
Istirahat ditempat tidur dan pemasukan cairan yang adekuat. Mungkin diperlukan
humidikasi ruangan bagi penderita laringitis atau batuk mengganggu dan lebih
baik mempertahanakan suhu ruangan yang hangat.
h. Pengobatan traditional
50 gram akar alang-alang , 60 gram daun
ketumbar ,150 gram wortel, , 150 gram tebu, , dan gula batu secukupnya direbus
dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc. Pemakaian : Minum secara teratur 2
kali sehari
15
bunga mawar segar direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 500 cc, saring,
kemudian airnya diminum selagi hangat. Sekali minum sebanyak 1 gelas. Pemakaian
: Konsumsi secara teratur 2 kali sehari
Rebus
60 gram daun pegagan segar dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, kemudian
setelah hangat airnya diminum. Pemakaian : Konsumsi secara teratur
2 kali sehari
1-2
batang benalu dan adas pulasari secukupnya ditumbuk sampai halus. Pemakaian
: Gunakan sebagai bedak.
¼
genggam daun biduri, ¼ genggam daun asam muda, dan rimpang kunyit sebesar ½
jari dicuci bersih, tumbuk sampai halus, lalu tambahkan 1 cangkir air masak dan
1 sendok makan madu. Aduk ramuan sampai rata, lalu saring. Pemakaian : Minum
sekaligus. Lakukan 2 kali sehari
3.1.2. Difteri
a. Definisi
Difteri adalah penyakit, berpotensi fatal menular yang biasanya melibatkan hidung, tenggorokan, dan saluran udara, tetapi juga dapat menginfeksi kulit. Fiturnya yang paling mencolok adalah pembentukan membran kelabu yang menutupi tonsil dan bagian atas tenggorokan.
Difteri adalah penyakit, berpotensi fatal menular yang biasanya melibatkan hidung, tenggorokan, dan saluran udara, tetapi juga dapat menginfeksi kulit. Fiturnya yang paling mencolok adalah pembentukan membran kelabu yang menutupi tonsil dan bagian atas tenggorokan.
b. Deskripsi
Seperti
banyak penyakit lain saluran pernapasan bagian atas, difteri paling mungkin
untuk keluar selama musim dingin. Pada suatu waktu itu adalah pembunuh masa
kecil besar, tetapi sekarang jarang terjadi di negara-negara maju karena
imunisasi luas. Sejak tahun 1988, semua dikonfirmasi kasus di Amerika Serikat
telah terlibat pengunjung atau imigran. Di negara-negara yang tidak memiliki
imunisasi rutin terhadap infeksi ini, angka kematian bervariasi 1,5-25%.
Orang
yang belum diimunisasi mungkin mendapatkan difteri pada usia apapun. Penyakit
ini paling sering menyebar melalui tetesan dari batuk atau bersin dari orang
yang terinfeksi atau carrier. Masa inkubasi 2-7 hari, dengan rata-rata tiga
hari. Sangat penting untuk mencari bantuan medis sekaligus ketika difteri
diduga, karena pengobatan memerlukan tindakan darurat untuk orang dewasa maupun
anak-anak.
C. Penyebab
dan gejala
Gejala
difteri yang disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh basil difteri,
Corynebacterium diphtheriae (dari bahasa Yunani untuk "membran
karet"). Bahkan, produksi toksin berkaitan dengan infeksi basil sendiri
dengan virus bakteri tertentu disebut fag (dari bakteriofag, sebuah virus yang
menginfeksi bakteri). Keracunan yang merusak jaringan sehat di daerah atas
tenggorokan di sekitar amandel, atau luka terbuka di kulit. Cairan dari sel-sel
mati kemudian menggumpal untuk membentuk membran tanda hijau abu-abu atau
keabu-abuan. Di dalam membran, bakteri menghasilkan eksotoksin, yang merupakan
sekresi beracun yang menyebabkan gejala mengancam nyawa difteri. Eksotoksin ini
dilakukan ke seluruh tubuh dalam aliran darah, menghancurkan jaringan sehat di
bagian lain dari tubuh.
Komplikasi yang paling serius yang
disebabkan oleh eksotoksin adalah radang dari otot jantung (miokarditis) dan
kerusakan sistem saraf. Risiko komplikasi serius meningkat sebagai waktu antara
timbulnya gejala dan administrasi meningkat antitoksin, dan sebagai ukuran
membran yang terbentuk meningkat. Miokarditis ini bisa menyebabkan gangguan
pada irama jantung dan bisa berujung pada gagal jantung. Gejala keterlibatan
sistem saraf bisa berupa melihat ganda (diplopia), pidato menyakitkan atau
sulit menelan, dan cadel atau kehilangan suara, yang semuanya indikasi efek
eksotoksin terhadap fungsi saraf. Eksotoksin juga dapat menyebabkan parah
pembengkakan di leher ("bull leher").
Tanda-tanda dan gejala difteri
bervariasi sesuai dengan lokasi infeksi:
a. Sengau
Difteri hidung menghasilkan sedikit
gejala selain debit berair atau berdarah. Pada pemeriksaan, mungkin ada membran
terlihat kecil di bagian hidung. Infeksi hidung jarang menyebabkan komplikasi
dengan sendirinya, tetapi merupakan masalah kesehatan masyarakat karena
penyakit menyebar lebih cepat dibandingkan bentuk-bentuk difteri.
b. Faring
Difteri faring mendapatkan namanya
dari faring, yang merupakan bagian dari tenggorokan bagian atas yang
menghubungkan mulut dan saluran hidung dengan kotak suara. Ini adalah bentuk
paling umum dari difteri, menyebabkan karakteristik membran tenggorokan.
Membran sering berdarah jika tergores atau dipotong. Hal ini penting untuk
tidak mencoba untuk menghapus trauma membran karena dapat meningkatkan
penyerapan tubuh eksotoksin tersebut. Tanda-tanda lain dan gejala difteri
faring ringan termasuk sakit tenggorokan, demam 101-102 ° F (38,3-38,9 ° C),
denyut nadi menjadi cepat, dan kelemahan tubuh secara umum.
c. Berhubung
dengan pangkal tenggorokan
Difteri laring, yang melibatkan
kotak suara atau laring, adalah bentuk yang paling mungkin untuk menghasilkan
komplikasi serius. Demam biasanya lebih tinggi dalam bentuk difteri (103-104 °
F atau 39,4-40 ° C) dan pasien sangat lemah. Pasien mungkin memiliki batuk
parah, mengalami kesulitan bernapas, atau kehilangan suara mereka sepenuhnya.
Pengembangan "leher banteng" menunjukkan tingkat tinggi eksotoksin
dalam aliran darah. Obstruksi jalan napas dapat menyebabkan kompromi pernapasan
dan kematian.
d. Kulit
Bentuk difteri, yang kadang-kadang
disebut difteri kulit, menyumbang sekitar 33% kasus difteri. Hal ini ditemukan
terutama di antara orang dengan kebersihan yang buruk. Setiap istirahat di
kulit dapat menjadi terinfeksi dengan difteri. Jaringan yang terinfeksi
mengembangkan daerah ulserasi dan membran difteri bisa terbentuk atas luka
namun tidak selalu hadir. Luka atau ulkus lambat untuk menyembuhkan dan mungkin
mati rasa atau tidak sensitif bila disentuh.
d. Diagnosa
Karena difteri harus diperlakukan
secepat mungkin, dokter biasanya membuat diagnosis berdasarkan gejala terlihat
tanpa menunggu hasil tes.
Dalam membuat diagnosis, dokter mata
memeriksa pasien, telinga, hidung, dan tenggorokan dalam rangka untuk
menyingkirkan penyakit lain yang dapat menyebabkan demam dan sakit tenggorokan,
seperti mononukleosis menular, infeksi sinus, atau radang tenggorokan. Gejala
yang paling penting yang menunjukkan difteri adalah membran. Ketika seorang
pasien infeksi kulit yang berkembang selama wabah difteri, dokter akan
mempertimbangkan kemungkinan difteri kulit dan mengambil smear untuk
mengkonfirmasikan diagnosis.
e. Tes
laboratorium
Diagnosis difteri dapat
dikonfirmasikan oleh hasil budaya yang diperoleh dari daerah yang terinfeksi.
Bahan dari spons diletakkan di slide mikroskop dan pewarnaan dengan menggunakan
prosedur yang disebut Gram stain. Basil difteri disebut Gram-positif karena memegang
dye setelah slide dibilas dengan alkohol. Di bawah mikroskop, basil difteri
terlihat seperti sel-sel batang berbentuk manik-manik, yang dikelompokkan dalam
pola-pola yang menyerupai karakter China. Lain uji laboratorium melibatkan
tumbuh basil difteri pada bahan khusus yang disebut medium Loeffler's.
f. Pengobatan
Difteri adalah penyakit serius yang
membutuhkan perawatan rumah sakit di unit perawatan intensif jika pasien telah
mengembangkan gejala-gejala pernafasan. Perawatan termasuk kombinasi obat-obatan
dan perawatan suportif:
a. Antitoksin
Langkah yang paling penting adalah
administrasi segera antitoksin difteri, tanpa menunggu hasil laboratorium.
antitoksin ini dibuat dari serum kuda dan bekerja dengan menetralkan setiap
eksotoksin beredar. Dokter harus terlebih dahulu menguji pasien untuk kepekaan
terhadap serum hewan. Pasien yang sensitif (sekitar 10%) harus peka dengan
antitoksin diencerkan, karena antitoksin adalah satu-satunya substansi spesifik
yang akan melawan eksotoksin difteri. Tidak antitoksin manusia yang tersedia
untuk pengobatan difteri.
Dosis berkisar antara 20,000-100,000
unit, tergantung pada tingkat keparahan dan lamanya waktu gejala terjadi
sebelum perawatan. Difteri antitoksin biasanya diberikan infus.
b. Antibiotik
Antibiotik diberikan untuk
melenyapkan bakteri, untuk mencegah penyebaran penyakit, dan untuk melindungi
pasien dari berkembang pneumonia. Mereka bukan pengganti pengobatan dengan
antitoksin. Baik orang dewasa dan anak-anak dapat diberikan penisilin,
ampisilin, atau eritromisin. Eritromisin tampaknya lebih efektif daripada
penisilin dalam memperlakukan orang-orang yang pembawa karena penetrasi yang
lebih baik ke daerah yang terinfeksi.
Cutaneous difteri biasanya dirawat
dengan membersihkan luka secara menyeluruh dengan sabun dan air, dan memberikan
antibiotik pasien selama 10 hari.
g. Mendukung
perawatan
Pasien Difteri perlu istirahat
dengan perawatan intensif, termasuk cairan tambahan, oksigenasi, dan pemantauan
untuk masalah jantung mungkin, sumbatan saluran napas, atau keterlibatan sistem
saraf. Pasien dengan difteri laring ini disimpan dalam sebuah tenda croup atau
lingkungan kelembaban tinggi, mereka juga mungkin perlu pengisapan tenggorokan
atau operasi darurat jika saluran napas mereka diblokir.
Pasien pulih dari difteri harus
beristirahat di rumah selama minimal dua sampai tiga minggu, terutama jika
mereka mengalami komplikasi jantung. Selain itu, pasien harus diimunisasi
terhadap difteri setelah pemulihan, karena mempunyai penyakit yang tidak selalu
merangsang pembentukan antitoksin dan melindungi mereka dari reinfeksi.
h. Pencegahan
komplikasi
Pasien difteri yang mengalami
miokarditis dapat diobati dengan oksigen dan dengan obat-obat untuk mencegah
irama jantung yang tidak teratur. Sebuah alat pacu jantung buatan mungkin
diperlukan. Pasien dengan kesulitan menelan bisa diberi makan melalui tabung
dimasukkan ke dalam perut melalui hidung. Pasien yang tidak bisa bernapas
biasanya memakai respirator mekanik.
i.
Prognosa
Prognosis tergantung pada ukuran dan
lokasi membran dan perawatan dini dengan antitoksin, semakin lama menunda,
semakin tinggi tingkat kematian. Para pasien yang paling rentan adalah
anak-anak di bawah usia 15 dan mereka yang mengembangkan pneumonia atau
miokarditis. Hidung dan difteri kulit jarang fatal.
J. Pencegahan
Pencegahan
difteri memiliki empat aspek:
a. Imunisasi
Universal imunisasi adalah cara
paling efektif mencegah difteri. Kursus standar imunisasi bagi anak-anak yang
sehat adalah tiga dosis DPT (difteri-tetanus-pertussis) persiapan diberikan
antara dua bulan dan enam bulan usia, dengan dosis penguat diberikan pada 18
bulan dan pada masuk ke sekolah. Orang dewasa harus diimunisasi pada interval
10 tahun dengan Td (tetanus-difteri) toksoid. toksoid adalah toksin bakteri yang
diperlakukan untuk membuatnya tidak berbahaya tapi masih dapat menimbulkan
kekebalan terhadap penyakit.
b. Isolasi
pasien
Pasien difteri harus diisolasi
selama satu sampai tujuh hari atau sampai dua budaya berturut-turut menunjukkan
bahwa mereka tidak lagi menular. Anak-anak ditempatkan dalam isolasi biasanya
ditugaskan seorang perawat utama untuk dukungan emosional.
c. Identifikasi
dan pengobatan kontak
Karena difteri adalah sangat menular
dan memiliki masa inkubasi yang singkat, anggota keluarga dan kontak lainnya
pasien difteri harus mengamati gejala dan diuji untuk melihat apakah mereka
adalah pembawa. Mereka biasanya diberikan antibiotik selama tujuh hari dan
suntikan booster imunisasi difteri / tetanus toksoid.
d. Pelaporan kasus kepada pihak
berwenang kesehatan masyarakat
Pelaporan diperlukan untuk melacak
potensi epidemi, untuk membantu dokter mengidentifikasi strain spesifik
difteri, dan untuk melihat apakah resistensi terhadap penisilin atau
eritromisin telah dikembangkan.
3.1.3. DBD
a.
definisi
Penyakit
ini disebabkan oleh virus dengue yang menyebabkan gangguan pada pembuluh darah
kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan
perdarahan-perdarahan.
Vektor
yang berperan dalam penularan penyakit ini adalah nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus.
Ciri-Ciri Nyamuk DBD
-
Hidup di dalam ruangan, tempat genangan air
dan kumuh
- Sulit untuk ditangkap karena mereka
bergerak sangat cepat, melesat maju mundur.
-
Mereka menggigit pada pagi atau siang hari
- Bersembunyi di bawah perabot dan sering
menggigit orang di sekitar kaki atau pergelangan kaki
- Gigitan relatif tidak sakit, sehingga orang
mungkin tidak melihat mereka sedang tergigit.
Nyamuk
demam berdarah dewasa lebih memilih untuk beristirahat di daerah gelap. Tempat
beristirahat favorit berada di bawah tempat tidur, meja dan kursi, di lemari
pakaian atau lemari, di tumpukan cucian kotor dan sepatu; dalam wadah terbuka,
di ruang yang gelap dan tenang, dan bahkan pada objek gelap seperti pakaian
atau perabot.
Nyamuk demam berdarah lebih suka menggigit manusia
pada siang hari.
Sebuah cara yang efektif untuk membunuh nyamuk dewasa adalah untuk menerapkan
sisa insektisida ke daerah di mana mereka lebih suka untuk beristirahat.
Nyamuk
demam berdarah terkadang dijuluki ‘kecoa nyamuk’ karena benar-benar dijinakkan
dan lebih memilih untuk tinggal di sekitar rumah-rumah penduduk. Mereka
berkembang biak bukan di rawa-rawa atau saluran, dan sangat jarang menggigit
pada malam hari.
b.Gejala DBD
Masa
tunas atau inkubasi selama 3 - 15 hari sejak seseorang terserang virus dengue,
Selanjutnya penderita akan menampakkan berbagai tanda dan gejala demam berdarah
sebagai berikut :
1. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari
(38 - 40 derajat Celsius).
2. Pada pemeriksaan uji torniquet,
tampak adanya jentik (puspura) perdarahan.
3. Adanya bentuk perdarahan dikelopak
mata bagian dalam (konjungtiva), Mimisan (Epitaksis), Buang air besar dengan
kotoran (Peaces) berupa lendir bercampur darah (Melena), dan lain-lainnya.
4. Terjadi pembesaran hati
(Hepatomegali).
5. Tekanan darah menurun sehingga
menyebabkan syok.
6. Pada pemeriksaan laboratorium
(darah) hari ke 3 - 7 terjadi penurunan trombosit dibawah 100.000 /mm3
(Trombositopeni), terjadi peningkatan nilai Hematokrit diatas 20% dari nilai
normal (Hemokonsentrasi).
7. Timbulnya beberapa gejala klinik
yang menyertai seperti mual, muntah, penurunan nafsu makan (anoreksia), sakit
perut, diare, menggigil, kejang dan sakit kepala.
8. Mengalami perdarahan pada hidung
(mimisan) dan gusi.
9. Demam yang dirasakan penderita
menyebabkan keluhan pegal/sakit pada persendian.
10. Munculnya bintik-bintik merah pada kulit akibat pecahnya
pembuluh darah.
c. Pencegahan DBD
Tidak
ada vaksin yang tersedia secara komersial
untuk penyakit demam berdarah. Pencegahan utama demam berdarah terletak pada
menghapuskan atau mengurangi vektor nyamuk demam berdarah. Insiatif untuk
menghapus kolam-kolam air yang tidak berguna (misalnya di pot bunga) telah
terbukti berguna untuk mengontrol penyakit yang disebabkan nyamuk, menguras bak
mandi setiap seminggu sekali, dan membuang hal - hal yang dapat mengakibatkan
sarang nyamuk demam berdarah Aedes Aegypti.
Hal-hal yang harus dilakukan untuk menjaga kesehatan agar
terhindar dari penyakit demam berdarah, sebagai berikut:
1.
Melakukan
kebiasaan baik, seperti makan makanan bergizi, rutin olahraga,
dan istirahat yang cukup.
2.
Memasuki masa pancaroba,
perhatikan kebersihan lingkungan
tempat tinggal dan melakukan 3M, yaitu menguras bak mandi, menutup wadah yang
dapat menampung air, dan mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang
perkembangan jentik-jentik nyamuk, meski pun dalam hal mengubur barang-barang
bekas tidak baik, karena dapat menyebabkan polusi tanah. Akan lebih baik bila
barang-barang bekas tersebut didaur-ulang.
3.
Fogging atau pengasapan hanya akan mematikan
nyamuk dewasa, sedangkan bubuk abate
akan mematikan jentik pada air.
Keduanya harus dilakukan untuk memutuskan rantai perkembangbiakan nyamuk;
4.
Segera berikan obat penurun panas untuk demam
apabila penderita mengalami demam
atau panas tinggi.
d. Cara Pengobatan DBD
Demam berdarah biasanya merupakan penyakit
yang hanya perawatan suportif jika tepat sasaran dapat disembuhkan. Acetaminophen
dapat digunakan untuk pengobatan demam
berdarah. Untuk beberapa jenis obat seperti aspirin, obat anti-inflammatory
drugs (NSAID), dan kortikosteroid harus dihindari sebagai antisipasi
pengobatan demam berdarah.
Pasien dengan demam berdarah diketahui atau
dicurigai harus memiliki jumlah trombosit dan hematokrit diukur setiap hari
dari hari ketiga penyakit sampai 1-2 hari setelah penurunan suhu badan normal.
Pasien dengan tingkat hematokrit yang meningkat atau jumlah trombosit menurun
harus memiliki penggantian defisit volume intravaskular.
Untuk pengobatan demam berdarah lebih lanjut,
pasien yang memiliki tanda-tanda dehidrasi, seperti takikardia, kapiler terisi
semakin lama, dingin atau kulit berbintik-bintik, status mental berubah,
penurunan output urine, kenaikan tingkat hematokrit, tekanan nadi menyempit,
atau hipotensi, memerlukan cairan infus.
Keberhasilan pengobatan demam berdarah yang
parah memerlukan perhatian khusus, seperti cairan dan perawatan proaktif.
Defisit volume Intravaskular harus diperbaiki dengan cairan isotonik seperti
larutan Ringer laktat. Bolus dari 10-20 kg mL / harus diberikan lebih dari 20
menit dan dapat diulang. Jika ini gagal untuk mengoreksi defisit, nilai
hematokrit harus ditentukan dan jika naik informasi klinis yang terbatas
menunjukkan bahwa plasma expander dapat diberikan. Dekstran 40, atau albumin 5%
pada dosis 10-20 kg mL juga dapat digunakan. Jika pasien tidak membaik setelah
ini, kehilangan darah harus dipertimbangkan. Pasien dengan perdarahan internal
atau pencernaan mungkin memerlukan transfusi. Pasien dengan koagulopati mungkin
memerlukan plasma beku segar.
Setelah pasien dengan dehidrasi yang stabil,
mereka biasanya membutuhkan cairan infus tidak lebih dari 24-48 jam. cairan
intravena harus dihentikan ketika tingkat hematokrit turun dibawah 40% dan
volume intravaskuler cukup.
Transfusi plasma platelet segar beku mungkin
diperlukan untuk mengontrol pendarahan parah. Sebuah laporan kasus baru-baru
ini menunjukkan perkembangan yang baik setelah pemberian globulin intravena
anti-D di dua pasien. Sebelum mengakhiri, sebelum pengobatan demam berdarah
dilakukan, khendaknya pemeriksaan atau konsultasi kepada dokter adalah jalan
yang terbaik, pastikan penderita berada pada kondisi yang stabil karena jika
dibiarkan akan menjadi semakin parah sehingga menyebabkan kematian.
3.1.4.
Tetanus
a.definisi
Tetanus
neonatorum adalah:merupakan penyakit pada bayi baru lahir yang bukan karena
trauma kelahiran atau asfiksia tatapi disebabkan oleh infeksi masuknya kuman
tetanus melalui luka tali pusat
Tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada
neonatus (bayi berusia kurang 1 bulan) yang disebabkan oleh Clastridium Tetani,
yaitu kuman yang mengeluarkan toksin (racun yang menyerang sistem saraf pusat).
b.etiolog 1.
Kuman Clostridium Tetani 2. Pemotongan tali pusat
bayi menggunakan alat yang tidak bersih atau steril. 3. Luka tali pusat kotor atau tdak bersih 4.
Ibu hamil tidak mendapat imunisasi TT(Tetanus Toksoid) lengkap.
c.patofisiologi.
Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobit
beruba menjadi bentuk fegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toksin dalam
jaringan yang anaerobit ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi
jaringan dan turunnya tekanan oksigen jaringan akibat adanya pus, nekrosis
jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra aksonal toksin
disalurkan ke sel syaraf yang memakan waktu sesuai dengan panjang aksonnya dan
aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel syaraf
walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sum-sum tulang belakang toksin
menjalar dari sel syaraf lower motorneuron keluksinafs dari spinal
inhibitorineurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada
inhibitoritransmiter dan menimbulkan kekakuan.
d.Tanda dan gejala
Masa inkubasi penyakit adalah 5-14 hari sehingga .Gejala dan
tanda tersebut biasanya muncul dalam waktu 5-10 hari setelah terinfeksi, tetapi
bisa juga timbul dalam waktu 2 hari atau 50 hari setelah terinfeksi. Gejala
yang paling umum terjadi adalah kekakuan pada rahang sehingga penderita tidak
dapat membuka mulut, dan menelan serta bersamaan dengan timbulnya
pembengkakan, rasa sakit dan kaku di otot leher, dan bahu atau punggung.
Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas dan paha.
Bisa juga dengan melihat gejala klinis atau yang lebih jelas
lagi, seperti:
1. Mulut mencucu seperti mulut ikan (karpemound)
2. Bayi tiba-tiba panas.
3. Bayi yang semula dapat menetek menjadi sulit menetek
karena kejang pada otot faring (tenggorok dan rahang).
4. Mudah sekali kejang disertai sianosis (biru), kejang
terutama apabila terkena cahaya, suara dan sentuhan.
5. Kejang, otot kaku/spasm dengan kesadaran tak terganggu.
Kejang pada otot-otot wajah menyebabkan ekspresi penderita seperti menyeringai
dengan kedua alis yang terangkat. Kekakuan atau kejang pada otot-otot perut,
leher, dan punggung dapat menyebabkan kepala dan tumit penderita tertarik ke
belakang, sedangkan badannya melengkung ke depan(kaku duduk sampai
opisthotonus) . Kejang pada otot sfingter perut bagian bawah akan menyebabkan
sembelit dan tertahannya air kemih.
6. Dinding perut tegang (perut papan)
7. Trismus (kesukaran membuka mulut/mulut tertutup).
8. Kesukaran menelan
e.penatalaksanaan
a. Pemberian saluran nafas agar tidak tersumbat dan harus dalam keadaan bersih.
b. Pakaian bayi dikendurkan/dibuka
c. Mengatasi kejang dengan cara memasukkan tongspatel atau
sendok yang sudah dibungkus kedalam mulut bayi agar tidak tergigit giginya dan
untuk mencegah agar lidah tidak jatuh kebelakang menutupi saluran pernafasan.
d. Ruangan dan lingkungan harus tenang
e. Bila tidak dalam keadaan kejang berikan ASI sedikit demi
sedikit, ASI dengan menggunakan pipet/diberikan personde (kalau bayi tidak mau
menyusui).
f. Perawatan tali pusat dengan teknik aseptic dan
antiseptic.
g. Selanjutnya rujuk kerumah sakit, beri pengertian pada
keluarga bahwa anaknya harus dirujuk ke RS
f. Medika perawatan
1.
Di berikan cairan melalui intravena
2. Obat ATS 10.000 untuk perhari di berkan selama 2hari
berturut-turut dengan IM untuk neonatus bisa di berikan IV apa bila tersedia
dapat di berikan human tetanus immununoglobulin(HTIG) 3000-6000IU.im.
3. Ampisilin 100mg/kg/BB hari di bagi 4dosis
4. Tali pusat dibersihkan atau dikompres dengan alkohol betadine
10%
5. Memberikan suntikan anti kejang, obat yang dipakai ialah
kombinasi fenobarbital dan largaktil. Fenobarbital dapat diberikan mula-mula
30-60 mg parenteral, kemudian dilanjutkan dengan dosis maksimum 10 mg per hari.
Largaktil dapat diberikan bersama luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral,
kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari. Kombinasi yang lain
ialah Kloralhidrat yang diberikan lewat anus.
g. Pencegahan
1. Imunisasi aktif
2. Perawatan tali
pusat yang baik
3. Pemberian toksoid tetanus pada ibu hamil 3 kali
berturut-turut pada trimester ke 3
4. Pemotongan tali pusat harus menggunakan alat yang steril
h. komplikasi
h. komplikasi
1. Bronkhopneumonia : infeksi yang terjadi pada bronkus dan
jaringan paru
2. Asfiksia : keadaan dimana bayi baru lahir tidak
dapat bernapas secara spontan dan teratur
3. Sepsis Neonatorum : infeksi bakteri berat yang menyebar
keseluruh tubuh bayi baru lahir
3.1.5. Typus Abdominalis
a.definisi
Typus
abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran
pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna,
gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak usia 12 – 13tahun (
70% - 80% ), pada usia 30 - 40 tahun ( 10%-20% ) dan diatas usia pada anak
12-13 tahun sebanyak ( 5%-10% ). ( Kapita selekta kedokteran edisi 3 ).
Penyakit typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut dengan gejala demam
lebih dari 1 minggu. Gangguan pencernaan yang terjadi adalah bibir kering,
lidah kotor, selaput putih, ada perut kembung nyeri tekan dan gangguan
kesadaran (ngartiyah, 1955).
Typus
abdominalis juga didefinisikan Penyakit infeksi yang disebabkan oleh salmonella
typhi atau salmonella paratyphi A, B, atau C. Penyakit ini mempunyai
tanda-tanda khas berupa perjalanan yang cepat yang berlangsung lebih kurang 3
minggu disertai dengan demam, toksemia, gejala-gejala perut, pembesaran limpa
dan erupsi kulit (Soedarto, 1996).
b.Penyebab Typus Abdominalis
Demam
typhoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella yang
memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan. Penularan S. Typhi terjadi
melalui mulut oleh makanan yang tercemar. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam
lambung oelh asam lambung. Sebagian lagi msuk keusus halus, mencapai jaringan lemfe
dan berkembang biak. Kuman-kuman selanjutnya masuk ke jaringan beberapa organ
tubuh, terutama limpa,usus dan kandung empedu. Demam pada typhus disebabkan
karena S, tyhpi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen
(menimbulkan panas) pada jaringan yang meradang.
Pada
masa penyembuhan, pada penderita masih mengandung Salmonella spp didalam
kandung empedu atau di dalam ginjal. Sebanyak 5% penderita demam tifoid kelak
akan menjadi karier sementara, sedang 2 % yang lain akan menjadi karier yang
menahun. Sebagian besar dari karier tersebut merupakan karier intestinal
(intestinal type) sedang yang lain termasuk urinary type. Kekambuhan yang yang
ringan pada karier demam tifoid,terutama pada karier jenis intestinal,sukar
diketahui karena gejala dan keluhannya tidak jelas.
c.
Jalur Masuk Kuman Penyebab Typus
Demam
tifoid adalah penyakit yang penyebarannya melalui saluran cerna
(mulut,esofagus, lambung, usus 12 jari, usus halus, usus besar, dstnya). S
typhi masuk ketubuh manusia bersama bahan makanan atau minuman yang tercemar.
Cara penyebarannya melalui muntahan, urin, dan kotoran dari penderita yang
kemudiansecara pasif terbawa oleh lalat (kaki-kaki lalat). Lalat itu
mengontaminasi makanan,minuman, sayuran, maupun buah-buahan segar. Saat kuman
masuk ke saluran pencernaan manusia, sebagian kuman mati oleh asam lambung
dan sebagian kumanmasuk ke usus halus.Dari usus halus itulah kuman beraksi
sehingga bisa ” menjebol” usus halus. Setelah berhasil melampaui usus
halus, kuman masuk ke kelenjar getah bening, ke pembuluhdarah, dan ke seluruh
tubuh (terutama pada organ hati, empedu, dan lain-lain). Jika demikian
keadaannya, kotoran dan air seni penderita bisa mengandung kuman S typhi yang
siap menginfeksi manusia lain melalui makanan atau pun minuman yangdicemari.
Pada penderita yang tergolong carrier (pengidap kuman ini namun
tidak menampakkan gejala sakit), kuman Salmonella bisa ada terus menerus
di kotoran danair seni sampai bertahun-tahun. S. thypi hanya berumah di dalam
tubuh manusia.
Oleh
kerana itu, demam tifoid sering ditemui di tempat-tempat di mana penduduknya
kurang mengamalkan membasuh tangan manakala airnya mungkin tercemar dengansisa
kumbahan.Sekali bakteria S. thypi dimakan atau diminum, ia akan membahagi dan
merebak kedalam saluran darah dan badan akan bertindak balas dengan menunjukkan
beberapagejala seperti demam. Pembuangan najis di merata-rata tempat dan
hinggapan lalat(lipas dan tikus) yang akan menyebabkan demam tifoid.
d.
Patologi
HCL
(asam lambung) dalam lambung berperan sebagai penghambat masuknya Salmonella
spp dan lain-lain bakteri usus. Jika Salmonella spp masuk bersama-sama cairan,
maka terjadi pengenceran HCL yang mengurangi daya hambat terhadap
mikroorganisme penyebab penyakit yang masuk. Daya hambat HCL ini akan menurun
pada waktu terjadi pengosongan lamung, sehingga Salmonella spp dapat masuk ke
dalam usus penderita dengan lebih senang. Salmonella spp seterusnya memasuki
folikel-folikel limfe yang terdapat di dalam lapisan mukosa atau submukosa
usus, bereplikasi dengan cepat untuk menghasilkan lebih banyak Salmonella
spp. Setelah itu, Salmonella spp memasuki saluran limfe dan akhirnya mencapai
aliran darah. Dengan demikian terjadilah bakteremia pada penderita.Dengan
melewati kapiler-kapiler yang terdapat dalam dinding kandung empedu atau secara
tidak langsung melalui kapiler-kapiler hati dan kanalikuli empedu,
maka bakteria dapat mencapai empedu yang larut disana.
Melalui
empedu yang infektif terjadilah invasi kedalam usus untuk kedua kalinya
yang lebih berat daripada invasitahap pertama. Invasi tahap kedua ini
menimbulkan lesi yang luas pada jaringan limfe usus kecil sehingga
gejala-gejala klinik menjadi jelas. Demam tifoid merupakan salah satu
bekteremia yang disertai oleh infeksi menyeluruh dan toksemia yang dalam.Berbagai
macam organ mengalami kelainan, contohnya sistem hematopoietik yang membentuk
darah, terutama jaringan limfoid usus kecil, kelenjar limfe abdomen,limpa dan
sumsum tulang. Kelainan utama terjadi pada usus kecil, hanya kadang-kadang pada
kolon bagian atas, maka Salmonella paratyphi B dapat menimbulkan lesi pada
seluruh bagian kolon dan lambung. Pada awal minggu kedua dari penyakit demam
tifoid terjadi nekrosis superfisial yang disebabkan oleh toksin bakteri atau
yang lebih utama disebabkan oleh pembuntuan pembuluh-pembuluh darah kecil
oleh hiperplasia sel limfoid (disebut sel tifoid). Mukosa yang nekrotik
kemudian membentuk kerak, yang dalam minggu ketiga akanlepas sehingga terbentuk
ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong tak teratur dengan sumbu panjang ulkus
sejajar dengan sumbu usus. Pada umumnya ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang
jika submukosa terkena, dasar ulkus dapat mencapai dinding otot dari usus
bahkan dapat mencapai membran serosa.Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang
nekrotik dan terbentuk ulkus, maka perdarahan yang hebat dapat terjadi
atau juga perforasi dari usus. Kedua komplikasi tersebut yaitu perdarahan hebat
dan perforasi merupakan penyebab yang paling sering menimbulkan kematian pada
penderita demam tifoid.
Meskipun
demikian, beratnya penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai dengan
beratnya ulserasi. Toksemia yang hebat akan menimbulkan demam tifoid yang berat
sedangkan terjadinya perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah
terjadi ulserasi yang berat. Pada serangan demam tifoid yang ringan dapat
terjadi baik perdarahan maupun perforasi.Pada stadium akhir dari demam tifoid,
ginjal kadang-kadang masih tetap mengandung kuman Salmonella spp sehingga
terjadi bakteriuria. Maka penderita merupakan urinary karier penyakit tersebut.
Akibatnya terjadi miokarditis toksik, otot jantung membesar dan melunak.
Anak-anak dapat mengalami perikarditis tetapi jarang terjadi endokaritis.
Tromboflebitis, periostitis dan nekrosis tulang dan juga bronkhitis serta
meningitis kadang-kadangdapat terjadi pada demam tifoid.
e. Etiologi typus abdominalis
1. Salmonella typhi
Batang gram negative, bergerak dengan rambut
Batang gram negative, bergerak dengan rambut
getar, tidak berspora. Mempunyai
sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu
- antigen O (somatic, terdiri darizat komplekliopolisakarida)
- antigen H(flagella)
- antigen V1 dan protein membrane hialin.
- antigen H(flagella)
- antigen V1 dan protein membrane hialin.
2.
Salmonella parathypi A
3.
Salmonella parathypi B
4. Salmonella parathypi C
5. Feses, urin dan muntahan penderita
5. Feses, urin dan muntahan penderita
f.
Gambaran Klinik
Masa
inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya adalah 10-12hari.
Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa :
anoreksia, rasa malas, sakit kepala bagian depan, nyeri otot, lidah
kotor , gangguan perut (perut meragam dan sakit). Gambaran klasik demam
tifoid (Gejala Khas), Biasanya jika gejala khas itu yang tampak, diagnosis
kerja pun bisa langsung ditegakkan. Yang termasuk gejala khas Demam tifoid
adalah sebagai berikut.
Minggu
Pertama (awal terinfeksi)Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala
penyakit itu pada awalnya samadengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti
demam tinggi yang berpanjangan yaitusetinggi 39Āŗc hingga 40Āŗc, sakit kepala,
pusing, pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara
80-100 kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakincepat dengan gambaran
bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan
sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama,diare lebih sering terjadi.
Khas lidah pada penderitaadalah kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta
bergetar atau tremor. Episteksis dapat dialami oleh penderita sedangkan
tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke perawat/dokter
pada periode tersebut, akan menemukan demam dengangejala-gejala di atas yang bisa
saja terjadi pada penyakit-penyakit lain juga. Ruam kulit (rash) umumnya
terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomendisalah satu sisi dan tidak
merata, bercak-bercak ros (roseola) berlangsung 3-5 hari, kemudian hilang
dengan sempurna. Roseola terjadi terutama pada penderita golongankulit putih
yaitu berupa makula merah tua ukuran 2-4 mm, berkelompok, timbul paling
sering pada kulit perut, lengan atas atau dada bagian bawah, kelihatan
memucat bila ditekan. Pada infeksi yang berat, purpura kulit yang difus
dapat dijumpai. Limpamenjadi teraba dan abdomen mengalami distensi.
Minggu
KeduaJika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap
hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore
atau malam hari.Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus
menerus dalam keadaantinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan
sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif nadi penderita.
Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini
relatif nadi lebih lambatdibandingkan peningkatan suhu tubuh.Gejala toksemia
semakin berat yang ditandai dengan keadaan penderita yangmengalami delirium.
Gangguan pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat.
Nadi semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi
lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibatterjadi perdarahan.
Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi.Gangguan
kesadaran. Mengantuk terus menerus, mulai kacau jika berkomunikasi
danlain-lain.
Minggu
Ketiga Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu.
Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan
membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun
demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung
untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin
memburuk, dimana toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa
delirium atau stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan
inkontinensia urin.Meteorisme dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen
sangat meningkat diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami
kolaps. Jika denyut nadi sangat meningkat disertai oleh peritonitis lokal
maupun umum, maka hal inimenunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkan
keringat dingin, gelisah, sukar bernapas dan kolaps dari nadi yang
teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi miokardial
toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian penderita demam tifoid
pada minggu ketiga.
Minggu
keempat Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini dapat
dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena femoralis. Relaps
(berulangnya gejala penyakit tifus abdominalis). Pada
mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikia juga hanya menghasilkan
kekebalan yang lemah, kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung dalam waktu yang
pendek.Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer tetapidapat
menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut.Sepuluh persen
dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.
g. Diagnosa
-
Diagnosis kerja
Dari
anamnesis dan pemeriksaan jasmani dapat dibuat diagnosis “observasi tifus
abdominalis. Untuk memastikan diagnosis perlu dikerjakan pemeriksaan
laboratorium sebagai berikut:
1. Pemeriksaan yang berguna untuk
menyokong diagnosis
a.
Pemeriksaan darah tepi
Terdapat
gambaran leukopemia, limfositosis relative dan aneosinofilia pada permulaan
sakit. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan. Pemeriksaan darah
tepi sederhana, mudah dikerjakan di laboratorium yang sederhana akan tetapi
bergunauntuk membantu diagnosis yang cepat
b. Pemeriksaan sumsum tulang
Dapat
digunakan untuk menyokong diagnosis. Pemeriksaan ini termasuk pemeriksaan rutin
yang sederhana. Terdapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif RES dengan
adanya sel makrofag, sedangkan system eritropoesis, granulopoesis dan
trombopoesis
2. Pemeriksaan laboratorium untuk
membuat diagnosis
Biakan
empedu untuk menemukan salmonella thypi dan pemeriksaan widal ialah pemeriksaan
yang dapat dipakai untuk membuat diagnosis tifus abdominalis yang pasti. Kedua
pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada waktu masuk dan setiap minggu
berikutnya.
a.
Biakan empedu
Basil
salmonela thyposa dapat ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu
pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urin dan feses dan
mungkin akan tetap positif untuk waktu yang lama. Oleh karena itu pemeriksaan
yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakan diagnosis, sedangkan
pemeriksaan negative dari contoh urin dan feses dua kali berturut-turut
digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan tidak
menjadi pembawa kuman (karier).
b.
pemeriksaan widal
-
widal dengan titer lebih dari 1/80, 1/160 dst, semakin kecil titrasi menunjukan
semakin besar penyakitnya
- hati-hati dengan penyakit lain yang
menyertai misalnya demam berdarah atau hepatitis
-
Diagnosis banding
Bila
terdapat demam lebih dari satu minggu sedangkan penyakit dapar menerangkan
penyebab demam tersebut belum jelas, perlulah dipertimbangkan pula selain typus
abdominalis, penyakit-penyakit sebagai berikut : paratifoid A, B, C, influensa,
malaria, tuberculosis, dengue, pneumonia lobaris dll.
h. Pencegahan
Langkah-langkah
pencegahan :
1.
Vaksinasi
dengan menggunakan vaksin T.A.B (mengandung basil tifoid dan paratifoid A
dan B yang dimatikan ) yang diberikan subkutan 2 atau 3 kali pemberian dengan
interval 10 hari merupakan tindakan yang praktis untuk mencegah penularan demam
tifoid Jumlah kasus penyakit itu di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar
358-810 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Suntikan imunisasi tifoid boleh
dilakukan setiap dua tahun manakala vaksin oral diambil setiap lima tahun.
Bagaimanapun,vaksinasi tidak memberikan jaminan perlindungan 100 persen.
2.
Minum
air yang telah dimasak saja. Masak air sekurang-kurangnya lima minit penuh
3.
Buat
air es batu menggunakan air yang dimasak.
4.
Gunakan
penyepit, sendok, atau garpu bersih untuk mengambil makanan.Buah- buahan
hendaklah dikupas dan dibilas sebelum dimakan.
5.
Cuci
tangan dengan sabun dan air bersih sebelum menyedia atau memakan makanan,
membuang sampah, memegang bahan mentah atau selepas membuang air besar. Pilih
gerai dan pengendali makanan yang bersih.
6.
Dalam
keadaan sekarang, ada baiknya menghindari membeli makanan atau minuman pada
tempat terbuka atau ramai.
i. Pengobatan Typus Abdominalis
Obat-obat antimikroba yang sering
digunakan adalah :
- Kloramfenikol : Kloramfenikol masih
merupakan obat pilihan utama pada pasien demam tifoid. Dosis untuk orang dewasa
adalah 4 kali 500 mg perhari oral atauintravena,sampai 7 hari bebas demam.
Penyuntikan kloramfenikol siuksinatintramuskuler tidak dianurkan karena
hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat suntikan terasa nyeri.
Dengan kloramfenikol,demam pada demam tifoid dapat turun rata 5 hari.
- Tiamfenikol : Dosis dan efektivitas
tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologis
pada penggunaan tiamfenikol lebih jarangdaripada klloramfenikol. Dengan
penggunaan tiamfenikol demam pada demamtiofoid dapat turun rata-rata 5-6 hari
- Ko-trimoksazol (Kombinasi
Trimetoprim dan Sulfametoksazol) : Efektivitas ko-trimoksazol kurang lebih sama
dengan kloramfenikol,Dosis untuk orang dewasa,2kali 2 tablet sehari, digunakan
sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80mg trimetoprim dan 400 mg
sulfametoksazol) dengan ko-trimoksazol demam rata-rataturun d setelah 5-6 hari.
- Ampislin dan Amoksisilin : Dalam hal
kemampuan menurunkan demam,efektivitasampisilin dan amoksisilin lebih kecil
dibandingkan dengan kloramfenikol.Indikasimutlak penggunannnya adalah pasien
demam tifoid dengan leukopenia.Dosis yangdianjurkan berkisar antara 75-150
mg/kgBB sehari,digunakan sampai 7 hari bebasdemam. Dengan Amoksisilin dan
Ampisilin,demam rata-rata turun 7-9 hari.
- Sefalosporin generasi ketiga :
Beberapa uji klinis menunjukkan bahwa sefalosporin generasi ketiga antara lain
Sefoperazon,seftriakson, dan sefotaksim efektif untuk demam tifoidtetapi
dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
- Fluorokinolon : Fluorokinolon
efektif untuk demam tifoidtetapi dosis dan lama pemberian belum diketahui
dengan pasti.
4.1. Neurologi
4.1.1. KEJANG
DEMAM
MENGENAL KEJANG DEMAM
GAMBAR
KEJANG DEMAM
|
a.
Anamnesis
Dari anamnesis ditanyakan:
- Adanya kejang, jenis kejang,
kesadaran, lama kejang, suhu sebelum/saat kejang, frekuensi, interval, pasca
kejang, penyebab kejang di luar SSP.
- Tidak ada riwayat kejang tanpa demam
sebelumnya.
- Riwayat kelahiran, perkembangan,
kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam keluarga (kakak-adik, orangtua).
-
Singkirkan
dengan anamnesis penyebab kejang yang lain.2,7 b.Pemeriksaan
fisik
Pada kejang demam sederhana, tidak
dijumpai kelainan fisik neurologi maupun laboratorium. Pada kejang demam
kompleks, dijumpai kelainan fisik neurologi berupa hemiplegi, diplegi. Dari
pemeriksaan fisik dan neurologis. Kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang
meningeal, tanda peningkatan tekanan intrakranial, dan tanda infeksi di luar
SSP. Pada umumnya tidak dijumpai adanya kelainan neurologis, termasuk tidak ada
kelumpuhan nervi kranialis.
Pemeriksaan
fisik lengkap meliputi pemeriksaan pediatrik dan neurologik, pemeriksaan ini
dilakukan secara sistematis dan berurutan seperti berikut :
1) Kesadaran tiba-tiba menurun
sampai koma dan berlanjut dengan hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik,
posisi deserebrasi, reaksi pupil terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya
kuadriparesis flasid mencurigakan terjadinya perdarahan intraventikular.
2) Pada kepala apakah terdapat
fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan yang disebabkan oleh trauma.
Ubun-ubun besar yang tegang dan membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan
intrakranial yang dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural.
3) Pada bayi yang lahir dengan
kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin dikepala atau
fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan penyuntikan obat anestesi
pada ibu.
4) Transluminasi kepala yang
positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan subdural atau kelainan bawaan
seperti parensefali atau hidrosefalus.
5) Pemeriksaan umum penting
dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan bising jantung, yang dapat
membantu diagnosis iskemia otak.1,2,4
c. Pemeriksaan laboratorium
tidak
dilakukan secara rutin, namun untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam,
atau keadaan lain. Pemeriksaan yang dapat dikerjakan adalah pemeriksaan darah
perifer, elektrolit dan gula darah.
Darah
- Glukosa
Darah
: Hipoglikemia
merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)
- BUN
: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
- Elektrolit
: K, Na
-
Ketidakseimbangan
elektrolit merupakan predisposisi kejang
-
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
- Natrium ( N
135 – 144 meq/dl )
- Ureum/ kreatinin : dapat
maningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang
- Kadar obat dalam serum : untuk
membuktikan batas obat anti konvulsi yang terapeutik.6,7
d.Pungsi
lumbal
Tindakan
pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak
jelas, maka tindakan pungsi lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut:
-
Bayi
kuang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan.
-
Bayi
antara 12-18 bulan dianjurkan.
-
Bayi >18 bulan tidak rutin, kecuali bila
ada tanda-tanda meningitis.6
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal
(cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan
meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi
(usia < 12 bulan) karena gejala dan tanda meningitis pada bayi mungkin
sangat minimal atau tidak tampak. Pada kejang demam pertama di usia antara
12-18 bulan, ada beberapa pendapat berbeda mengenai prosedur ini. Berdasar
penelitian yang telah diterb itkan, cairan serebrospinal yang abnormal umumnya
diperoleh pada anak dengan kejang demam yang :
- Memiliki tanda peradangan selaput
otak (contoh : kaku leher)
-
Mengalami
complex partial seizure
- Kunjungan ke dokter dalam 48 jam
sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya)
-
Kejang
saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)
- Keadaan post-ictal (pasca kejang)
yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam setelah kejang demam adalah
normal.
-
Kejang pertama setelah usia 3 tahun
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan
jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan
kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah
menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi,
karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan untuk
dilakukan.
e.Elektroensefalografi (EEG)
Pada
pemeriksaan EEG didapatkan gelombang abnormal berupa gelombang-gelombang lambat
fokal bervoltase tinggi, kenaikan aktivitas delta, relatif dengan gelombang
tajam. Perlambatan aktivitas EEG kurang mempunyai nilai prognostic, walaupun
penderita kejang demam kompleks lebih sering menunjukkan gambaran EEG abnormal.
EEG juga tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi di
kemudian hari. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memprediksi berulangnya kejang, atau memperkirakan
kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang demam. Tidak
direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas (misalnya kejang
demam komplikata pada anak usia >6 tahun atau kejang demam fokal).1,2,7
f.Pencitraan
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti CT-scan atai MRI jarang sekali dikerjakan untuk kejang demam sederhana, tidak rutin dan tidak berguna, tapi dapat dipertimbangkan pada kejang demam berulang dan kejang demam kompleks atau atipik terutama yang memiliki defisiensi neurologis sebelum terjadinya kejang demam seperti kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papiledema.
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti CT-scan atai MRI jarang sekali dikerjakan untuk kejang demam sederhana, tidak rutin dan tidak berguna, tapi dapat dipertimbangkan pada kejang demam berulang dan kejang demam kompleks atau atipik terutama yang memiliki defisiensi neurologis sebelum terjadinya kejang demam seperti kelainan neurologic fokal yang menetap (hemiparesis), paresis nervus VI, papiledema.
g. Working Diagnosis
Kejang
Demam Sederhana
Definisi
Kejang
demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan
oleh kelainan ekstrakranial. Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk
diagnosa kejang demam adalah 38 derajat celcius atau lebih suhu rektal. Kejang
terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok neuron otak yang
mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau dari
substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar otak.
Kejang
demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan
suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara.
Kejang demam adalah serangan pada anak yang terjadi dari kumpulan gejala dengan
demam. Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat
sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh
adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau
virus. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan
kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada
usia anak dibawah lima tahun. Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau
anak, biasanya terjadi antara umur 6 bulan dan 5 tahun. Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk
dalam kejang demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan
tidak termasuk dalam kejang demam. Kejang demam dibagi atas kejang demam
sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam kompleks adalah kejang demam
fokal, lebih dari 15 menit, atau berulang dalam 24 jam. Pada kejang demam
sederhana kejang bersifat umum, singkat, dan hanya sekali dalam 24 jam.1,2
Klasifikasi
Kejang
demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Belum jelas, kemungkinan dipengaruhi oleh faktor keturunan/genetik. Berikut
gejala Kejang demam. Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu:
1.
Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure),
dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut:
-
Kejang
berlangsung singkat, < 15 menit
-
Kejang
umum tonik dan atau klonik
-
Tanpa
gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
-
Terjadi
pada usia 6 bulan-4 tahun
-
Umunya
berhenti sendiri dan pasien segera sadar
-
Kejang
timbul pada 16 jam pertama setelah timbulnya demam
-
Tidak
ada kelainan neurologi sebelum & setelah kejang
-
Frekuensi
kejang kurang dari 4x dalam 1 tahun
-
Pemeriksaan
EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tak menunjukkan adanya
kelainan
2.
Kejang Demam Komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala
klinis sebagai berikut:
- Kejang
lama, > 15 menit
- Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial
- Berulang
atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam1,2,7
h.Diagnosis Banding
Meningitis Bakterialis
Definisi
Meningitis Bakterialis adalah peradangan pada meningen
(selaput otak) yang disebabkan oleh bakteri.Meningitis paling sering menyerang
anak-anak usia 1 bulan- 2 tahun. Lebih jarang terjadi pada dewasa, kecuali
mereka yang memiliki faktor resiko khusus. Wabah meningitis meningokokus bisa
terjadi dalam suatu lingkungan, misalnya perkemahan militer, asrama mahasiswa
atau sekumpulan orang yang berhubungan dekat.
Etiologi
Bakteri
yang menjadi penyebab dari lebih 80% kasus meningitis adalah Neisseria
meningitides, Hemophilus influenza, Streptococcus pneumoniae. Ketiga jenis
bakteri tersebut, dalam keadaan normal terdapat di lingkungan sekitar dan
bahkan bisa hidup di dalam hidung dan sistem pernafasan manusia tanpa
menyebabkan keluhan.Kadang ketiga organisme tersebut menginfeksi otak tanpa
alasan tertentu.
Pada
kasus lainnya, infeksi terjadi setelah suatu cedera kepala atau akibat kelainan
sistem kekebalan.Resiko terjadinya meningitis bakterialis meningkat pada
penyalahguna alcohol, telah menjalani splenektomi (pengangkatan limpa),
penderita infeksi telinga dan hidung menahun, pneumonia pneumokokus atau
penyakit sel sabit. Bakteri lainnya yang juga bisa menyebabkan meningitis
adalah Escherichia coli (dalam keadaan normal ditemukan di dalam usus dan
tinja) dan Klebsiella. Infeksi karena bakteri ini biasanya terjadi setelah
suatu cedera kepala, pembedahan otak atau medula spinalis, infeksi darah atau
infeksi yang didapat di rumah sakit; infeksi ini lebih sering terjadi pada
orang yang memiliki kelainan sistem kekebalan. Penderita gagal ginjal atau
pemakai kortikosteroid jangka panjang memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
menderit meningitis yang disebabkan oleh bakteri Listeria.
Gejala
Klinis
Demam,
sakit kepala, kaku kuduk, sakit tenggorokan dan muntah (yang seringkali terjadi
setelah kelainan sistem pernafasan), merupakan gejala awal yang utama dari
meningitis. Kaku kuduk bukan hanya terasa sakit, tetapi penderita tidak dapat
atau merasakan nyeri ketika dagunya ditekuk/disentuhkan ke dadanya.Penderita
dewasa menjadi sangat sakit dalam waktu 24 jam, sedangkan anak-anak lebih
cepat. Anak yang lebh tua dan dewasa dapat menjadi mudah tersinggung, linglung
dan sangat mengantuk. Bisa berkembang menjadi stupro, koma dan akhirnya
meninggal.
Infeksi
menyebabkan pembengkakan jaringan otak dan menghalangi aliran darah, sehingga
timbul gejala-gejala stroke (termasuk kelumpuhan). Beberapa penderita mengalami kejang. Sindroma Waterhouse-Friderichsen merupakan infeksi oleh Neisseria meningitidis yang berkembang
dengan cepat, dengan gejala berupa diare hebat, muntah, kejang, perdarahan
internal, tekanan darah rendah, syok, yang seringkali berakhir dengan kematian.
Pada anak- anak yang berusia sampai 2 tahun, meningitis biasanya menyebabkan
demam, gangguan makan, muntah, rewel, kejang dan menangis dengan nada tinggi
(high pitch cry). Kulit diatas ubun-ubun menjadi tegang dan ubun-ubun bisa
menonjol. Aliran cairan di sekeliling otak bisa mengalami penyumbatan,
menyebabkan pelebaran tengkorak (keadaan yang disebut hidrosefalus). Bayi yang
berusia dibawah 1 tahun tidak mengalami kaku kuduk.
i. Ensefalitis
Definisi
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan
oleh virus atau mikro organisme lain yang non purulent. Patogenesis Ensefalitis
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah
masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau
organ tertentu. Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut. Penyebaran melalui
saraf-saraf : virus berkembang biak di Permukaan selaput lendir dan menyebar
melalui sistem saraf. Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan
demam, sakit kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri
ekstremintas dan pucat. Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan
perilaku, gangguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda Neurologis
tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf otak.
Etiologi
Penyebab
terbanyak adalah virus seperti Herpes simplex dan Arbo virus sedangkan yang
Jarang biasanya Entero virus, Mumps, Adeno virus. Ensefalitis supuratif akut :
Bakteri
penyebab Esenfalitis adalah : Staphylococcusaureus, Streptokokokus, E.Coli,
Mycobacterium dan T. Pallidum. Ensefalitis virus: Virus yang menimbulkan adalah
virus RNA (Virus Parotitis) virus morbili,virus rabies,virus rubella,virus
denque,virus polio,cockscakie A,B,Herpes Zoster,varisela,Herpes
simpleks,variola.
Gejala Klinis
Panas
badan meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah lethargy , kadang
disertai kaku kuduk apabila infeksi mengenai meningen. Anak tampak gelisah
kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan penglihatan,
pendengaran ,bicara dan kejang.
j. Abses Otak
Definisi
Abses
otak adalah penumpukan nanah di otak. Biasanya tumpukan nanah ini mempunyai
selubung yang disebut kapsel. Tumpukan bisa tunggal atau terletak beberapa
tempat di otak. Abses otak timbul karena ada infeksi pada otak. Infeksi ini
bisa berasal dari bagian tubuh lain, menyebar lewat jaringan secara langsung
atau melalui pembuluh darah. Infeksi juga dapat timbul karena ada benturan
hebat pada kepala, misalnya pada kecelakaan lalu lintas.
Etiologi
Bakteri
yang paling sering menyebabkan abses otak adalah dari golongan streptococci,
kebanyakan bakteri ini tidak membutuhkan oksigen dalam hidupnya (anaerobik).
Bakteri streptococci ini seringkali berkombinasi dengan bakteri anaerobik
lainnya, seperti bacteroides, propionibacterium, dan proteus. Beberapa jenis
bakteri lainnya pun mempunyai potensi untuk menimbulkan abses otak. Jamur juga
dapat menjadi penyebab abses otak. Beberapa jenis jamur yang berperan terhadap
pernanahan ini antara lain candida, mucor, dan aspergillus.
Gejala Klinis
Gejala
klinis abses otak antara lain nyeri kepala, demam, muntah atau kesadaran
menurun. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kaku kuduk, kejang, kelumpuhan
sebelah badan, serta tanda-tanda peningkatan tekanan dalam kepala. Kadang kala
ditemukan infeksi pada bagian tubuh lain, misalnya pada telinga tengah, tulang
mastoid, sinus, paru-paru, atau jantung, yang dicurigai sebagai sumber
pernanahan.
Pemeriksaan
laboratorium menunjukkan peningkatan sel darah putih dan peningkatan laju endap
darah (LED). Cairan otak yang diambil lewat ruas tulang belakang bagian
pinggang (Pungsi Lumbal) memperlihatkan tekanan yang tinggi, jumlah protein
yang lebih dari normal, tetapi kadar klorida dan glukosa masih dalam batas
normal. Pada pemeriksaan scan kepala, tampak bayangan dengan kepadatan rendah,
terutama di pusat bayangan, dan terlihat cincin yang menggambarkan kapsel
abses.7
k. Epidemiologi
Kejang
demam terjadi pada 2 – 4 % dari populasi anak 6 bulan sampai 5 tahun. 80 %
adalah kejang demam sederhana sedangkan 20 % kasus adalah kejang demam
kompleks. 8 % berlangsung lama ( lebih dari 15 menit ). 16 % berulang dalam
waktu 24 jam. Kejang pertama terbanyak di antara 17 – 23 bulan. Anak laki –
laki lebih sering mengalami kejang demam. Bila kejang demam sederhana yang
pertama terjadi pada umur kurang dari 12 bulan, maka risiko kejang demam kedua
50 %, dan bila kejang demam sederhana pertama terjadi setelah umur 12 bulan
menurun menjadi 30 %. Setelah kejang demam pertama, 2 – 4 % anak akan
berkembang menjadi epilepsi dan ini 4 kali risikonya dibandingkan populasi
umum.
Kejang demam terjadi pada 2-4%
populasi anak berumur 6 bulan-5 tahun. Paling sering pada usia 17-23 bulan.
Sedikit yang mengalami kejang demam pertama sebelum umur 5-6 bulan atau setelah
5-8 tahun. Biasanya setelah usia 6 tahun pasien tidak kejang demam lagi. Kejang
demam diturunkan secara dominant autosomal sederhana. Faktor prenatal dan
perinatal berperan dalam kejang demam. Sebanyak 80 % kasus kejang demam adalah
kejang demam sederhana,dan 20 % nya kejang demam kompleks. Sekitar 8%
berlangsung lama (> 15 menit), 16 % berulang dalam waktu 24 jam.4,7
Etiologi
Semua
jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam
dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang
demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut, pneumonia,
gastroenteritis akut, exantema subitum, bronchitis, dan infeksi saluran kemih.
Selain itu juga infeksi diluar susunan syaraf pusat seperti tonsillitis,
faringitis, forunkulosis serta pasca imunisasi DPT (pertusis) dan campak
(morbili) dapat menyebabkan kejang demam.
Faktor lain yang mungkin berperan terhadap terjadinya kejang
demam adalah :
-
Produk toksik mikroorganisme terhadap otak
(shigellosis, salmonellosis)
-
Respon
alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi.
-
Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.
-
Gabungan dari faktor-faktor diatas.
Kejang
dapat disebabkan oleh berbagai kondisi patologis, termasuk tumor otak, trauma,
bekuan darah pada otak, meningitis, ensefalitis, gangguan elektrolit, dan
gejala putus alkohol dan obat gangguan metabolik, uremia, overhidrasi, toksik
subcutan dan anoksia serebral. Sebagian kejang merupakan idiopati (tidak
diketahui etiologinya).
1)
Intrakranial
Asfiksia
: Ensefolopati hipoksik-iskemik
Trauma
(perdarahan) : perdarahan subaraknoid, subdural, atau intra ventricular
Infeksi : Bakteri, virus, parasit
Kelainan
bawaan : disgenesis korteks serebri, sindrom zelluarge, Sindrom
Smith-Lemli-Opitz.
2)
Ekstra cranial
Gangguan
metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomognesemia, gangguan elektrolit (Na
dan K)
Toksik
: Intoksikasi anestesi lokal, sindrom putus obat.
Kelainan
yang diturunkan : gangguan metabolisme asam amino, ketergantungan dan
kekurangan produksi kernikterus.
3)
Idiopatik
Kejang
neonatus fanciliel benigna, kejang hari ke-5.2,4,7
Patofisiologi
5.1.
Gastroeantalogi
5.1.1
Muntah dan gumoh
a. Definisi
Muntah atau emesis adalah keadaan
dimana dikeluarkannya isi lambung secara ekspulsif atau keluarnya kembali
sebagian besar atau seluruh isi lambung yang terjadi setelah agak lama makanan
masuk kedalam lambung. Usaha
untuk mengeluarkan isi lambung akan terlihat sebagai kontraksi otot perut.
b.
Etiologi
- Organik
1.
Gastrointestinal
Obstruksi : Atresia esofagus
Non obstruksi : Perforasi lambung
2.
Ekstra gastrointestinal
Insufisiensi ginjal, obstruksi urethra, susunan syaraf
pusat,
peningkatan tekanan intra cranial (TIK).
- Non
organik
Teknik pemberian minum yang salah,
makanan/minuman yang tidak cocok atau terlalu banyak, keracunan, obat-obat
tertentu, kandidasis oral.
c.
Patofisiologi
Suatu keadaan dimana anak atau bayi menyemprotkan
isi perutnya keluar, kadang-kadang seluruh isinya di kelurkan. Pada bayi sering
timbul pada minggu-minggu pertama, hal tersebut merupakan aksi reflek yang di
koordinasi dalam medulla oblomata dimana isi lambung dikeluarkan dengan paksa
melalui mulut. Muntah dapat dikaitkan dengan keracunan, penyakit saluran
pencernaan, penyakit intracranial dan toksin yang dihasilkan oleh bakteri.
d.
Komplikasi
Kehilangan cairan tubuh/elektrolit
sehingga dapat menyebabkan dehidrasi Karena sering muntah dan tidak mau
makan/minum dapat menyebabkan ketosis Ketosis akan menyebabkan asidosis yang
akhirnya bisa menjadi renjatan (syok) Bila muntah sering dan hebat akan terjadi
ketegangan otot perut, perdarahan, konjungtiva, ruptur, esophagus, infeksi
mediastinum, aspirasi muntah jahitan bisa lepas pada penderita pasca operasi
dan timbul perdarahan.
e.
Penatalaksanaan
-
Utamakan penyebabnya
-
Berikan suasana tenang dan nyaman
-
Perlakukan bayi/anak dengan baik dan hati-hati
-
Kaji sifat muntah
-
Simptomatis dapat diberi anti emetik (atas kolaborasi dan instruksi dokter)
-
Kolaborasi untuk pengobatan suportif dan obat anti muntah (pada anak tidak
rutin digunakan) :
1. Metoklopramid
2. Domperidon (0,2-0,4
mg/Kg/hari per oral)
3. Anti histamin
4. Prometazin
5. Kolinergik
6. Klorpromazin
7. 5-HT-reseptor antagonis
8. Bila
ada kelainan yang sangat penting segera lapor/rujuk ke rumah sakit/ yang
berwenang.
Gumoh
a.
Definisi.
Gumoh adalah
keluarnya kembali susu yang telah ditelan ketika atau beberapa saat setelah
minum susu botol atau menyusui pada ibu dan jumlahnya hanya sedikit.
b.
Etiologi
-
Anak/bayi yang sudah kenyang
-
Posisi anak atau bayi yang salah saat menyusui akibatnya udara masuk kedalam
lambung
-
Posisi botol yang tidak pas
-
Terburu-buru atau tergesa-gesa dalam menghisap
-
Akibat kebanyakan makan
-
Kegagalan mengeluarkan udara
c.
Patofisiologi
Pada keadaan gumoh, biasanya sudah
dalam keadaan terisi penuh sehingga kadang-kadang gumoh bercampur dengan air
liur yang mengalr kembali keatas dan keluar melalui mulut pada
sudut-sudut bibir. hal tersebut disebabkan karena otot katub di ujung lambung
tidak bias bekerja dengan baik yang seharusnya mendorong isi lambung ke
bawah . keadaan ini juga bias terjadi pada orang dewasa dan anak-anak
yang lebih besar. Kebanyakan gumoh terjadi pada bayi usia bulan-bulan pertama
d.
Penatalaksanaan
-
Kaji penyebab gumoh
- Gumoh
yang tidak berlebihan merupakan keadaan yang normal pada bayi yang umurnya
dibawah 6 bulan, dengan memperbaiki teknik menyusui/memberikan susu.
-
Saat memberikan ASI/PASI kepala bayi ditinggikan
-
Botol tegak lurus/miring jangan ada udara yang terisap
- Bayi/anak
yang menyusui pada ibu harus dengan bibir yang mencakup rapat puting susu ibu
-
Sendawakan bayi setelah minum ASI/PASI
- Bila
bayi sudah sendawa bayi dimiringkan kesebelah kanan, karena bagian terluas
lambung ada dibawah sehingga makanan turun kedasar lambung yang luas
-
Bila bayi tidur dengan posisi tengkurap, kepala dimiringkan ke kanan
f.
Diagnosis banding
Gumoh berbeda dengan muntah
Gumoh
terjadi karena ada udara di dalam lambung yang terdorong keluar kala makanan
masuk ke dalam lambung bayi. Gumoh terjadi secara pasif atau terjadi secara
spontan. Berbeda dari muntah, ketika isi perut keluar karena anak
berusaha mengeluarkannya. Dalam kondisi normal, gumoh bisa dialami bayi antara
1 - 4 kali sehari.
Gumoh dikategorikan normal, jika
terjadinya beberapa saat setelah makan dan minum serta tidak diikuti
gejala lain yang mencurigakan. Selama berat badan bayi
meningkat sesuai standar kesehatan, tidak rewel, gumoh tidak bercampur
darah dan tidak susah makan atau minum, maka gumoh tak perlu dipermasalahkan.
5.1.2.
Diare
a. Definisi
Diare adalah buang
air besar dengan frekuensi 3x atau lebih per hari, disertai perubahan tinja
menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang terjadi pada bayi dan anak
yang sebelumnya tampak sehat (A.H. Markum, 1999).
b.
Etiologi
-
Bayi terkontaminasi feses ibu yang mengandung kuman patogen saat dilahirkan
-
Infeksi silang oleh petugas kesehatan dari bayi lain yang mengalami diare,
hygiene dan sanitasi yang buruk
-
Dot yang tidak disterilkan sebelum digunakan
-
Makanan yang tercemar mikroorganisme (basi, beracun, alergi)
-
Intoleransi lemak, disakarida dan protein hewani
-
Infeksi kuman E. Coli, Salmonella, Echovirus, Rotavirus dan Adenovirus
-
Sindroma malabsorbsi (karbohidrat, lemak, protein)
-
Penyakit infeksi (campak, ISPA, OMA)
-
Menurunnya daya tahan tubuh (malnutrisis, BBLR, immunosupresi, terapi
antibiotik)
c. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang dapat menyebabkan
diare adalah :
a.
Gangguan ostimotik
Akibat terdapatnya makanan atau
zat yang tidak dapat di serap oleh tubuh akan menyebabkan tekanan osmotic dalam
rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkan isi dari usus sehingga timbul diare.
b.
Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu, misalnya
oleh toksin pada dinding usus yang akan menyebabkan peningkatan sekresi air dan
elektrolit yang berlebihan dalam rongga usus, sehingga akan terjadi
peningkatan-peningkatan isi dari rongga usus yang akan merangsang pengeluaran
isi dari rongga usus sehingga timbul diare.
c.
Gangguan molititas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan
berkurangnya kesempatan bagi usus untuk menyerap makanan yang masuk, sehingga
akan timbul diare.tetapi apabila terjadi keadaan yang sebaliknya yaitu
penurunan dari peristaltik usus akan dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri yang
berlebiham di dalam rongga usus sehingga akan menyebabkan diare juga.
Pathogenesis diare
akut:
a) Maksudnya
jasad renik yang masih hidup kedalam usus halus setelah berhasil melewati
rintangan asam lambung.
b)
Jasad renik tersebut akan berkembang baik(multiplikasi) didalam usus halus.
c)
Dari jasad renik tersebut akan keluar toksin (toksin diaregenik)
d)
Akibat toksin tersebut akan terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan diare.
d. Komplikasi
-
Kehilangan
cairan dan elektrolit yang berlebihan (dehidrasi, kejang dan demam)
- Syok
hipovolemik yang dapat memicu kematian
- Penurunan berat
badan dan malnutrisi
- Hipokalemi
(rendahnya kadar kalium dalam darah)
- Hipokalsemi
(rendahnya kadar kalsium dalam darah)
- Hipotermia
(keadaan suhu badan yang ekstrim rendah)
-
Asidosis (keadaan patologik akibat penimbunan asam atau
kehilangan alkali dalam tubuh)
e. Penatalaksanaan
- Memberikan cairan
dan mengatur keseimbangan elektrolit
- Terapi
rehidrasi
-
Kolaborasi
untuk terapi pemberian antibiotik sesuai dengan kuman penyebabnya
- Mencuci tangan
sebelum dan sesudah kontak dengan bayi untuk mencegah penularan
-
Memantau biakan
feses pada bayi yang mendapat terapi antibiotik
-
Tidak
dianjurkan untuk memberikan anti diare dan obat-obatan pengental feses
6.1. Pulmonologi.
6.1.1. A S M A
a.Definisi
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten,
reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap
stimulun tertentu. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang
mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi. Tingkat penyempitan jalan napas dapat
berubah baik secara spontan atau karena terapi. Asma berbeda dari penyakit paru
obstruktif, dalam hal bahwa asma adalah proses reversibel. Jika asma dan
bronkitis terjadi bersamaan, obstruksi yang diakibatkan menjadi gabungan dan
disebut Bronkitis Asmatik Kronik.
Asma
dapat terjadi pada sembarang golongan usia; sekitar setengah dari kasus terjadi
pada anak – anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Meski
asma dapat berakibat fatal, lebih sering lagi, asma sangat menganggu,
mempengaruhi kehadiran di sekolah, pilihan pekerjaan, aktivitas fisik dan
banyak aspek kehidupan lainnya.
b.Jenis – jenis asma
-
Asma sering diartikan sebagai
alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan.
-Asma
alergik disebabkan oleh alergen yang dikenal ( mis : serbuk sari, binatang,
amarah, makanan dan jamur ). Kebanyakan alergen terdapat di udara dan musiman.
Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan
riwayat medis masa lalu eksema atau rakhitis alergik.
c.Patofisiologi
Asma
adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh 1 atau
lebih dari berikut ini :
1. Kontraksi otot – otot yang
mengelilingi bronki,
yang menyempitkan
jalan napas.
2. Pembengkakan membran yang melapisi bronki.
3. Pengisian bronki dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot – otot bronkial dan kelenjar
mukosa membesar, sputum yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi
hiperinflasi, dengan udara terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisma yang
pasti dari perubahan ini tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui
adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom.
Beberapa
individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan
mereka. Antibodi yang dihasilkan ( IgE ) kemudian menyerang sel – sel mati
dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen
dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel – sel mati ( disebut mediator
) seperti Histamin, bradikinin, prostaglandin serta anafilaksis dari substansi
yang bereaksi lambat ( SRS – A ). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru
mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme,
pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang banyak.
Sistem
saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf
vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau nonalergik, ketika
ujung saraf pada jalan napas panjang dirangsang oleh faktor infeksi, latihan,
dingin, merokok, emosi.
d.menisfeskasi klinis
Tiga
gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Pada beberapa keadaan, batuk
merupakan satu – satunya gejala. Serangan asma sering kali terjadi pada malam
hari.
Serangan
asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam dada, disertai
dengan pernapasan lambat, mengi, laborius. Ekspirasi selalu lebih susah dan
panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien selalu lebih susah dan
panjang dibanding inspirasi, yang mendorong pasien untuk duduk tegak dan
menggunakan setiap otot – otot aksesories pernapasan. Jalan napas yang
tersumbat menyebabkan dispnea. Batuk pada awalnya susah dan kering tetapi
segera menjadi lebih kuat. Sputum, yang terdiri atas sedikit mukus
mengandungmasa gelatinosa bulat, kecil yang dibatukkan dengan susah payah.
Tanda selanjutnya termasuk sianosis sekunder terhadap hipoksia hebat dan gejala
– gejala retensi karbondioksida termasuk berkeringat, takikardia dan tekanan
nadi.
Serangan
asma dapat berlangsung dari 30 menit sampai beberapa jam dan dapat hilang
secara spontan. Meski serangan asma jarang yang fatal, kadang terjadi reaksi
kontinu yang lebih berat, yang disebut “ status asmatikus “. Kondisi ini
merupakan keadaan yang mengancam hidup.
Uji
provokasi bronkus dilakukan dengan menggunakan histamin, metukolin atau beban
Hiperreaktivitas positif bila peak flow rate (PFR), FEVI (Forced Expiratory
Volume in 1 Second) turun >15% dari nilai sebelum uji provokasi dan setelah
diberi bronkodilator nilainya kembali normal.
Pada
foto dada PA akan tampak corakan paru yang meningkat. Hiperinflasi terdapat
pada serangan akut dan asma kronik atelektasis sering ditemukan pada anak >
6 tahun. Foto sinus paranalis diperlukan jika asma sulit terkontrol untuk
melihat adanya sinusitis.
Pemeriksaan
eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat menunjang diagnosis asma.
Dalam sputum dapat ditemukan kristal charcot – leyden dan spiral curshman. Uji
tuberkulin penting bukan saja karena Indonesia masih banyak tuberkulosis,
tetapi jika ada tuberkulosis dan tidak diobati, asmanya mungkin akan sukar
dikontrol.
Metilsantin
digunakan karena mempunyai efek bronkodilatasi. Agen ini merilekskan otot –
otot polos bronkus, meningkatkan gerakan mukus dalam jalan napas dan meningkatkan
kontraksi diafragma.
Antikolinergik
seperti atropin tidak pernah dalam riwayatnya digunakan untuk pengobatan rutin
asma karena efek samping sistematiknya, seperti kekeringan pada mulut,
penglihatan mengabur, berkemih.
Kortikosteroid,
medikasi ini mungkin diberikan secara intravena ( hidrokortison ) secara oral (
prednison prednosolon ) atau melalui inhalasi ( bekiometason, deksametason ).
g.pencegahan
Pasien dengan asma kambuhan harus
menjalani pemeriksaan mengidentifikasi substansi yang mencetuskan terjadinya
serangan. Penyebab yang mungkin, dapat saja bantal, kasur, pakaian jenis
tertentu, hewan peliharaan, kuda, detergen, sabun, makanan tertentu, jamur dan
serbuk sari dapat menjadi dugaan kuat. Upaya harus dibuat untuk menghindari
agen penyebab icapan saja memungkinkan.
Komplikasi
asma dapat mencakup asmatikus,fraktur iga,pneumonia.Obstruksi jalan napas,
terutama selama episode asmatik akut,sering mengakibatkan hipoksemia
membutuhkan pemberian oksigen dan pemantauan gas darah arteri. Cairan diberikan
karena individu dengan asma mengalami dehidrasi akibat diaforesis dan
kehilangan cairan tidak kasat mata dengan hiperventilasi.
h.penatalaksanaan
Perlu diberikan edukasi,antara lain
mengenai patogenesis asma,peranan terapi asma,jenis-jenis terapi yang tersedia,
serta faktor pencetus yang perlu dihindari.
Secara
umum,terdapat 2 jenis obat dalam penatalaksanaan asma,yaitu obat pengendali
(controller). Obat pengendali merupakan profilaksis serangan yang diberikan
tiap hari,ada atau tidak ada serangan / gejala, sedangkan obat pereda adalah
yang diberikan saat serangan.
7.1
Penyakit gizi
7.1.1.
GANGGUAN AKIBAT KEKURANGAN YODIUM (GAKY)
a. Definisi.
Yodium merupakan zat essensial bagi
tubuh, karena merupakan komponen dari Hormon tiroksin. Terdapat dua ikatan
organik yang menunjukkan bioaktifitas hormon ini, ialah trijodotyronin T3 dan
Tetrajodotyronin T4, yang terakhir juga disebut juga Tiroksin. Dalam tubuh
terkandung sekitar 25 mg yodium yang tersebar dalam semua jaringan tubuh,
kandungannya yang tinggi yaitu sekitar sepertiganya terdapat dalam kelenjar
tiroid dan yang relatif lebih tinggi dari itu ialah pada ovari, otot, dan
darah.
Yodium
diserap dalam bentuk yodida, yang di dalam kelenjar tiroid dioksidasi dengan
cepat menjadi yodium, terikat pada molekul tirosin dan tiroglobulin.
Selanjutnya tiroglobulin dihidrolisis menghasilkan tiroksin dan asam amino
beryodium, tiroksin terikat oleh protein. Asam amino beryodium selanjutnya
segera dipecah dan menghasilkan asam amino dalam proses deaminasi,
dekarboksilasi dan oksidasi (Kartasapoetra, 2005).
Anjuran asupan yodium setiap hari di
dalam makanan:
1.
Dosis
50 Āµg/hari untuk kisaran usia 0-12 Bulan.
2.
Dosis
90 Āµg/hari untuk kisaran usia 1-6 tahun.
3.
Dosis
120 Āµg/hari untuk kisaran usia 7-12 tahun.
4.
Dosis
150 Āµg/hari untuk kisaran usia 12-Dewasa.
5.
Dosis
200 Āµg/hari untuk kisaran Ibu hamil dan menyusui.
b.
Etiologi
- Gangguan akibat kekurangan yodium adalah
sekumpulan gajala yang dapat ditimbulkan karena tubuh seseorang kekurangan
unsur yodium secara terus-menerus dalam waktu cukup lama.
- Gangguan akibat kekurangan yodium adalah
rangkaian kekurangan yodium pada tumbuh kembang manusia, Sprektum seluruhnya
terdiri dari gondok dalam berbagai stadium, kretin endemik yang ditandai
terutama oleh gangguan mental, gangguan pendengaran, gangguan pada aak dan
dewasa, sering dengan kadar hormon rendah angka lahir dan kematian janin
meningkat.
c.
Patofisiologi
a. Defisiensi pada janin.
Pengaruh
utama defisiensi yodium pada janin ialah kretinisme endemis. Gejala khas
kretinisme terbagi menjadi dua jenis, yaitu jenis saraf yang menampilkan tanda
dan gejala seperti kemunduran mental, bisu-tuli dan diplegia spastik. Jenis
kedua yaitu bentuk miksedema yang memperlihatkan tanda hipotiroidisme dan
dwarfisme.
b.
Defisiensi
pada bayi baru lahir.
Selain berpengaruh pada angka
kematian, kekurangan yang parah dan berlangsung lama akan mempengaruhi fungsi
tiroid bayi yang kemudian mengancam perkembangan otak secara dini.
c.
Defisiensi
pada anak dan remaja.
Kekurangan yodium pada anak khas
terpaut dengan insiden gondok. Angka kejadian gondok meningkat bersama usia,
dan mencapai puncaknya setelah remaja. Prevalensi gondok pada wanita lebih
tinggi daripada lelaki. Total Goitre Rate (TGR) anak sekolah lazim digunakan
sebagai petunjuk dalam perkiraan besaran GAKY masyarakat suatu daerah. Gangguan
pada anak dan remaja akibat kekurangan Yodium yaitu Gondok, hipoiroidisme
Juvenile dan perkembangan fisik terhambat.
d.
Defisiensi
pada Dewasa
Pada orang dewasa, kekurangan yodium
menyebabakan keadaan lemas dan cepat lelah, produktifitas dan peran dalam kehidupan
sosial rendah. Gondok dan penyulit, Hipotiroidisme, Hipertiroidisme diimbas
oleh yodium.
e.
Defisiensi
pada ibu hamil
Pada ibu hamil menyebabkan keguguran
spontan, lahir mati dan kematian bayi, mempengaruhi otak bayi dan kemungkinan
menjadi cebol pada saat dewasa nanti. Seorang ibu yang menderita pembesaran
gondok akan melahirkan bayi yang juga menderita kekurangan yodium. Jika tidak
segera diobati, maka pada usia 1 tahun, sudah akan terjadi pembesaran pada kelenjar
gondoknya.
f.
Defisiensi pada semua usia.
Bentuk gangguannya : Kepekaan
terhadap radiasi nuklir meningkat.
d. Penatalaksanaa
a. Penanggulangan
1. Garam beryodium. Sesuai Kepres no
69, 13 Oktober 1994,mewajibkan semua garam yang dikonsumsi,baik manusia maupun
hewan ,diperkaya dengan yodium sebanyak 30-80 ppm.
2.
Suplementasi
yodium pada binatang
3.
Suntikan
minyak beryodium
4.
Kapsul
minyak beryodium.
b. Pencegahan
Secara
relatif, hanya makanan laut yang kaya akan yodium : sekitar 100 Ī¼g/100 gr.
Pencegahan dilaksanakan melalui pemberian garam beryodium. Jika garam beryodium
tidak tersedia, maka diberikan kapsul minyak beryodium setiap 3, 6 atau 12
bulan, atau suntikan ke dalam otot setiap 2 tahun. (Arisman,2004).
f.
Derajat Kramer
Kandungan
yodium dalam makan dan Jenis makanan Keadaan segar(Āµ/gram) Keadaan
kering(Āµ/gram)
1.
Ikan
air tawar 17 – 40 68 - 194
2.
Ikan
air laut 163-3180 471-4591
3.
Kerang
308-1300 1292-4987
4.
Daging
hewan 27-97 -
5.
Susu
35-56 -
6.
Telur
(93) -
7.
Serealia
biji 22-72 34-92
8.
Buah
0-29 62-277
9.
Tumbuhan
polong 23-36 223-245
10.
Sayuran
12-201 204-1636
Definisi Garam
beryodium.
Garam
beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan yodiumyang dibutuhkan tubuh
untuk pertumbuhan dan kecerdasan.
Garam
beryodium adalah garam natrium Clorida yang diproduksi melalui proses Yodisasi
yang memenuhi Standart Nasional indonesia (SNI), mengandung yodium antara 30-80
ppm untuk konsumsi manusia atau ternak, pengasinan, ikan dan bahan penolong
industri pangan kecuali untuk pemboran minyak, Chlor Alkali Plan (CAP) dan
industri kertas pulp (Depkes RI, 2000).
a.
Persyaratan
garam sehat
1. Garam sehat adalah garam konsumsi
yang telah difortifikasi dengan yodium yang cukup untuk kebutuhan tubuh yang
mengandung kadar yodium antara 30-40 ppm dan kandungan air ≤ 5%.
2. Garam Yodium diharuskan dikonsumsi
seluruh penduduk baik di daerah endemik maupun daerah bukan endemik
3. Konsumsi garam yodium rata-rata per
orang 10 gr per hari dan kebutuhan ion yodium sebesar 150-200 mikrogram per
orang per hari bila konsumsi rata-rata.
b. Pengelolaan Garam Sehat
1). Penyimpanan
Garam yodium perlu disimpan di bejana atau
wadah tertutup, Tidak kena cahaya, Tidak dekat dengan tempat lembab air, hal
ini untuk menghindari penurunan kadar yodium dan meningkatkan kadar air, karena
kadar yodium menurun bila terkena panas dan kadar air yang tinggal akan melekatkan
yodium.
2). Penggunaa Garam Yodium
Tidak dibubuhkan pada sayuran mendidih, tetapi
dimasukan setelah sayuran diangkat dari tungku karena kadar kalium Iodate
(KIO3) dalam makanan akan terjadi penurunan setelah dididihkan 10 menit.
Kadar
Yodium juga akan menurun pada makanan yang asam, makin asam makanan, makin
mudah akan menghilangkan KIO3 dari makanan tersebut.
c. Proses Perusak terhadap Kandungan
yodium
1.
Merebus
(terbuka) kadar yodium hilang ± 50 %
2.
Menggoreng
kadar yodium hilang ± 35 %
3.
Memanggang
kadar yodium hilang ± 25 %
4.
Brengkesan
atau pepesan kadar yodium hilang ± 10 %.
Definisi
kapsul yodium
Kapsul
yodium adalah preparat minyak beryodium dengan dosis tinggi dan tiap kapsul
berisi 200 mg yodium dalam larutan minyak.
a.
Sasaran
Kapsul yodium diberikan kepada
penduduk yang tinggal di daerah endemik sedang dan berat (prevalensi ≤ 20%)
setiap tahun sekali dengan ketentuan :
1.
Laki-laki
: 0-20 tahun
2.
Perempuan
: 0-30 tahun
3.
Semua
ibu hamil dan menyusui
Dosis
pemberian Kapsul yodium dan tabel dosis pemberian kapsul yodium Kelompok Umur( Tahun) Dosis pemberian kapsul
yodium/tahun
1.
Bayi
0-1 ½ kapsul/tahun
2.
Balita
1-5 1 kapsul/tahun
3.
Wanita
6-35 2 kapsul/tahun
4.
Pria
6-20 2 kapsul/tahun
5.
Wanita
hamil dan menyusui- 2 kapsul/tahun.
7.1.2.Kurang Energi Protein (KEP) Pada Anak
a.definisi
Kurang Energi Protein (KEP) adalah gangguan gizi
yang disebabkan oleh kekurangan protein dan atau kalori, serta sering disertai
dengan kekurangan zat gizi lain. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
mendefinisikan kekurangan gizi sebagai “ketidakseimbangan seluler antara
pasokan nutrisi dan energi dan kebutuhan tubuh bagi mereka untuk menjamin
pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi tertentu.” Kurang Energi Protein (KEP)
berlaku untuk sekelompok gangguan terkait yang termasuk marasmus, kwashiorkor
dan marasmus-kwashiorkor.
Marasmus
berasal dari kata Yunani marasmos, yang berarti layu atau wasting. Marasmus
melibatkan kurangnya asupan protein dan kalori dan ditandai oleh kekurusan.
Para kwashiorkor istilah diambil dari bahasa Ga dari Ghana dan berarti
“penyakit dari penyapihan.” Williams pertama kali digunakan istilah tahun 1933,
dan mengacu pada asupan protein yang tidak memadai dengan wajar (energi) asupan
kalori. Edema adalah karakteristik dari kwashiorkor tetapi tidak ada dalam
marasmus.
Studi
menunjukkan bahwa marasmus merupakan respon adaptif terhadap kelaparan,
sedangkan kwashiorkor merupakan respon maladaptif kelaparan. Anak-anak dapat
hadir dengan gambaran beragam marasmus dan kwashiorkor, dan anak-anak dapat
hadir dengan bentuk ringan dari kekurangan gizi. Untuk alasan ini, disarankan
Jelliffe protein-kalori panjang (energi) gizi buruk untuk menyertakan kedua entitas.
Meskipun
kekurangan energi protein mempengaruhi hampir semua sistem organ, artikel ini
terutama berfokus pada manifestasi kulit nya. Pasien dengan kekurangan energi
protein juga mungkin memiliki kekurangan vitamin, asam lemak esensial, dan
elemen, yang semuanya dapat menyebabkan dermatosis mereka.
KEP
adalah manifestasi dari kurangnya asupan protein dan energi, dalam
makanan sehari-hari yang tidak memenuhi angka kecukupan gizi (AKG), dan
biasanya juga diserta adanya kekurangan dari beberapa nutrisi lainnya. Disebut
malnutrisi primer bila kejadian KEP akibat kekurangan asupan nutrisi, yang pada
umumnya didasari oleh masalah sosial ekonomi, pendidikan serta rendahnya
pengetahuan dibidang gizi.Malnutrisi sekunder bila kondisi masalah nutrisi
seperti diatas disebabkan karena adanya penyakit utama, seperti kelainan
bawaan, infeksi kronis ataupun kelainan pencernaan dan metabolik, yang
mengakibatkan kebutuhan nutrisi meningkat, penyerapan nutrisi yang turun
dan/meningkatnya kehilangan nutrisi. Makanan yang tidak adekuat, akan
menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makanan untuk menghasilkan kalori demi
penyelamatan hidup, dimulai dengan pembakaran cadangan karbohidrat kemudian
cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Kalau terjadi stres
katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat, sehingga dapat
menyebabkan defisiensi protein yang relatif, kalau kondisi ini terjadi pada
saat status gizi masih diatas -3 SD (-2SD–3SD), maka terjadilah kwashiorkor
(malnutrisi akut/”decompensated malnutrition”). Pada kondisi ini penting
peranan radikal bebas dan anti oksidan. Bila stres katabolik ini terjadi pada
saat status gizi dibawah -3 SD, maka akan terjadilah marasmik-kwashiorkor.
Kalau kondisi kekurangan ini terus dapat teradaptasi sampai dibawah -3 SD
maka akan terjadilah marasmik (malnutrisikronik/compensated malnutrition).
Sehimgga pada KEP dapat terjadi : gangguan pertumbuhan, atrofi otot, penurunan
kadar albumin serum, penurunan hemoglobin, penurunan sistem kekebalan tubuh, penurunan
berbagai sintesa enzim.
b.Patofisiologi
Secara
umum, marasmus adalah asupan energi yang cukup untuk menyesuaikan kebutuhan
tubuh. Akibatnya, tubuh menarik pada toko sendiri, sehingga kekurusan. Pada
kwashiorkor, konsumsi karbohidrat yang memadai dan penurunan asupan protein
utama untuk sintesis protein menurun visceral. Para hipoalbuminemia sehingga
memberikan kontribusi untuk akumulasi cairan ekstravaskuler. Gangguan sintesis
B-lipoprotein menghasilkan hati berlemak.
Kurang
Energi Protein (KEP) juga melibatkan kurangnya asupan nutrisi penting. Tingkat
serum rendah seng telah terlibat sebagai penyebab ulkus kulit pada banyak
pasien. Dalam sebuah penelitian 1979 dari 42 anak-anak dengan marasmus,
peneliti menemukan bahwa hanya mereka anak-anak dengan tingkat serum rendah
ulserasi kulit seng dikembangkan. Tingkat serum seng berkorelasi erat dengan
kehadiran edema, pengerdilan pertumbuhan, dan wasting yang parah. Klasik
“mosaik kulit” dan “cat terkelupas” dari dermatosis kwashiorkor beruang
kemiripan yang cukup besar terhadap perubahan kulit enteropathica
acrodermatitis, dermatosis yang defisiensi seng. Pada tahun 2007, Lin dkk menyatakan bahwa
“penilaian calon asupan makanan dan gizi pada populasi anak-anak Malawi pada
risiko kwashiorkor” ditemukan “tidak ada hubungan antara perkembangan
kwashiorkor dan konsumsi makanan atau nutrisi.”
c. Epidemiologi
Kurang
Energi Protein (KEP) adalah bentuk paling umum dari kekurangan gizi di antara
pasien yang dirawat inap di Amerika Serikat. Sebanyak setengah dari semua
pasien dirawat di rumah sakit memiliki kekurangan gizi pada tingkat tertentu.
Dalam survei terbaru di rumah sakit anak-anak besar itu, prevalensi akut dan
kronis kekurangan energi protein lebih dari satu setengah. Hal ini sangat
banyak penyakit yang terjadi di Amerika abad 21, dan kasus pada anak 8-bulan di
pinggiran kota Detroit, Mich, dilaporkan pada tahun 2010.
Dalam
survei pada masyarakat berpenghasilan rendah wilayah di Amerika Serikat, 22-35%
anak usia 2-6 tahun berada di bawah persentil 15 untuk berat badan. Survei lain
menunjukkan bahwa 11% anak-anak di daerah berpenghasilan rendah memiliki tinggi
badan-banding-usia pengukuran di bawah persentil ke-5. Pertumbuhan yang buruk
terlihat pada 10% anak pada populasi pedesaan.
Pada
tahun 2000, WHO memperkirakan bahwa anak-anak kurang gizi berjumlah 181.900.000
(32%) di negara berkembang. Selain itu, 149.600.000 diperkirakan anak-anak muda
dari 5 tahun kekurangan gizi ketika diukur dalam hal berat untuk usia. Di
selatan Asia Tengah dan timur Afrika, sekitar separuh anak-anak memiliki
keterbelakangan pertumbuhan karena kekurangan energi protein. Angka ini adalah
5 kali prevalensi di dunia barat.
Sebuah
studi cross-sectional dari remaja Palestina menemukan bahwa 55,66% dari anak
laki-laki dan 64,81% anak perempuan memiliki asupan energi yang tidak memadai,
dengan asupan protein tidak memadai dalam 15,07% dari anak laki-laki dan 43,08%
anak perempuan. Uang saku harian yang direkomendasikan untuk mikronutrien
disambut oleh kurang dari 80% dari subyek penelitian.
Sekitar
50% dari 10 juta kematian tiap tahun di negara berkembang terjadi karena
kekurangan gizi pada anak-anak muda dari 5 tahun. Pada kwashiorkor, angka
kematian cenderung menurun sebagai usia meningkat onset. Temuan Dermatologic
tampil lebih signifikan dan lebih sering terjadi di antara berkulit gelap
orang. Temuan ini mungkin dijelaskan dengan prevalensi yang lebih besar dan
tingkat keparahan peningkatan protein energi malnutrisi di negara berkembang
dan tidak perbedaan dalam kerentanan rasial.
Marasmus
paling sering terjadi pada anak berusia kurang dari 5 tahun. Periode ini
ditandai dengan kebutuhan energi meningkat dan peningkatan kerentanan terhadap
infeksi virus dan bakteri. Menyapih (penghentian ASI dan dimulainya MPASI)
terjadi selama periode berisiko tinggi. Menyapih sering diperrimit oleh faktor
geografi, ekonomi kesehatan, kesehatan masyarakat, budaya, dan pola diet.
Hal
ini dapat efektif bila diperkenalkan makanan memberikan nutrisi yang tidak
memadai, ketika makanan dan air yang terkontaminasi, ketika akses ke perawatan
kesehatan tidak memadai, dan / atau ketika pasien tidak dapat mengakses atau
membeli makanan yang tepat.
d.Manifestasi Klinis
Rendahnya
asupan kalori atau ketidakmampuan untuk menyerap kalori adalah
faktor utama terjadinya kwashiorkor. Berbagai sindrom dapat dikaitkan
dengan kwashiorkor. Pada anak-anak, temuan dari kenaikan berat badan yang buruk
atau penurunan berat badan, memperlambat pertumbuhan linier, dan perubahan
perilaku, seperti mudah tersinggung, apatis, penurunan respon sosial,
kecemasan, dan defisit perhatian mungkin menunjukkan kekurangan energi protein.
Secara khusus, anak apatis ketika tidak terganggu tetapi mudah marah jika
diangkat. Kwashiorkor khas mempengaruhi anak-anak yang sedang disapih. Gejalanya
termasuk diare dan perubahan psikomotor.
Pada
penderita dewasa umumnya kehilangan berat badan, meskipun, dalam beberapa
kasus, edema dapat menutupi penurunan berat badan. Pasien mungkin menggambarkan
kelesuan, kelelahan mudah, dan sensasi dingin. Penurunan global fungsi sistem
hadir.
Pasien
dengan kekurangan energi protein juga dapat hadir dengan luka nonhealing. Ini
mungkin menandakan proses katabolik yang memerlukan intervensi gizi. Lewandowski
dkk melaporkan kwashiorkor dan acrodermatitis enteropathica seperti letusan
setelah prosedur bypass lambung distal bedah. Kwashiorkor dilaporkan dalam
penyajian bayi dengan diare dan dermatitis, akibat penyakit Crohn
kekanak-kanakan. Diare dan dermatitis membaik dalam 2 minggu dengan pengobatan.
Seorang
anak 3-tahun dengan hidup bersama dan penyakit celiac Hartnup yang
mengakibatkan kwashiorkor, anemia, hepatitis, hypoalbuminia, angular cheilitis,
glositis, alopecia konjungtivitis dan menyebar, kulit eritematosa, deskuamasi,
erosi, dan menyebar hiperpigmentasi dilaporkan oleh Sander dkk pada tahun 2009
dengan suplementasi gizi yang tepat
e.Pemeriksaan Fisik
Pada
marasmus, anak kurus muncul dengan ditandai hilangnya lemak subkutan dan
pengecilan otot. Kulit adalah xerotik, keriput, dan longgar. Monyet fasies
sekunder hilangnya bantalan lemak bukal adalah karakteristik dari gangguan ini.
Marasmus mungkin tidak memiliki dermatosis klinis. Namun, temuan tidak
konsisten termasuk kulit halus, rambut rapuh, alopesia, pertumbuhan terganggu,
dan fissuring pada kuku. Dalam kekurangan energi protein, rambut lebih berada
dalam fase (istirahat) telogen dari dalam fase (aktif) anagen, kebalikan dari
normal. Kadang-kadang, seperti pada anoreksia nervosa, ditandai pertumbuhan
rambut lanugo dicatat.
Kwashiorkor
biasanya menyajikan dengan gagal tumbuh, edema, fasies bulan, perut bengkak
(perut buncit), dan hati berlemak. Saat ini, perubahan kulit merupakan
karakteristik dan kemajuan selama beberapa hari. Kulit menjadi gelap, kering,
dan kemudian membagi terbuka ketika ditarik, mengungkapkan daerah pucat antara
celah-celah (yaitu, gila trotoar dermatosis, kulit enamel cat). Fitur ini
terlihat terutama di daerah yang tekanan. Berbeda dengan pellagra, perubahan
ini jarang terjadi pada kulit yang terkena sinar matahari.
Depigmentasi
rambut menyebabkannya menjadi kuning kemerahan menjadi putih. Rambut keriting
menjadi diluruskan. Jika periode gizi buruk diselingi dengan gizi yang baik,
bolak band rambut pucat dan gelap, masing-masing, yang disebut tanda bendera,
mungkin terjadi. Juga, rambut menjadi kering, kusam, jarang, dan rapuh, mereka
bisa ditarik keluar dengan mudah. Resesi Temporal dan rambut rontok dari
belakang kepala terjadi, kedua kemungkinan untuk menekan ketika anak berbaring.
Dalam beberapa kasus, kehilangan rambut dapat menjadi ekstrim. Rambut juga bisa
menjadi lebih lembut dan lebih halus dan terlihat sulit diatur. Bulu mata dapat
mengalami perubahan yang sama, memiliki penampilan sapu disebut.
Lempeng
kuku yang tipis dan lembut dan dapat pecah-pecah atau bergerigi. Atrofi papila
di lidah, sudut stomatitis, xerophthalmia, dan cheilosis dapat terjadi. Penyakit radang usus, seperti penyakit Crohn
dan kolitis ulserativa, juga dapat menghasilkan manifestasi kulit sekunder
kekurangan gizi.
Defisiensi
vitamin C biasanya timbul manifestasi sebagai perdarahan perifollicular,
petechiae, perdarahan gingiva, dan perdarahan sempalan, selain hemarthroses dan
perdarahan subperiosteal. Anemia bisa terjadi, dan penyembuhan luka mungkin
terganggu. Kekurangan niacin klinis bermanifestasi sebagai pellagra yaitu,
dermatitis, demensia, diare dalam kasus-kasus lanjutan. Dermatitis
memanifestasikan di daerah terkena sinar matahari, termasuk punggung, leher
(kalung Casal), wajah, dan dorsum tangan (pellagra) awalnya sebagai
eritema menyakitkan dan gatal. Selanjutnya, vesikel dan bula dapat
mengembangkan dan meletus, menciptakan berkulit, lesi bersisik. Akhirnya, kulit
menjadi kasar dan ditutupi oleh sisik gelap dan remah. Demarkasi mencolok dari
daerah yang terkena dampak dari kulit normal dicatat.
Kekurangan
energi protein juga dikaitkan dengan kemungkinan peningkatan calciphylaxis,
sebuah vasculopathy kapal kecil yang melibatkan kalsifikasi mural dengan
proliferasi intimal, fibrosis, dan trombosis. Akibatnya, iskemia dan nekrosis
kulit terjadi. Jaringan lain terpengaruh termasuk lemak subkutan, organ
viseral, dan otot rangka. Sebuah studi
oleh Harima dkk melaporkan tentang efek makanan ringan malam pada pasien yang
menerima kemoterapi untuk karsinoma hepatoseluler.
e.Penyebab
Di
seluruh dunia, penyebab paling umum dari gizi buruk adalah asupan makanan tidak
memadai. Prasekolah anak usia di negara berkembang sering beresiko untuk gizi
buruk karena ketergantungan mereka pada orang lain untuk makanan, peningkatan
kebutuhan protein dan energi, sistem kekebalan tubuh belum matang menyebabkan
kerentanan lebih besar terhadap infeksi, dan paparan kondisi nonhygienic.
Faktor
lain yang signifikan adalah tidak efektif menyapih sekunder ketidaktahuan,
kebersihan yang buruk, faktor ekonomi, dan faktor budaya. Prognosis lebih buruk
bila kekurangan energi protein terjadi dengan infeksi HIV. Infeksi saluran
pencernaan dapat dan sering endapan klinis kekurangan energi protein karena
diare yang berhubungan, anoreksia, muntah, peningkatan kebutuhan metabolik, dan
penurunan penyerapan usus. Infeksi parasit memainkan peran utama di banyak
bagian dunia.
Di
negara maju, asupan makanan tidak memadai adalah penyebab yang kurang umum dari
gizi buruk, kekurangan energi protein lebih sering disebabkan oleh penurunan
penyerapan atau metabolisme abnormal. Dengan demikian, di negara maju,
penyakit, seperti cystic fibrosis, gagal ginjal kronis, keganasan masa
kanak-kanak, penyakit jantung bawaan, dan penyakit neuromuskuler, berkontribusi
kekurangan gizi. Fad diet, manajemen yang tidak tepat alergi makanan, dan
penyakit kejiwaan, seperti anoreksia nervosa, juga dapat menyebabkan parah
kekurangan energi protein.
Populasi
di kedua fasilitas perawatan akut dan jangka panjang beresiko untuk penurunan
berat badan yang signifikan secara klinis paksa (IWL) yang dapat mengakibatkan
kekurangan energi protein. IWL didefinisikan sebagai hilangnya 4,5 kg atau
lebih besar dari 5% dari berat badan yang biasa selama periode 6-12 bulan.
Kekurangan energi protein terjadi ketika penurunan berat badan lebih besar dari
10% dari berat badan normal terjadi.
Orang-orang tua sering mengalami
kekurangan gizi, penyebab umum yang meliputi nafsu makan berkurang,
ketergantungan pada bantuan untuk makan, gangguan kognisi dan / atau
komunikasi, posisi yang buruk, penyakit akut yang sering dengan kerugian
gastrointestinal, obat-obat yang penurunan nafsu makan atau meningkatkan
kerugian gizi, polifarmasi, penurunan rasa haus respon, penurunan kemampuan
berkonsentrasi urin, restriksi cairan disengaja karena takut inkontinensia atau
tersedak jika dysphagic, faktor psikososial seperti isolasi dan depresi,
monoton diet, lebih tinggi persyaratan kepadatan nutrisi, dan tuntutan lainnya
dari usia, penyakit, dan penyakit pada tubuh.
f. Secara klinis KEP terdapat dalam 3 tipe yaitu :
-
Kwashiorkor, ditandai dengan : edema, yang dapat terjadi di seluruh tubuh,
wajah sembab dan membulat, mata sayu, rambut tipis, kemerahan
seperti rambut jagung, mudah dicabut dan rontok, cengeng,
rewel dan apatis, pembesaran hati, otot mengecil (hipotrofi),
bercak merah ke coklatan di kulit dan mudah terkelupas (crazy
pavement dermatosis), sering disertai penyakit infeksi terutama akut, diare dan
anemia.
-
Marasmus, ditandai dengan : sangat kurus, tampak tulang terbungkus kulit, wajah
seperti orang tua, cengeng dan rewel, kulit keriput, jaringan lemak sumkutan
minimal/tidak ada, perut cekung, iga gambang, sering disertai penyakit infeksi
dan diare.
-
Marasmus kwashiorkor, campuran gejala klinis kwashiorkor dan marasmus.
g.DIAGNOSIS
-
Klinik : anamnesis
(terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta penyakit yang pernah
diderita) dan pemeriksaan fisik (tanda-tanda malnutrisi dan berbagai defisiensi
vitamin)
-
Laboratorik :
terutama Hb, albumin, serum ferritin
-
Anthropometrik :
BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U
(lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan),
LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan)
- Analisis diet dan pertumbuhan Riwayat diet rinci, pengukuran
pertumbuhan, indeks massa tubuh (BMI), dan pemeriksaan fisik lengkap
ditunjukkan.
Tindakan pengukuran
tinggi badan-banding-usia atau berat badan-untuk-tinggi pengukuran kurang dari
95% dan 90% dari yang diharapkan atau lebih besar dari 2 standar deviasi di
bawah rata-rata untuk usia. Pada anak yang lebih dari 2 tahun, pertumbuhan
kurang dari 5 cm / th juga dapat menjadi indikasi defisiensi.
h.Klasifikasi :
-
KEP ringan : > 80-90% BB ideal terhadap TB (WHO-CD
-
KEP sedang : > 70-80% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
- KEP berat : £ 70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
Pemeriksaan Laboratorium WHO
merekomendasikan tes laboratorium berikut:
-
Glukosa
darah
- Pemeriksaan Pap darah dengan
mikroskop atau pengujian deteksi langsung
-
Hemoglobin
-
PemeriksaanUrine
pemeriksaan dan kultur
-
Pemeriksaan
tinja dengan mikroskop untuk telur dan parasit
-
Serum
albumin
-
Tes
HIV (Tes ini harus disertai dengan konseling orang tua anak, dan kerahasiaan
harus dipelihara.)
-
Elektrolit
Hasil
-
Temuan
yang signifikan dalam kwashiorkor meliputi hipoalbuminemia (10-25 g / L),
hypoproteinemia (transferin, asam amino esensial, lipoprotein), dan
hipoglikemia.
-
Plasma
kortisol dan kadar hormon pertumbuhan yang tinggi, tetapi sekresi insulin dan
tingkat pertumbuhan insulin faktor yang menurun.
-
Persentase
cairan tubuh dan air ekstraseluler meningkat. Elektrolit, terutama kalium dan
magnesium, yang habis.
-
Tingkat
beberapa enzim (termasuk laktosa) yang menurun, dan tingkat lipid beredar
(terutama kolesterol) yang rendah.
-
Ketonuria
terjadi, dan kekurangan energi protein dapat menyebabkan penurunan ekskresi
urea karena asupan protein menurun. Dalam kedua kwashiorkor dan marasmus,
anemia defisiensi besi dan asidosis metabolik yang hadir.
-
Ekskresi
hidroksiprolin berkurang, mencerminkan terhambatnya pertumbuhan dan penyembuhan
luka.
-
Kemih
meningkat 3-methylhistidine adalah refleksi dari kerusakan otot dan dapat
dilihat di marasmus.
-
Malnutrisi
juga menyebabkan imunosupresi, yang dapat menyebabkan hasil negatif palsu
tuberkulin kulit tes dan kegagalan berikutnya untuk secara akurat menilai untuk
TB.
-
Biopsi
kulit dan analisis rambut dapat dilakukan
i.
diaknosa banding
Adanya
edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor maupun marasmik-kwashiorkor perlu
dibedakan dengan :
-
Sindroma
nefrotik
-
Sirosis
hepatis
-
Payah
jantung kongestif
-
Pellagra
infantile
-
Actinic
Prurigo
j. Penatalaksanaan
Prosedur tetap pengobatan dirumah
sakit :
Prinsip
dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan)
-
Penanganan
hipoglikemi
-
Penanganan
hipotermi
-
Penanganan
dehidrasi
-
Koreksi
gangguan keseimbangan elektrolit
-
Pengobatan
infeksi
-
Pemberian
makanan
-
Fasilitasi
tumbuh kejar
-
Koreksi
defisiensi nutrisi mikro
-
Melakukan
stimulasi sensorik dan perbaikan mental
-
Perencanaan
tindak lanjut setelah sembuh
Perawatan Medis
- Pada anak dan orang dewasa,
langkah pertama dalam pengobatan kekurangan energi protein (KEP) adalah untuk
mengoreksi kelainan cairan dan elektrolit dan untuk mengobati setiap infeksi.
Kelainan elektrolit yang paling umum adalah hipokalemia, hipokalsemia,
hypophosphatemia, dan hypomagnesemia.
- Pemberian makronutrien harus
dimulai dalam waktu 48 jam di bawah pengawasan spesialis gizi.
- Sebuah studi double-blind dari
8 anak dengan kwashiorkor dan ulserasi kulit menemukan bahwa pasta seng topikal
lebih efektif dibandingkan plasebo dalam bidang penyembuhan kerusakan kulit.
Suplemen seng oral juga ditemukan efektif.
Langkah kedua dalam pengobatan kekurangan energi protein (yang mungkin tertunda 24-48 jam pada anak) adalah menyediakan macronutrients dengan terapi diet.
Langkah kedua dalam pengobatan kekurangan energi protein (yang mungkin tertunda 24-48 jam pada anak) adalah menyediakan macronutrients dengan terapi diet.
- Susu formula berbahan dasar adalah
pengobatan pilihan. Pada awal pengobatan diet, pasien harus diberi makan ad
libitum. Setelah 1 minggu, harga asupan harus mendekati 175 kkal / kg dan 4 g /
kg protein untuk anak-anak dan 60 kkal / kg dan 2 g / kg protein untuk orang
dewasa. Sebuah multivitamin setiap hari juga harus ditambahkan.
Pengobatan penyakit penyerta
- Defisiensi vitamin A Bila ada kelainan di mata, berikan
vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum keluar rumah sakit bila
terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis :
1.
umur
> 1
tahun
: 200.000 SI/kali
2.
umur
6 – 12 bulan : 100.000
SI/kali
3.
umur
0 – 5 bulan
: 50.000 SI/kali
-
Bila
ada ulkus dimata diberikan : Tetes mata khloramfenikol atau salep mata
tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari, Teteskan tetes mata atropin, 1
tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari. Tutup mata dengan kasa yang dibasahi
larutan garam faali
-
Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya :
hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit mengelupas), lesi ulcerasi
eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain
oleh Candida. Tatalaksana :
1. kompres bagian kulit yang terkena
dengan larutan KmnO4 (K-permanganat) 1% selama 10 menit
2. beri salep atau krim (Zn dengan
minyak kastor)
3. usahakan agar daerah perineum tetap
kering
4. umumnya terdapat defisiensi seng
(Zn) : beri preparat Zn peroral
- Parasit/cacing Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali
sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik lain.
- Diare berkepanjangan Diobati bila hanya diare berlanjut
dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah lactosa.
Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya
diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol
7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.
- Tuberkulosis Pada setiap kasus gizi buruk,
lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi) dan Ro-foto toraks. Bila
positip atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.
k. Tindakan kegawatan
- Syok (renjatan) Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat
dan sulit membedakan keduanya secara klinis saja. Syok karena dehidrasi
akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena, sedangkan pada
sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi. Pedoman
pemberian cairan :
1. Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl
0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB
dalam satu jam pertama.
2. Evaluasi setelah 1 jam :
3. Bila ada perbaikan klinis
(kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status hidrasi ® syok disebabkan
dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya,
kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10
ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus
(F-75/pengganti).
4. Bila tidak ada perbaikan klinis ®
anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4
ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara
perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula
(F-75/pengganti)
- Anemia berat Transfusi darah diperlukan bila : Hb
< 4 g/dl atau Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal
jantung. Transfusi darah : Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam. Bila ada
tanda gagal jantung, gunakan ’packed red cells’ untuk transfusi dengan
jumlah yang sama. Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi
dimulai. Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila
pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau
antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.
l.Konsultasi
-
Konsultasi Setiap pasien pada risiko kekurangan gizi harus dirujuk ke ahli diet
atau profesional gizi lainnya untuk penilaian gizi lengkap dan konseling diet.
-
Arahan subspesialisasi lain harus dipertimbangkan jika temuan dari evaluasi
awal menunjukkan bahwa penyebab mendasarnya bukan asupan gizi yang buruk.
-
Jika tanda-tanda menunjukkan malabsorpsi, pencernaan harus dikonsultasikan.
-
Selanjutnya, pada kasus pediatrik, seorang dokter anak, sebaiknya satu dengan
pengalaman dalam pengelolaan kekurangan energi protein (KEP), harus mengawasi
perawatan pasien.
-
Setiap pasien dengan kelainan laboratorium yang signifikan, seperti dibahas di
atas, dapat mengambil manfaat dari konsultasi dengan subspesialisasi yang
sesuai (misalnya, endokrinologi, hematologi).
-
Anak-anak dengan gizi buruk sekunder untuk asupan yang tidak memadai dan / atau
kelalaian harus dirujuk ke lembaga sosial yang tepat untuk membantu keluarga
dalam mendapatkan sumber daya dan menyediakan perawatan berkelanjutan bagi
anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar